Harusnya aku sadar sejak awal. Ruri selalu excited setiap kali membahas tentang Benny. Matanya selalu berbinar-binar, dan nada bicaranya penuh rasa sayang. Berapa kali nama Benny tiba-tiba tercetus dalam percakapan kami? Astaga, kenapa aku bodoh sekali, sih?
Atau aku terlalu sibuk dengan perasaanku sendiri sampai nggak peduli dengan perasaan orang lain?
"Gue udah suka sama dia dari SMA."
Jika Ruri seumuranku, berarti masa itu lebih dari 12-14 tahun yang lalu. Jauh sebelum aku bertemu Benny di Yogyakarta. Ya Tuhan, bagaimana bisa Ruri menahan perasaannya begitu lama?
Lalu ... apakah Benny nggak menyadari perasaan sahabatnya? Padahal sekarang di mataku, perasaan Ruri sejelas itu. Ah, tapi bukankah permasalahan yang dahulu juga seperti ini? Benny nggak menyadari perasaan Uthe sampai sahabatnya itu menyatakan cinta.
Setitik rasa kesalku muncul ditujukan kepada Benny. Bagaimana mungkin dia bisa se-nggak peka itu pada perasaan orang lain? Memangnya mungkin seseorang nggak tahu kalau ada yang naksir padanya? Terlebih jika perasaan itu sudah bertahan belasan tahun. Masa Benny nggak bisa menangkap sinyal Ruri saat mereka ngobrol? Apakah Benny benar-benar nggak sadar atau hanya pura-pura nggak sadar? Dilihat dari sisi mana pun, kemungkinan kedua lebih masuk akal.
Jahat banget kalau Benny pura-pura nggak sadar. Pengecut sekali, kan? Membiarkan orang lain terus berharap tanpa memberikan kepastian, sementara dia mengobral kata-kata cinta kepada orang lain—yaitu aku. Bukankah itu ciri utama cowok-cowok PHP?
Tunggu. Eva, apa iya kamu sedang marah karena sikap Benny yang salah, atau cuma cemburu?
Oke, oke. Kurasa aku nggak bisa menyalahkan Benny sepenuhnya. Aku, kan, nggak tahu apakah Ruri sudah pernah menyatakan perasaannya atau sekadar memendam diam-diam saja. Jika yang terjadi adalah kemungkinan pertama, aku juga akan bersikap demikian kalau jadi Benny. Maksudku ... bagaimana memberi reaksi jika nggak ada aksi? Kan nggak mungkin Benny ujug-ujug menolak cinta Ruri kalau Ruri nggak pernah menyatakan cinta. Dan batas seperti apa yang bisa dia terapkan, sementara mereka sudah bersahabat selama bertahun-tahun?
Lagi pula, itu bukan persoalan terpenting saat ini. Awal mula dan bagaimana Ruri mengelola perasaannya, atau bagaimana Benny menanggapi hal itu, bukan urusanku. Yang jadi urusanku adalah ... bagaimana dengan perasaanku sendiri? Bagaimana aku mengelola perasaan ini, dan mungkin, bagaimana aku harus memilih antara Ruri dan Benny?
Siaal. Why me? Kenapa dari semua orang di dunia ini, aku harus mengalami masalah seperti ini? Kenapa dari sekian banyak jenis masalah, harus yang seperti ini yang kuhadapi?
Benny sudah terang-terangan mengakui perasaannya kepadaku. Aku juga sudah menyadari sepenuhnya bahwa aku masih menyimpan rasa kepadanya. Namun ... aku nggak bisa mengabaikan Ruri, kan? Dia sahabatku juga, dan aku berutang besar kepadanya. Jika Ruri nggak ada, situasiku akan lebih buruk dari ini. Jadi, gimana mungkin aku mengabaikan perasaan Ruri? Bersikap egois dan mementingkan perasaanku sendiri, meski Benny bilang, terkadang kita perlu egois untuk bisa bahagia? Bagaimana caranya aku merebut Benny begitu saja, setelah belasan tahun perasaan itu tersimpan?
Aku nyaris nggak tidur semalaman. Sering kali, aku terlelap sejenak dan terbangun dalam sentakan besar, dan nggak bisa tidur lagi setelahnya. Baru menjelang pukul tiga aku bisa tidur dengan nyenyak, dan terbangun paginya dengan perasaan yang nggak nyaman. Perasaan serba salah. Ada kegugupan dalam diriku, mengingat Benny akan menjemputku ke kantor, seperti biasanya. Kegugupan itu sudah kurasakan sejak beberapa minggu ini, tetapi hari ini berbeda. Setengah kegugupanku terjadi karena aku nggak tahu bagaimana harus bersikap kepada Benny. Nggak, setelah aku tahu perasaan Ruri.
Jadi, aku sengaja berlama-lama bersiap, supaya nggak perlu terlalu lama berinteraksi dengan Benny di rumah. Kalau nggak ingat Bude Mara sudah bersusah payah memasak pagi-pagi, ingin rasanya aku skip sarapan dan segera ke kantor agar aku bisa menyibukkan diri dengan berbagai pekerjaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yang Kuingat Darimu dan Hari-Hari Lalu
ChickLitPandemi benar-benar mengubah hidup Eva. Berawal dari kantornya yang gulung tikar dan berujung PHK besar-besaran, Eva kini seorang pengangguran dengan beban seorang Ibu yang nggak mau tahu situasi dan kesulitan ekonominya. Setahun lebih Eva menganggu...