21

453 87 9
                                    

***

Sebentar Lisa merasakan rambutnya di usap. Ia masih memejamkan matanya, mengeratkan pelukannya, membuat Jiyong sadar kalau gadis itu sudah bangun. Namun yang selanjutnya terjadi, Jiyong beranjak, bangkit meninggalkan ranjang dan masuk ke kamar mandi. Pria itu masih meragukan hubungan mereka.

Setelah mandi, Lisa kembali berkemas. Sedang suaminya berdiri di balkon, merokok sembari memandangi kota Pilos dengan pemandangannya. Di ladang tanah kering tidak jauh dari sana, ada perkebunan bunga. Kelopak-kelopak kecil dari baby breath memenuhi ladang, membuatnya terlihat seperti gumpalan permen kapas warna warni. Bunga itu yang membuat kota Pilos disebut Pilos.

Sesekali Lisa memandang punggung suaminya. Perjalanan ini pasti menyenangkan kalau mereka tidak sedang bertengkar. Sangat jarang mereka bisa pergi berlibur keluar kota, begitu bisa pergi, justru keadaan tidak sedang baik-baik saja.

"Apa yang terjadi kemarin?" Lisa bertanya, akhirnya membuka obrolan setelah lama mereka diam.

"Prostitusi anak dibawah umur," pria itu menjawab, masih sembari duduk di balkon, sama sekali tidak menoleh untuk obrolan yang lebih intens.

"Wanita yang dipaksa masuk, dia baik-baik saja?"

"Ya," singkat pria itu.

"Oppa," gadis itu kemudian memanggil. "Semalam aku baru mengingatnya, apa alasanku menyukaimu. Maaf, karena sempat melupakannya," katanya, disusul pemberitahuan kalau ia sudah selesai berkemas.

Mereka berencana untuk pergi ke sekolah tempat Lisa dulu belajar. Namun sebelum itu, tentu mereka harus sarapan di hotel lebih dulu. Jiyong ingin pergi ke restoran hotel itu, sedang Lisa ingin menikmati sarapan mereka di kamar, di balkon dan hanya berdua. Kali ini Jiyong mengalah, ia turuti permintaan istrinya, membiarkan wanita itu memesan layanan kamar.

Sembari makan, Jiyong tiba-tiba bersuara. Bertanya tentang alasan Lisa ingin menemukan cinta pertamanya. Gadis itu tidak kelihatan ingin kembali kepada cinta pertamanya. Ia pun tidak kelihatan berhutang budi pada pria itu. Jiyong benar-benar tidak tahu alasan Lisa ingin bertemu dengan pria yang sudah lama tidak dihubunginya itu.

"Hanya ingin, sudah lama aku tidak menemuinya," kata Lisa, yang sengaja menatap suaminya kemudian melihat raut kesal di sana. Pria itu cemburu lalu membuat lawan bicaranya tersenyum. "Oppa cemburu? Aku tidak boleh menemuinya? Kita tidak perlu menemuinya kalau oppa keberatan," Lisa kembali berucap. Jiyong bisa saja mengiyakan kata-kata itu. Ia bisa saja melarang istrinya untuk menemui pria lain. Namun jika begitu, jika ia melarangnya, mereka tidak akan bercerai.

"Aku sudah selesai," kata pria itu, menghindari pertanyaan Lisa sebab tidak diketahuinya mana yang lebih ia inginkan. Manusia adalah mahluk yang paling rumit, meski mengetahui itu, Jiyong tidak pernah tahu kalau hati dan kepalanya akan jadi serumit sekarang. Rasanya, mencari petunjuk dan menangkap penjahat jauh lebih mudah dibanding dengan memperjelas keinginannya.

Pria itu lantas bangkit, akan meninggalkan kamar hotel mereka. Lisa menahan tangannya, lalu bertanya, "dulu, setelah dari kantor polisi, kenapa oppa memberiku permen?" katanya, yang kemudian melepaskan pegangannya, membiarkan Jiyong untuk pergi lebih dulu. Seperti dirinya yang merasa hangat setelah mengingat pertemuan pertama mereka, Jiyong pun perlu mengingatnya. Siapa tahu, ingatan itu bisa membuat cintanya kembali.

Bukan tidak ingat, sembari melangkah meninggalkan lorong hotel itu, akan kembali ke mobil, Jiyong memikirkan alasannya memberi Lisa permen. Rasanya, ia tidak punya alasan apapun ketika itu. Ia hanya merasa perlu memberikan Lisa sesuatu, untuk mengganti kopi yang sebelumnya gadis itu berikan. Kebetulan permen yang saat itu berada dekat dengannya. Namun ia bersyukur, karena memberikan permen itu, yang rasanya seperti tombol untuk memulai hubungan mereka. Tanpa permen itu, mungkin mereka tidak akan bertemu lagi.

Setengah jam Jiyong menunggu, dan istrinya keluar dengan koper mereka. Jiyong menghampirinya, meraih koper mereka untuk ia masukan ke dalam bagasi mobil. Selanjutnya, mereka berkendara, pergi menuju sekolah menengah tempat Lisa pernah belajar.

"Kenapa kau pindah begitu lulus?" tanya Jiyong, membuka pembicaraan diantara mereka. Lisa tersenyum mendengarnya, merasa kalau suaminya perlahan-lahan mendekat lagi padanya.

"Sebenarnya orangtuaku sudah pindah lebih dulu, sekitar satu bulan sebelum hari kelulusan. Karena pekerjaan ayahku," jawab Lisa. "Tapi pindah sekolah satu bulan sebelum kelulusan rasanya aneh, iya kan? Jadi aku tetap tinggal di sini sendirian, selama kurang lebih satu bulan, sampai hari kelulusan. Lalu, karena sudah lulus, sudah mendapatkan ijazahku, sudah datang ke upacara kelulusan juga, aku menyusul orangtuaku," ceritanya.

"Kau tidak mengurus kuliahmu? Mendaftar kuliah lewat sekolah?"

"Harusnya begitu," angguk Lisa. "Aku diterima kuliah dengan jalur mandiri. Tidak dengan rekomendasi sekolah," katanya.

Jiyong mengangguk dan obrolan mulai berhenti. Merasa dirinya perlu bicara lebih banyak—agar Jiyong merespon lagi— Lisa kembali bicara, "awalnya aku ingin tetap tinggal, mengurus kuliahku. Tapi karena sesuatu terjadi, aku memutuskan untuk ikut pergi bersama orangtuaku, hari itu juga," katanya.

"Apa yang terjadi?" Jiyong harusnya bertanya begitu. Namun alih-alih bertanya, pria itu justru mengangguk kemudian menekan tombol di roda kemudinya. Sebuah panggilan masuk ke handphonenya yang sudah terhubung dengan mobil mereka. "Ya, ada apa?" tanyanya, menerima sebuah panggilan dari rekan kerjanya di kantor polisi. "Aku sedang mengemudi sekarang," susulnya, memberi tanda agar si penelepon bisa langsung melewati tahap basa-basinya.

"Hyung, ada kasus baru di Pilos-"

"Ya! Tidak perlu meneleponnya, dia sedang cuti!" seru lain seorang di seberang telepon, yang kelihatannya juga merebut si pemilik telepon. "Kau tidak perlu datang, tidak perlu ikut campur, nikmati saja cutimu," katanya kemudian, Choi Seunghyun yang sedang bicara pada Jiyong.

"Aku di Pilos sekarang. Tapi kenapa kasusnya diberikan pada kita? Pilos bukan wilayah kita," Jiyong membalasnya, sedang di sebelahnya Lisa hanya bisa diam. Ia mendengar semua pembicaraan itu. Pembicaraan itu menggantikan suara musik yang sebelumnya mengalun. Pembicaraan yang membuat Lisa resah karena merasa akan ditinggalkan lagi. Bahkan disaat mereka tengah berusaha memperbaiki pernikahan mereka, Jiyong tetap dipaksa bekerja, jelas Lisa kesal karenanya.

"Kepala Park meninggal di Pilos," Seunghyun berkata, tanpa tahu kalau ada orang lain yang sedang mendengarkan mereka. "Di rumah liburannya, dekat pantai," katanya bersamaan dengan Jiyong yang mengakhiri koneksi handphonenya dengan mobil, pria itu menepikan mobilnya, lantas meraih handphonenya dan kembali bicara pada Seunghyun.

"Apa yang terjadi?" ulang Jiyong. Tidak ia biarkan Lisa mendengar lebih banyak karena biasanya obrolan itu tidak akan berakhir menyenangkan. Jadi, ia putuskan untuk keluar sebentar dari mobilnya.

"Kepala Park dilaporkan meninggal di rumah liburannya," Seunghyun mengulangi lagi informasinya. "Tim Jatrantas di Pilos sudah mengurusnya tapi petinggi ingin kita yang mengambil alih kasus itu. Karena kau ada di Pilos, tolong mampir lah sebentar ke sana. Aku dan yang lainnya akan berangkat ke sana sekarang," katanya. Kepala Park adalah atasan langsung mereka. Seorang Detektif Senior yang mengepalai unit Jatrantas di kepolisian Bellis. Kepala yang bertanggung jawab atas kerja enam tim detektif di unit Jatrantas.

"Kapan? Bagaimana dia meninggal?" Jiyong bertanya, sembari sesekali melirik Lisa yang duduk bosan di dalam mobil. Ketidak sukaan tergambar jelas di raut wajahnya. Raut sebal, sama seperti ketika Jiyong pulang larut karena pekerjaannya.

"Dia ditemukan jatuh dari tangga, tapi penyebab kematiannya belum diketahui. Seorang pelayan melihatnya terkapar di lantai, di dekat tangga, satu setengah jam yang lalu dan langsung melaporkannya. Beritanya cepat sampai ke atasan karena dia calon kepala kepolisian selanjutnya," jelas Seunghyun.

Jiyong tidak memberikan jawaban pasti. Tidak ia katakan alasannya berada di Pilos, tidak juga ia janjikan kalau dirinya bisa datang ke lokasi kejadian perkara itu. Setelah menelepon, pria itu kembali masuk ke dalam mobil. Kembali duduk, kembali menyalakan mesin mobilnya.

"Apa kasus itu lebih penting daripada aku?" Lisa lantas bertanya.

***

Aku kemaren2 daftar jadi asisten dosen sama dosen non pns di UB, di kampus aku kemarin... Besok tanggal 9 pengumumannya, baru seleksi administrasi sih, tapi doain aku lolos yaaa biar ngga jadi pengangguran teruss~~ 🥲🥲🥲

Why Do Women Get Angry?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang