Kebersamaan

1.4K 88 6
                                    

Awas typo nya

HAPPY READING



Pagi itu sangat cerah sinar matahari menembus jendela dan menyinari seluruh kamar Vania dengan lembut. Cahaya matahari pagi yang hangat memantul di dinding menciptakan pola-pola cerah yang menyebar di lantai.

Vania terbangun dengan perlahan matahari yang bersinar langsung menyentuh wajahnya memberikan sensasi hangat yang menyenangkan. Ia membuka matanya dan melihat sekeliling kamar yang diterangi oleh cahaya pagi.

Seperti biasanya, Vania langsung menuju kamar mandi setelah terbangun. Dia mengambil handuk dari gantungan lalu memulai rutinitas pagi dengan cepat. Setelah mandi ia menyikat gigi dan merapikan rambutnya. Vania mengenakan seragam sekolahnya menyiapkan perlengkapan yang dibutuhkan, dan memastikan segala sesuatu sudah siap.

Setelah semua persiapannya selesai Vania turun ke bawah. Di meja makan sudah ada Jeffry, kakaknya, dan Jevan, adiknya yang sedang asyik sarapan. Jeffry sudah menyiapkan sarapan untuk Vania tapi Vania memilih untuk membuat bekal sendiri.

"Vania, sarapannya sudah kakak siapin," ujar Jeffry dengan nada lembut berharap Vania akan merespons.

Vania tidak menjawab. Dia berjalan ke dapur untuk mencari kotak bekal dan botol air minumnya. Setelah menemukannya ia mulai mengoleskan selai di atas roti tawar sambil sesekali melirik Jevan yang sibuk menikmati sarapannya.

"Kamu mau bawa bekal?" tanya Jeffry, memperhatikan adiknya yang diam-diam menyiapkan sarapan sendiri.

Vania tetap tidak merespons dia hanya memasukkan roti dan botol air ke dalam tasnya dengan tenang.

"Kamu sama Jevan kakak anter ke sekolah lagi, ya?" lanjut Jeffry mencoba mengajak bicara.

Namun, Vania masih tetap bungkam seolah tak mendengar apa yang dikatakan Jeffry. Ia hanya fokus mempersiapkan tasnya menghindari kontak mata dengan kakaknya.

Jevan yang tidak tahu apa yang sedang terjadi di antara mereka berdua hanya memandangi mereka sambil terus mengunyah roti. Matanya berpindah-pindah dari Jeffry ke Vania bingung dengan suasana yang terasa tegang.

Jeffry akhirnya tak tahan lagi dengan keheningan itu. "Kamu masih gak mau ngomong sama kakak?" tanyanya dengan nada sedikit putus asa, berharap ada jawaban dari Vania.

Vania berhenti sejenak tangannya yang sedang merapikan bekal di tas terhenti. Dia menghela napas lalu menatap Jeffry dengan tatapan dingin. "Aku cuma butuh waktu, Kak," jawabnya singkat kemudian menutup tasnya.

Jeffry tampak cemas tapi dia mencoba untuk tetap tenang. "Vania, kakak ngerti kamu marah tapi kita bisa bicarain ini pelan-pelan. Kakak cuma mau semuanya kembali seperti semula."

"Kalian sebenarnya kenapa sih?!" seru Jevan, suaranya meninggi dia menatap Jeffry dan Vania bergantian mencari jawaban.

Vania hanya menghela napas lalu memalingkan wajahnya. Dia tidak mau memperpanjang masalah di depan Jevan yang tidak tahu apa-apa. Jeffry di sisi lain hanya bisa menatap adiknya dengan perasaan campur aduk.

"Enggak ada apa-apa, Jevan," jawab Vania sambil meraih tasnya dan bersiap untuk berangkat sekolah.

"Aku sekolah bareng Kak Dirga," tambahnya singkat, sebelum melangkah keluar tanpa menunggu jawaban dari Jeffry atau Jevan.

Jeffry hanya bisa menatap pintu yang kini tertutup, sementara Jevan masih berdiri di tempatnya bingung dengan apa yang baru saja terjadi. Mereka berdua hanya bisa saling memandang mencoba memahami apa yang sebenarnya terjadi di antara mereka.

Dalam perjalanan menuju SMA Elang Vania duduk diam di dalam mobil milik Dirgantara. Matanya menatap ke luar jendela memperhatikan jalanan yang dipenuhi oleh orang-orang yang sibuk dengan rutinitas pagi mereka. Cuaca cerah namun suasana hati Vania tidak sejalan dengan langit yang biru.

My First Love (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang