31

467 81 0
                                    

***

Lisa tidak pernah melakukan ini sebelumnya. Diawali dengan membohongi suaminya, lalu memesan satu tiket kereta dan pergi ke Pilos seorang diri, satu hari setelah ia sampai di rumahnya. Jiyong pergi bekerja sejak pagi, pria itu enggan mengajaknya maka ditinggal lah Lisa sendirian di rumah. Beberapa menit setelahnya, Lisa memutuskan untuk kembali ke Pilos.

Dalam perjalanannya, ia menelepon Choi Seunghyun. Yang nomor teleponnya ia intip dari handphone suaminya, ketika pria itu mandi. "Siapa ini?" Seunghyun bertanya begitu menjawab panggilannya. Perlu dua kali menelepon agar pria itu menjawab panggilannya.

"Aku Lalisa Hwang," Lisa menjawabnya. "Aku mengintip nomor teleponmu dari handphone suamiku, jadi tolong jangan memberitahunya kalau aku menelpon," susulnya, sebelum Seunghyun bereaksi.

"Ah... Begitu? Ada perlu apa meneleponku nyonya?" Seunghyun menjawab, sopan namun canggung. Mereka tidak pernah benar-benar mengobrol berdua, jika tidak ada keperluan mendesak.

"Uhm... Boleh aku tahu dimana aku bisa menemui Ten Lee?" tanya Lisa, melangkah maju dengan keperluannya. "Aku punya beberapa pertanyaan untuknya," susulnya, juga menjelaskan maksudnya.

Seunghyun sempat diam. Rekannya tidak akan senang kalau tahu istrinya pergi menemui penjahat yang sempat menyanderanya. Namun kata-kata Lisa kemudian membuat Seunghyun merasa dipertemukan dengan secercah harapan. Lisa memberitahunya kalau ia punya sesuatu yang dapat membantu penyelidikan mereka, namun sesuatu yang dimilikinya itu perlu ia bicarakan dengan Ten lebih dulu.

"Suamiku tidak akan senang dengan ini," Lisa menjelaskannya. "Dia mungkin akan marah, sangat marah. Tapi aku ingin membantu, karena itu, bisa aku tahu dimana Ten Lee sekarang?"

"Dia ada di penjara," Seunghyun menjawabnya. Jelas mengejutkan Lisa.

"Secepat itu?"

"Ya," Seunghyun menjawabnya dengan anggukan yang tidak bisa Lisa lihat.

"Bagaimana aku bisa menemuinya?" Lisa bertanya, dan beruntungnya Seunghyun mau menemani Lisa pergi ke sana. Dengan catatan, jangan sampai Jiyong mengetahuinya.

Mereka setuju untuk bertemu. Seunghyun menjemput Lisa di stasiun kemudian mereka berkendara menuju tepian kota Pilos dimana penjara itu berada. Jiyong mengetahui perjalan itu, Seunghyun memberitahunya kalau ia akan menemui Ten, namun tidak ia katakan tentang Lisa yang mendadak ikut bersamanya.

"Maaf karena aku merepotkanmu, anda pasti sibuk," kata Lisa, setelah ia dipersilahkan untuk masuk ke dalam mobil Seunghyun.

Sepuluh menit pertama, mereka hanya berbasa-basi. Hanya membicarakan cuaca, jalanan, juga Jiyong yang tidak ada di sana, tanpa menyinggung hal-hal sensitif. Tidak ada yang menikmati pembicaraan itu. Keduanya sama-sama terpaksa bicara, agar tidak ada kesunyian canggung di sana. Mereka tidak dekat, meski sudah saling kenal bertahun-tahun. Hanya mengenal nama satu sama lain tanpa banyak berinteraksi.

Sampai Seunghyun menyinggung tentang alasan Lisa datang. Baru ketika ia bertanya apa yang membuat Lisa ingin menemui Ten, pembicaraan sebenarnya dimulai. "Aku tahu kalau kalian satu sekolah," Seunghyun berucap. "Satu kelas juga?" tanyanya dan Lisa menjawabnya dengan sebuah anggukan kepala.

"Jiyong oppa mengatakan sesuatu?" tanya Lisa kemudian, membuat Seunghyun menoleh, namun cepat-cepat kembali menatap ke depan, melihat lagi jalanan di depan mereka.

"Sesuatu seperti apa?" Seunghyun bertanya namun Lisa membisu. Beberapa detik gadis itu diam, lalu menghela nafasnya dan menggeleng. Mengatakan kalau Seunghyun akan tahu semuanya nanti, jika mereka berhasil menemui Ten.

"Sepertinya hubungan kalian bukan sekedar teman sekelas biasa," Seunghyun berkomentar, akan jawaban Lisa yang tidak meredakan rasa hausnya akan informasi.

"Hm... Bisa dibilang kami memang dekat," cerita Lisa. "Di sekolah kami cukup dekat," susulnya.

Lama mereka berbincang-bincang, Lisa memberitahu Seunghyun pendapatnya tentang Ten. Mengatakan kalau Ten masih terlihat sama seperti ketika mereka dekat. "Kalau normalnya seseorang akan terlihat berbeda setelah bertahun-tahun tidak bertemu, Ten terlihat masih sama, bagiku," kata Lisa. "Dan sayangnya, kesamaan itu bukan sesuatu yang positif," susulnya.

"Aku mengenalnya sejak kelas sepuluh. Kami tidak berteman ketika itu, tapi aku mengenalnya karena dia memang sering berkelahi, sering dihukum. Anak-anak berandal sepertinya, sudah pasti terkenal di sekolah. Setidaknya ketika itu, kami masih berada di masa ketika pria-pria nakal terlihat sangat menggoda. Pria baik akan menuntunmu ke surga, tapi pria nakal membuatmu merasa sudah sampai di sana. Begitu pendapatku tentangnya," cerita Lisa, yang jelas tidak akan pernah ia ceritakan pada suaminya. Kecuali ia ingin benar-benar bercerai, cerita itu terlarang untuk Jiyong. Kisah itu perlu ia rahasiakan dari suaminya.

"Jiyong bilang kalian tidak pernah bertemu lagi sejak hari kelulusan," Seunghyun berkomentar. "Berarti, pertemanan kalian hanya 3 tahun? Semasa sekolah? Kalian tidak bertemu lagi setelah lulus, bagaimana kau tahu dia tidak berubah?" ia menghujani lawan bicaranya dengan pertanyaan.

"Uhm... Karena dia sama seperti yang aku bayangkan?" tanya Lisa, terdengar ragu. "Ketika bertemu dengannya, aku takut. Tapi, rasa takut itu terasa familiar. Caranya bicara, caranya bercerita, semuanya familiar. Aku merasa seperti ah... Perasaanku memang selalu begini setiap kali aku bertemu dengannya. Tapi perasaan itu tidak bisa dijadikan bukti, kan?" jelasnya.

"Bagaimana dia ketika masih sekolah dulu?" Seunghyun bertanya, meski ia masih tidak percaya kalau seseorang tidak berubah. Ten yang Lisa kenal dulu, mungkin berbeda dari yang Seunghyun kenal, namun pendapat itu bisa saja menjadi petunjuk baru untuknya.

"Dulu, ja hanya seorang remaja biasa, dengan kenakalan biasa," jawab Lisa. "Ia merasa bisa menjadi siapa pun. Apapun yang aku lakukan, aku akan jadi yang terbaik. Apapun akan aku lakukan untuk sesuatu yang aku inginkan. Aku harus mendapatkan apapun yang aku inginkan. Semua hal benar, selama aku mendapatkan apa yang aku inginkan. Remaja pada umumnya, yang hanya memikirkan dirinya sendiri. Aku, hanya aku yang pantas mendapatkan segalanya. Aku, hanya aku yang benar. Aku, hanya aku yang perasaannya perlu dijaga. Egois, menyebalkan, narcissistic, kedengarannya buruk, tapi semua orang pernah begitu ketika remaja. Beberapa pun masih begitu, meski tidak lagi remaja. Tidak ada toleransi, semua orang harus peduli padaku, jika tidak, aku akan memberontak, aku akan sangat terluka, aku akan sangat hancur dan hilang kendali, meledak, tidak lagi bisa dikontrol. Ten, remaja yang seperti itu dulu, dan dia masih seperti itu sekarang," nilai Lisa.

"Apa alasanmu ingin bertemu dengannya, tanpa sepengetahuan Jiyong? Bukti apa yang kau ceritakan?" tanya Seunghyun kemudian.

"Bukti," Lisa berkata sembari mengusap tas di pangkuannya. "Sesuatu, yang tidak akan pernah ditemukan oleh siapapun. Bahkan aku tidak tahu kalau aku memilikinya," susulnya, membuat Seunghyun merasa kurang nyaman. Penasaran sekaligus heran pada Lisa yang tidak memberikan bukti itu pada suaminya, dan justru ingin memberitahu Ten lebih dulu.

***

Why Do Women Get Angry?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang