Masuk

6.1K 357 16
                                    

Awas typo nya.

HAPPY READING



Vania menunggu Jeffry Abangnya di depan sekolah bersama dengan Citra beberapa menit menunggu sebuah mobil putih berhenti didepan mereka berdua kaca mobil itu terbuka menampilkan seorang cowok yang tak lain itu adalah Jeffry.

“Lamaaa,” rengek Vania pasalnya ia sudah capek ingin cepat- cepat pulang mengistirahatkan tubuhnya dikasur kesayanganya.

“Maaf dek tadi beli bensi dulu,” jawab Jeffry turun dari mobil membawakan tas adiknya.

“Capek?” tanya Jeffry mengusap lembut rambut adiknya itu.

Vania menganggukan kepala raut wajah sedih dengan bibir ia monyongkan ke depan Jeffry terkekeh ia mencium puncuk kepala adiknya dengan sayang.

“Nebeng bang,” setelah mengatakan itu Citra langsung masuk ke dalam mobil.

“Yaudah ayo,” Jeffry menuntun adiknya masuk ke dalam duduk disampingnya lalu menaruh tas adiknya dibelakang samping Citra kemudian ia menyalakan mobilnya meninggalkan halama sekolah tersebut.

Didalam mobil tidak ada obrolan apapun ia melihat ke samping dan kaca yang menyorot ke belakang disana dua anak itu sudah tertidur Jeffy menggelengkan kepala ia pergi menuju rumah Citra untuk mengantarkan cewek itu terlebih dahulu.

Setelah sampai di depan rumah Citra, Jeffry menepuk pelan pipi Citra untuk membangunkan ia sudah menganggap Citra itu adik kandungnya juga semua anggota keluarga Vania menganggap Citra keluarganya.

Citra bangun, “Hem udah sampai bang?”tanya Citra mengucek kedua matanya.

“Jangan dikucek, iya udah sampai.”

Vania melihat ke samping kalau adiknya masih tidur ia keluar membawa tas milik Citra dan mengantar cewek itu ke rumah.

“Makasih bang,” ucap Citra yang masih mengantuk.

Jeffry terkekeh ia menggusak rambut Citra, “Sama-sama udah sana masuk istirahat.”

“Gue pulang duluan,” pamit cowok itu diangguki oleh Citra.

Jeffry masuk ke dalam mobil ia melirik ke samping lalu mengusap rambut Vania kemudia ia pergi meninggalkan halaman rumah Citra.

Beberapa menit dalam perjalanan mereka berdua sudah sampai dirumah Jeffry menekan bel mobil mengisyaratkan Pak Handoko yang bekerja sebagai satpam rumahnya.

Seorang pria yang sudah berumur itu membuka gerbang dan mobil yang Jeffry kendarai masuk ke dalam halaman rumah. Jeffry mematikan mobilnya ia melihat ke samping untuk membangunkan adiknya saat melihat wajah lelah Vania ia urungkan.

Jeffry keluar dari mobil dan menyuruh Pak Handoko membawa tas milik Vania ia menuju pintu mobil satunya menggendong Vania ala bridal menuju rumah. Pak Handoko membuka pintu rumah yang menjulang tinggi mereka berdua masuk.

Saat Jeffry ingin melangkahkan kaki menaiki anak tangga ada suara seorang wanita dari belakang menghentikan langkahnya.

“Kenapa?” tanya Clarissa yang baru saja keluar dari dapur.

“Tidur bund kecapean mungkin dia,” jawab Jeffry diangguki oleh Clarissa.

“Yauda kamu bawa ke kamar bang kalau nyariin bunda lagi ke toko bunga,” ujar Clarissa wanita itu meninggalkan anaknya menuju toko.
Btw toko bunga itu milik bunda Vania ya.

Jeffry melanjutkan jalannya menuju kamar adiknya ia membuka pintu tersebut dan membaringkan tubuh Vania dengan perlahan.

“Ini ditaruh mana den?” tanya Pak Handoko yang membawa tas milik Vania.

Jeffry menujuk ke arah meja belajar Vania pria itu jalan menuju arah tunjuk Jeffry kemudia ia berpamit untuk keluar.

Jeffry melepas sepatu adiknya ia menyelimuti tubuh mungil Vania sebatas dada kemudian ia mencium kening Vania sangat lama.

(Mau juga punya abang)

Jeffry keluar ia jalan menuju kamar adik satu nya lagi, “Dek.”

Jevan yang lagi duduk dimeja belajar membelas dengan deheman sambil menatap Jeffry abangnya dengan tatapan datar.

“Aku mau ke kantor ayah nitip kakakmu dia masih tidur,” ujar Jeffry memberi tahu.

“Ya.”

Sifat dua cowok itu berbeda kalau Jeffry sama dengan Vania menampilkan wajah cerianya sedangkan Jevan selalu datar meskipun itu dengan keluarganya dan irit bicara.

Jeffry menghela nafas ia keluar dari kamar adiknya melangkah menuju mobil karna ayahnya meminta tolong dirinya untuk membantu pekerjaan di perusahaan pria tersebut.

Malam tiba Jeffry dan John Smith baru pulang dari kantor sedangkan Clarissa seperti biasa menyiapkan makan malam untuk keluarga tercintanya. Jevan berada di ruang tamu duduk di sofa dengan layar televisi yang cukup lebar itu menyala tetapi tatapan datar cowok itu mengarah pada iPad di genggamannya.

Vania baru bangun dan sudah membersihkan tubuhnya ia menuruni anak tangga dan melihat adiknya yang ladi duduk di sofa cewek itu menghampiri adiknya.

“Dor!” Vania berniat mengageti adiknya tetapi Jevan hanya memandang kakaknya dengan tatapan datar.
Vania kesal sendiri selalu begitu cewek itu bersidekap dada kemudian melihat sekeliling yang nampak sepi.

“kemana semua orang dek?” tanya Vania pada Jevan.

Jevan menutup iPadnya, “Makan.”

Setelah mengucapkan itu Jevan meninggalkan Vania yang masih bingung.

“Kenapa sih dia,” gumamnya mengerutkan alisnya.

“Kenapa sayang?” tanya seorang pria yang abru saja turun dari lantai atas dengan Jeffry yang tak lain ayahnya.

“Jevan tuh yah,” adu Vania padahal adiknya itu tidak melakukan apapun.

“Ada apa dengan Jevan, hm?”

“Tau tuh diajak ngobrol irit banget ngomongnya.”
John Smith terkekeh dengan putrinya ia mengusap rambut anaknya dengan lembut mereka bertiga menuju dapur di sana sudah ada Jevan dan bundanya yang lagi menyiapkan makan malam.

“Ayo-ayo makan,” seru Clarissa

Mereka makan dengan khidmat hanya ada suara dentuman sendok yang lagi berkelahi dengan piring.

♪♪♪

Keesokan paginya Vania seperti biasa susah banget untuk dibangunin kini cewek itu sudah bangun setelah sekian banyak nya Clarissa naik turun hanya untuk membangunkan putrinya itu.

Vania sudah siap ia mengambil tas beserta name tag yang sudah ia buat kemarin kemudian ia turun menuju meja makan yang sudah dipenuhi dengan keluarga nya.

“Pagi semua,” sapanya dengan semangat.

“Pagi.”

“Pagi sayang.”

“Tidur nyenyak?” tanya John Smith diangguki oleh Vania.

Mereka seperti biasa makan bersama dengan khidmat setelah makan Vania diantar terlebih dahulu oleh ayahnya sebab cewek itu tidak mau berangkat dengan Abangnya Jeffry.

Saat sampai berada di depan sekolah SMA Elang Vania mencium pipi ayahnya terlebih dahulu.

"Sudah semua sayang?" tanya John Smith.

Vania mengangguk kan kepala setelah dibantu oleh adiknya Jevan untuk mengeluarkan kayu bakar yang ia bawa atas perintah anggota osis.

"Dada kalian," Vania melambaikan tangannya dengan tersenyum lebar saat itu juga mobil yang di kendarai John Smith meninggalkan halaman sekolah SMA Elang.

Next Chapter.

My First Love (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang