Pengakuan Victor

1.4K 84 20
                                    

Awas typo nya

HAPPY READING





Flashback on

Victor mengatur pertemuan dengan Arif di sebuah kafe yang tenang. Kafe tersebut berada di sudut kota dan dikenal dengan suasananya yang nyaman dan privasi yang terjaga. Mereka berdua memilih meja di pojok yang agak tersembunyi memungkinkan mereka berbicara dengan tenang tanpa khawatir didengar orang lain.

Di tengah perbincangan mereka Victor tiba-tiba melihat sesuatu yang menarik perhatiannya. Dari kejauhan dia melihat Laura dan Kevin sedang berjabat tangan di sudut kafe. Melihat keduanya bersama di tempat itu Victor merasa ada yang aneh.

“Ada apa?” tanya Arif yang mengikuti arah pandang Victor.

Victor masih fokus pada Laura dan Kevin. “Itu bukannya Laura sama Kevin ya?” gumamnya dalam hati. Ia berusaha meyakinkan dirinya bahwa dia benar-benar melihat mereka berdua. Laura tampak berbicara serius sementara Kevin menyimak dengan ekspresi yang sulit dibaca.

“Lo kenal?” tanya Arif mencoba mendapatkan penjelasan dari Victor.

Victor mengangguk. “Mereka temen gue satu sekolah. Ngapain mereka berdua ada di sini?” pikirnya bingung sepertinya ada yang tidak beres.

Victor segera berdiri dan mengajak Arif mendekati tempat di mana Laura dan Kevin berada. “Gue harus tahu apa yang mereka lakukan di sini,” ujar Victor dengan tekad.

Saat Victor dan Arif mendekat mereka bisa mendengar potongan percakapan antara Laura dan Kevin. Laura tampak memberikan instruksi atau nasihat kepada Kevin sementara Kevin tampak ragu-ragu dan terus mengangguk.

Victor dan Arif berhenti di jarak yang cukup dekat untuk mendengar percakapan mereka tanpa diketahui dan menyiapkan sebuah rekaman di ponselnya.

Di kafe yang sama Laura tampak serius saat berbicara dengan Kevin. “Gue mau minta bantuan sama lo,” ujarnya dengan nada tegas namun rendah.

Kevin menatap Laura, penasaran. “Bantuan apa?”

Laura menatapnya dengan intens. “Gue mau lo bantu cari cara buat misahin Vania sama Dirgantara,” lanjutnya, suara penuh kemarahan.

Kevin langsung mengenali nama-nama yang disebutkan. “Bangsat, gue kenal siapa mereka!” teriaknya sambil menggebrak meja, wajahnya merah karena kemarahan.

Laura tetap tenang, bahkan dengan sedikit senyum. “Ya, maka dari itu gue minta bantuan sama lo. Pisahin mereka berdua.”

“Cewek gila!” Kevin berdiri tampaknya akan meninggalkan kafe. Namun, Laura cepat-cepat mencegahnya.

“Gue bayar!” serunya.

“Ogah!” Kevin hampir pergi tapi Laura menawarkan sesuatu yang menarik.

“Berapapun yang lo mau,” ujar Laura dengan nada meyakinkan. Kevin berhenti sejenak terlihat berpikir keras karena dalam keadaan finansial yang sulit.

Akhirnya, Kevin mengangguk tampak menyetujui tawaran Laura. “Oke!” ujar Kevin, menjabat tangan Laura dengan serius.

Laura tersenyum licik. “Apa rencana lo?” tanya Kevin penasaran.

“Kita harus bikin situasi mereka berdua gak percaya lagi satu sama lain,” jawab Laura dengan semangat matanya berkilat.

“Lo deketin Vania dan gue sebisa mungkin deketin Dirgantara. Terserah lo mau deketin dengan cara apa yang penting bikin mereka saling bertengkar dan akhirnya gak saling percaya,” jelas Laura.

My First Love (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang