***
"Minggu depan adalah hari ulangtahunku," Lisa berkata begitu dipertengahan bulan Maret. Ia bicara pada suaminya yang kini duduk di meja makan, menikmati sarapan yang ia sajikan. Sereal dengan susu cokelat dingin.
"Ya. Aku ingat," Jiyong menjawab, sembari menikmati sendok demi sendok serealnya, juga menatap layar handphonenya. Ia perbesar beberapa gambar dengan jarinya, memperhatikan detail gambar lokasi kejahatan dari kasus yang sedang ia kerjakan.
"Kita akan merayakannya bersama, bukan?" gadis itu juga tengah menikmati sarapannya, sembari menatap tidak suka pada pria di depannya. Bukan kah mereka harusnya saling menatap saat sarapan? Berbincang hangat dengan penuh perhatian?
"Tentu saja. Akan aku belikan kuenya," angguk Jiyong, masih tidak menatap wanita di depannya.
"Hm..." Lisa menggumam untuk mengiyakannya. Tidak lagi ia miliki topik untuk bicara pada suaminya.
"Ya! Sayang, kalau seseorang dipukul dari- ah... Tidak," Jiyong membatalkan ucapannya. Ia menggeleng kemudian mengangkat kepalanya, menatap gadis yang ada di depannya. "Tidak jadi, maaf, aku lupa kalau kau tidak suka membicarakan pekerjaanku, maaf," katanya, yang kali ini baru memperhatikan wajah sebal gadis di depannya itu.
"Memang apa yang pernah oppa ingat," gadis itu mencibir. Lantas ia bangkit dari duduknya, membuang sisa susu dalam mangkuknya ke westafel dan meninggalkan mangkuknya di sana.
Jiyong menghela nafasnya. Lagi-lagi ia melakukan kesalahan. "Hei! Aku minta maaf, hm?!" seru pria itu, setengah berteriak sementara istrinya berada di dalam kamar tidur utama. Lisa sedang melepaskan roll rambut dari poninya, mengumpulkan barang-barangnya ke dalam tas kemudian bersiap untuk pergi kerja.
Keduanya lantas berpisah. Lisa pergi lebih awal, sedang Jiyong mencuci mangkuk sereal mereka sebelum pergi. Lisa berangkat ke tempat kerjanya dengan bus, Jiyong melihat bus itu melaju pergi di saat ia membawa mobilnya melewati halte. Mereka tidak tahu sejak kapan, namun pernikahan mereka tidak lagi terasa menyenangkan.
Hal-hal yang sebelumnya mereka bayangkan, nyatanya tidak pernah terjadi. Alih-alih sepasang suami istri yang saling mencintai, mereka lebih terlihat seperti orang asing yang tinggal di sebuah rumah kost. Orang asing yang kebetulan tidur sekamar.
Jiyong menepati janjinya. Pria itu selalu pulang, setiap hari. Ia pulang ke rumah meski hanya untuk tidur dua jam. Ia pulang ke rumah meski itu sudah pukul tiga atau empat pagi. Di akhir pekan, pria itu pun tetap di rumah. Ia berusaha keras untuk menepati janjinya pada Lisa. Membayar atas kesempatan yang Lisa berikan padanya. Namun anehnya, perasaan senang itu, kebahagiaan yang mereka bayangkan sebelum menikah, tidak lagi terasa.
Tiba di tempat kerjanya, setelah tiga puluh menit duduk di dalam bus, Lisa melangkah masuk menuju meja kerjanya. Baru saja gadis itu masuk, meletakan tasnya dan menyapa rekan-rekannya, seorang rekan lain datang. Namanya Kim Dahyun, gadis sepantaran Lisa yang juga bertanggung jawab atas beberapa cabang minimarket.
Gadis itu tiba di depan pintu sembari memegangi tangan prianya— Jung Jaehyun dari kantor sekretaris. "Aku tidak ingin berpisah denganmu, oppa," katanya manja. Padahal ruang kerja Jung Jaehyun hanya berbeda satu lantai dari sana.
"Dasar pengantin baru," Kim Jennie yang mejanya berada di depan meja Lisa mencibir obrolan itu. Obrolan Kim Daehyun dan suaminya yang sengaja diperkeras, agar semua orang dalam ruang tim marketing itu bisa mendengarnya. Terlebih Lisa yang duduk tidak jauh dari pintu.
"Aku juga tidak ingin berpisah denganmu sayang," balas Sekretaris Jung, salah satu dari enam sekretaris yang bekerja untuk CEO perusahaan mereka. Pangkatnya jelas lebih tinggi daripada manager-manager di tim marketing ini. "Bekerja lah, hubungi aku kalau kau butuh sesuatu, kita makan siang bersama nanti," susulnya, sengaja mengusap pipi Dahyun, kemudian mencium dahi istrinya dengan mata yang fokus menatap mata wanita lain. Menatap Lisa, memastikan gadis itu melihatnya.
Akhirnya pasangan yang tengah dimabuk cinta itu berpisah. Jung Jaehyun pergi ke meja kerjanya, begitu juga dengan istrinya. Kim Dahyun harus melewati meja Jennie juga Lisa untuk sampai ke mejanya. Di tengah langkahnya, gadis itu berkata, "Manager Hwang, aku melihatmu datang naik bus tadi. Aku melihatmu di halte, sebenarnya aku ingin menawarimu sampai ke tempat parkir, tapi Jaehyun oppa- maksudku suamiku tidak mengizinkannya, maaf," kata Dahyun, menyapa Lisa yang baru saja duduk di mejanya.
"Ah? Begitu? Ya," angguk Lisa. "Aku juga tidak perlu ke tempat parkir. Untuk apa aku ke sana," susulnya.
"Tapi Manager Hwang, apa suamimu tidak pernah mengantarmu ke kantor? Maksudku, suamimu yang polisi itu punya mobil kan? Tapi kenapa dia tidak pernah mengantarmu?" Kim Dahyun tidak terlihat penasaran. Tujuannya bertanya bukan karena ia ingin tahu. Gadis itu bertanya sebab ingin membuat Lisa kesal, terlihat sangat jelas diraut wajahnya yang mengejek. "Tapi suamimu akan menjemputmu kan?" ia kembali bertanya, meski tahu Lisa sedang menahan dirinya sekarang. Meski ia tahu Lisa sedang berusaha bersabar sekarang. "Heish... Tidak mungkin dia tidak menjemputmu, kau bilang dia sangat mencintaimu. Apanya yang cinta kalau dia tidak mengantar atau menjemputmu?" katanya, berharap Lisa akan segera meledak karena ucapannya.
"Ya! Manager Kim," Jennie bersuara. "Fokus saja pada pekerjaan dan urusanmu sendiri, tidak perlu mengkhawatirkan-"
"Manager Kim, apa aku tidak boleh bertanya? Kita semua punya hak yang sama untuk bertanya," potong Dahyun, yang merasa sudah memiliki segalanya sebab suaminya berada dipangkat yang berbeda dari mereka. Apapun yang terjadi, Jung Jaehyun pasti akan membelanya. Kim Dahyun merasa kalau suaminya punya banyak kekuasaan dengan pangkatnya yang sekarang.
"Manager Kim, apa kau dan suamimu punya masalah keuangan? Kalian harus berangkat dan pulang kerja bersama? Setiap hari? Untuk berhemat?" kata Lisa, balas bertanya. "Atau kau mulai tua dan sakit? Alzheimer? Demensia? Kau tidak bisa mengingat jalan dari rumah ke kantor? Atau dari tempat parkir ke sini? Jadi kau perlu diantar? Mejamu yang itu, kalau kau lupa," susulnya, kali ini sembari menunjuk meja kerja Kim Dahyun, di sudut ruangan. Meja dengan tumpukan berkas paling banyak. Bukan karena gadis itu bekerja keras dengan beban kerja paling besar, tapi sebaliknya.
"Ah... Manager Kim sekarang mulai pelupa?" Jisoo ikut berkomentar, ia yang duduk tepat di sebelah Lisa. "Ketua tim ingin kau segera menyerahkan laporanmu. Kau sudah terlambat beberapa hari dengan laporanmu," kata Jisoo.
Kim Dahyun menggerutu. Marah karena Lisa mengejeknya. Namun belum sempat ia berkata-kata, bos mereka sudah lebih dulu datang. Dan alih-alih menyapa, hal pertama yang pria paruh baya itu lakukan adalah menegur Dahyun. Mengatakan kalau performa Dahyun yang paling jelek diantara lainnya. Ia bandingkan Dahyun dengan Jisoo, si pemegang tahta Ratu Penjualan karena toko-toko dibawah kuasanya punya profit paling tinggi.
Lepas Dahyun pergi dari mejanya, juga setelah tidak seorang pun memperhatikannya, Lisa mengetik sebuah pesan di handphonenya. "Jemput aku hari ini," tulisnya dalam pesan yang kemudian ia kirim pada suaminya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Why Do Women Get Angry?
Fanfiction"Baik, aku mau bercerai. Tapi sebelum itu, carikan seseorang untukku," katanya, menatap serius pria di hadapannya. "Siapa?" suaminya bertanya, berharap wanita di depannya bisa segera menandatangani surat cerai mereka. "Cinta pertamaku." . . . . . ...