***
"Terima kasih," senyum Lisa mengembang karena teman-temannya memberinya ucapan selamat ulang tahun hari ini. Bukan hanya ucapan selamat, Lisa pun dibelikan kue dengan lilin oleh rekan-rekan kerjanya itu.
Sejak pagi, suasana hatinya baik sekali. Jiyong mengingat ulang tahunnya, rekan-rekan merayakan pesta kecil untuknya sebelum mulai bekerja dan nanti malam Jiyong berjanji akan merayakan pesta ulang tahun lain untuknya. Sepasang sepatu cantik yang Jiyong berikan sebagai hadiah ulang tahun juga membuatnya luar biasa bahagia.
Saking bahagianya, Lisa tidak lagi peduli pada ocehan Dahyun. Ia abaikan Dahyun yang memamerkan anting-anting pemberian Jaehyun. "Kami tidak perlu hari spesial hanya untuk memberi hadiah," kata Dahyun dan Lisa tidak memedulikannya karena terlampau bahagia.
Sepanjang hari ia bekerja sembari menunggu-nunggu waktunya pulang. Menunggu-nunggu Jiyong akan menjemputnya. Sampai tiba waktunya pulang dan Lisa berpapasan dengan Jaehyun di lift perusahaan. Gadis itu akan melangkah masuk ke dalam lift, sedang Jaehyun ingin keluar dari dalamnya.
Lisa enggan berbasa-basi, namun Jaehyun menahannya. Membuat gadis itu ketinggalan lift. Membuat Lisa menatapnya sebal. "Hari ini ulang tahunmu, kan?" Jaehyun bertanya dan Lisa tidak menjawabnya. "Kau tidak mengundang kami untuk merayakan pesta ulang tahunmu?" susulnya namun Lisa hanya menghela nafasnya. "Aku tahu gajimu tidak seberapa. Tapi apa suamimu pun begitu? Dia tidak bisa membayar pesta ulang tahun untukmu?" katanya, jelas ingin menyombong. Kalau aku yang jadi suamimu, aku pasti membuatkan pesta ulang tahun yang meriah untukmu— begitu kalimat yang ia pancarkan lewat tatapannya. "Kasihan. Karena itu, kau tidak seharusnya menikah jika belum mapan," susul Jaehyun, bersamaan dengan suara Dahyun yang berisik memenuhi lorong. Gadis itu menghampiri Jaehyun yang menjemputnya, berlari kecil sembari melapor kalau ia baru saja bertemu dengan ketua timnya. Baru saja dimarahi ketua timnya karena performa kerjanya yang rendah.
Bersama dengan Lisa, saat ini Jaehyun dan Dahyun pun berdiri di dalam lift. Mereka berdiri bersama pegawai lain yang juga harus pulang kerja. Tidak ada banyak obrolan, kecuali suara kekehan kecil dari pasangan suami istri di depan pintu itu. Dahyun bercerita kalau hari ini dia dipuji karena tampilan presentasinya yang cantik. Hanya cantik, tapi kosong— nilai Lisa tanpa membuka mulutnya. Dahyun tidak berbohong, hari ini bos mereka memang memuji tampilan presentasinya. Perpaduan warna biru dan merah muda yang cantik, dengan gambar-gambar bunga cantik yang sebenarnya tidak berguna. Laporan yang gadis itu presentasikan justru membuat bos mereka marah, karena profit rendah yang bahkan lebih rendah dari bulan lalu. Dahyun tidak menceritakan bagian pentingnya.
Pasangan suami istri itu harusnya turun di lantai empat, dimana mobil mereka biasa terparkir. Namun karena ingin melihat Lisa pulang, Jaehyun mengajak Dahyun untuk makan malam di sekitaran kantor. Makan pasta di restoran sebrang gedung. Begitu tiba di luar, Lisa langsung menemukan suaminya. Pria itu keluar dari mobilnya tepat setelah melihat Lisa meninggalkan pintu utama perusahaan. Melambai untuk menyapa Lisa yang berlari kecil menghampirinya.
Sebentar Jiyong bertukar tatap dengan Jung Jaehyun. Bukan tatapan yang menyenangkan, bukan tatapan ramah yang biasa Jiyong tunjukan pada istrinya. Pria itu kemudian merangkul bahu Lisa, mengajaknya untuk bergegas ke mobil. Mobil mereka sudah kembali, sudah cantik seperti baru.
"Berapa yang oppa habiskan untuknya?" tanya Lisa, melirik mobil Jiyong yang pagi tadi belum ada di rumah. Sampai pagi tadi Jiyong masih memakai mobil sewaannya.
"Sama seperti yang aku habiskan untuk itu?" balas Jiyong, melirik sepatu baru di kaki Lisa. Sepatu yang ia beli untuk hadiah ulang tahun istrinya. Ia buka pintu mobilnya, mempersilahkan Lisa untuk masuk ke sana.
"Uang apa yang oppa pakai? Aku tidak ingat melihat tagihan sebesar itu hari ini," Lisa kembali bertanya, tepat setelah Jiyong menyusulnya masuk ke dalam mobil. Bahunya sudah sembuh sekarang, ia bisa mengemudi dengan mudah.
"Gajiku?" Jiyong mulai mengemudi, sedang gadis di sebelahnya melihatnya dengan tatapan curiga.
Jiyong memasukan semua kekayaannya ke dalam rekening bersama. Semua uang yang ia terima dari warisan kakeknya, hasil ganti rugi dari sebidang tanah yang pernah ia beli beberapa tahun lalu, semua miliknya ia masukan ke dalam rekening bersama. Uang yang tidak akan habis bahkan jika mereka sama-sama menganggur selama 10 tahun. Ia maupun Lisa bisa memakai semua uang itu, mereka pun sama-sama menerima notifikasi jika seseorang memakai uang itu.
"Bohong," komentar Lisa. "Oppa punya pemasukan lain selain gajimu? Biaya bengkel dan harga sepatuku tidak akan cukup kalau hanya dibayar dengan gajimu. Jangan merahasiakan yang seperti itu dariku... Oppa tidak menerima suap kan? Aku tidak akan memaafkanmu kalau oppa menerima suap," tanyanya.
"Tidak," bantah Jiyong. "Aku tidak berbohong apalagi menerima suap," tegas pria itu. "Aku benar-benar memakai gajiku. Aku menabung dengan gajiku untuk membelikanmu hadiah. Menabung dua bulan cukup untuk membelinya," tenang pria itu, namun Lisa belum puas dengan jawabannya.
"Lalu biaya bengkelnya?"
"Gaji bulan ini. Aku sudah gajian dua hari lalu," katanya.
"Oppa memakai semua gajimu untuk memperbaiki mobil? Benar-benar semuanya?"
"Aku mengganti ban dan beberapa bagian juga," kata Jiyong, tersenyum sebab ia tahu Lisa akan mengerutkan dahinya. "Karena itu, bulan ini, aku tidak bisa menabung dan memberimu uang belanja. Tenang saja, bulan depan akan aku beri double," susulnya.
"Sudah tidak ada uang lagi di rekeningmu?" tanya Lisa dan senyum Jiyong jadi semakin lebar karenanya.
"Masih ada beberapa ribu," santainya. "Aku masih bisa mentraktirmu makan enak malam ini, kau ulang tahun hari ini. Aku juga sudah membeli kue," ucapnya, menunjuk sebuah kotak kue ulang tahun di kursi belakang.
Lisa menghela nafasnya. Kemudian mengusap rambut di bagian belakang kepala Jiyong. "Untung saja aku sedang senang hari ini," katanya, yang kemudian mengambil handphonenya, mengirim uang dari rekeningnya untuk suaminya. "Itu untuk makan siang dan rokokmu. Jangan hanya makan mie instan seperti pengangguran," susul Lisa setelah ia mengirimi suaminya uang.
Malam itu menyenangkan. Lisa senang diajak makan malam, memotong kue di restoran sembari minum wine, kemudian pergi ke bioskop untuk menonton film. Sampai akhirnya mereka harus pulang karena besok bukan akhir pekan. Di ranjang, gadis itu mengusap pipi suaminya, lantas memeluknya. Berterima kasih sebab Jiyong menepati janjinya. Berterima kasih sebab Jiyong tidak pergi ditengah-tengah kencan mereka demi urusan pekerjaannya.
"Apa tidak apa-apa kalau oppa tidak pergi?" tanyanya, sebab di tengah film tadi, Jiyong menerima sebuah panggilan dari partnernya, Choi Seunghyun.
"Tidak apa-apa," tenang Jiyong, balas memeluk istrinya, juga mencium puncak kepalanya. "Aku bisa ke kantor besok," katanya.
"Bagaimana kalau teleponnya ternyata penting?"
"Pasti penting," katanya. "Tapi bukan sesuatu yang darurat. Kalau telepon itu darurat, dia pasti menelepon lagi," santai pria itu, lantas merubah posisi tidurnya, menghadap langit-langit kamar setelah melirik jam di nakas. Saat itu, sudah hampir tengah malam. "Pria berengsek itu masih suka mengganggumu?" Jiyong bertanya, sembari tangannya mengusap-usap helai rambut wanita di sampingnya. "Haruskah aku menangkapnya? Bajingan mesum itu?" susulnya, mengingat lagi pria di depan kantor Lisa tadi.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Why Do Women Get Angry?
Fanfic"Baik, aku mau bercerai. Tapi sebelum itu, carikan seseorang untukku," katanya, menatap serius pria di hadapannya. "Siapa?" suaminya bertanya, berharap wanita di depannya bisa segera menandatangani surat cerai mereka. "Cinta pertamaku." . . . . . ...