***
Hari Jumat datang, namun tidak ada kebahagiaan di sana. Lisa merindukan Jiyong, namun pria itu sudah memberitahunya kalau ia akan pulang besok. Lisa tidak berani merengek dan meminta pria itu datang. Jiyong mungkin akan jadi semakin muak, semakin yakin untuk bercerai jika ia melakukannya.
Meski sedih, meski tidak bersemangat melakukan apapun, Lisa tetap mandi, ia pun tetap makan. Ia harus hidup, setidaknya sampai besok, sampai Jiyong datang dan mereka bisa membicarakan semua masalah yang telah terjadi. Lisa memesan makan kemarin. Semangkuk mie dengan sup seafood pedas di atasnya-jjampong. Mie gandung itu sudah ia pesan sejak kemarin, namun sampai hari ini helai-helainya belum habis. Sampai hari ini, meski rasanya sudah berubah, meski mienya sudah mengembang dan tidak lagi kelihatan enak, Lisa masih memakannya. Aku hanya makan untuk bertahan hidup, untuk apa menikmatinya-begitu anggapannya.
TV di depannya menyala, memutar berbagai acara yang tidak Lisa tonton. Setiap detiknya gadis itu berkedip, memikirkan cara ia bisa menarik kembali hati Jiyong. Mencari cara agar pernikahannya bisa dipertahankan. Sekeras apapun ia berfikir, satu hal yang selalu muncul dalam angannya-ia tidak ingin bercerai. Bagaimana bisa ia buat Jiyong mempercayainya? Bagaimana bisa ia buat suaminya kembali memaafkannya?
"Aku memaafkannya saat dia pergi dari resepsi. Aku memaafkannya saat ia melupakan hari anniversary kami. Tapi kenapa dia tidak bisa memaafkanku juga?" ratap gadis itu frustasi, meski dalam dirinya ia tahu kalau kesalahannya tidak termaafkan. Lisa tahu kalau mengatakan jika ia menyesali pernikahan itu adalah kesalahan tak termaafkan. Mungkin sama seperti Jiyong, ia pun akan menuntut cerai kalau pasangannya bilang begitu.
Bahkan ia kesulitan memaafkan kata-katanya sendiri. Bagaimana ia bisa membujuk Jiyong untuk memaafkannya. Lisa tidak punya petunjuk apapun. Ia terus melamun di depan TV yang memutar acara-acara acak. Sesuatu yang hampir tidak pernah ia tonton sebelumnya. Semua yang muncul di depan matanya, ia pandangi tanpa berusaha memahaminya. Ia hanya butuh suara TV itu, agar rumahnya tidak terlalu sepi.
Dahulu, ketika Jiyong sibuk bekerja dan ia harus sendirian di rumah, rumahnya tidak terasa terlalu sepi. Namun kepergian Jiyong yang dibarengi kemarahan pria itu, membuat seisi rumah seolah mati. Rumah itu jadi benar-benar sepi, seolah baru saja kehilangan nyawanya, kehilangan kehadiran Jiyong di sana.
Di tengah lamunan tanpa ujung itu, Lisa melihat sebuah iklan di TV. Iklannya berupa trailer dari sebuah film musikal. Uhm Junghwa yang jadi tokoh utamanya. Di awal iklannya, Uhm Junghwa sedang menyebrang jalan, ia bicara pada suaminya lewat telepon kalau dirinya berada di depan gedung pertunjukan. Namun suaminya justru berteriak, menyuruh Uhm Junghwa untuk bergegas datang menemuinya. Kenangan masa lalu mereka terulang di sana.
Melihat iklan itu, Lisa mengingat dirinya sendiri. Sama seperti Uhm Junghwa yang terlihat begitu cantik di kencan pertamanya dengan suaminya, Lisa melihat dirinya sendiri. Ia pun secantik itu ketika mereka berkencan. Senyumnya pun seindah itu di hari kencannya. Jiyong tidak memberinya sebuket bunga waktu itu. Pria itu justru membelikannya sebuket besar popcorn dengan cola yang menggelitik mulutnya ketika diminum.
Melihat iklan itu membuat Lisa tersenyum. Senyum bercampur air mata sebab ia mengingat kembali kencannya dengan suaminya sekarang. Alih-alih solusi, Lisa justru merasa sedikit hangat dengan mengenang semua cinta itu. Kenapa aku tidak pernah mengingat-ingat hari bahagia itu?-Lisa baru menyadarinya.
Kini, Lisa mengingatnya. Sinar matahari yang menyapanya pagi itu, juga senyum malu yang Jiyong tunjukan padanya. Hari Minggu, ketika itu, mereka pergi ke bioskop hanya untuk menonton sebuah film. Berpegangan tangan di dalam bioskop, menikmati film dan suara speaker yang menggebu-gebu. Tidak ada obrolan, tidak ada interaksi, biasa namun menyenangkan. Kalau Jiyong mengingat kencan mereka, akankah pria itu kembali merasakannya? Merasakan cinta yang pernah mereka bagi.
"Temukan pria ini," suara Uhm Junghwa keluar dari TV di depannya. "... Cinta pertamaku, carikan dia untukku," katanya, mengejutkan suaminya yang duduk di ranjang. Kemudian lagu Passionate Goodbye diputar, dan tangis Lisa semakin pecah karenanya. Tidak pernah ia duga sebelumnya, ia akan menangis karena sebuah trailer film.
"Kalau memang harus, aku akan membiarkanmu pergi," begitu lirik dalam lagunya, yang menjadi highlight dari trailer filmnya. "Dengan sepenuh hatiku, selamat tinggal," nyanyi Ryu Seungryeon, sekali lagi membuat air mata Lisa yang mendengarkannya berlinang. Lisa menangis, sebab perjalanan cintanya bersama Jiyong berputar seperti sebuah film yang dipercepat dalam kepalanya. Semua kenangannya berputar, membuat Lisa merindukan segalanya.
Lama gadis itu menangis, sampai akhirnya ia putuskan untuk pergi ke bioskop, menonton film yang diiklankan tadi. Dalam perjalanannya menuju bioskop, atasannya menelepon. Sudah berkali-kali pria itu meneleponnya, sebab sudah beberapa hari juga Lisa tidak pergi ke kantor. Sudah hampir satu minggu gadis itu bolos kerja. Tanpa kabar, tanpa pemberitahuan.
"Maaf, Direktur Kim," Lisa menjawab setelah dimaki. "Aku ingin mengundurkan diri, aku tidak bisa datang bekerja lagi. Dipecat pun tidak apa-apa. Aku... Benar-benar tidak bisa datang ke sana lagi," susulnya, meski ia tahu betul kalau ucapannya akan membuat dirinya kelihatan sangat tidak profesional. Bahkan disaat seperti ini, Lisa penasaran bagaimana Jiyong akan menilai sikapnya. Jiyong pasti akan memarahinya, karena melarikan diri seperti ini. Namun rasanya, dimarahi justru akan terasa lebih menyenangkan daripada ditinggalkan seperti sekarang.
Lepas menonton film yang jelas membuatnya menangis bersama banyak penonton lainnya, ia menunggu hari Sabtu. Ia menunggu Jiyong menepati janjinya untuk datang. Kali ini ia sudah bertekad. Kalau janji yang diutarakannya tidak lah cukup untuk membujuk suaminya, akan ia lakukan sesuatu, demi membuat pria itu kembali padanya.
Setelah semalaman ia sibuk mencari-cari barang lama yang ia simpan, mencari buku tahunan sekolahnya, akhirnya gadis itu menemukannya-foto seorang pria yang berdiri di sebelahnya, tersenyum menatap kamera sembari merangkul bahunya. "Sekali ini saja, bantu aku," katanya pada selembar foto yang ia robek dari buku tahunan sekolahnya.
Lalu, begitu Jiyong tiba di rumah. Lisa todong pria itu di depan pintu. Ia ulurkan selembar berantakan surat cerai mereka yang belum ditandatanganinya. "Bantu aku menemukan seseorang, baru aku tanda tangani surat itu," katanya, buru-buru memberikan surat cerai itu pada Jiyong yang terkejut.
Jelas terkejut, Lisa yang kemarin kelihatan berantakan kini sudah terlihat hidup kembali. Wajah dan matanya masih bengkak karena banyak menangis, namun tubuhnya sudah seharum bunga, dengan rambut yang ia ikat rapi ke belakang seperti ekor kuda. Keadaan rumah pun kelihatan lebih baik, Lisa sudah merapikannya, seolah akan memulai sesuatu yang baru di sana.
"Ya?" bingung Jiyong, yang masih berdiri di depan pintu rumah mereka. Masih diambang pintu yang baru saja ia buka dan belum sempat ditutup kembali.
"Baik, aku mau bercerai. Tapi sebelum itu, carikan seseorang untukku," ulangnya, menatap serius pria di hadapannya.
"Siapa?" suaminya bertanya, berharap wanita di depannya bisa segera menandatangani surat cerai mereka. Sebab keputusannya untuk bercerai sudah bulat. Ia yakin untuk bercerai setelah beberapa hari ini memikirkannya di tempat kerja.
"Cinta pertamaku," jawab Lisa, jelas membuat mata lawan bicaranya membulat sempurna, luar biasa terkejut.
***
Terakhir, sebelum tidur... Good night ~

KAMU SEDANG MEMBACA
Why Do Women Get Angry?
Fanfiction"Baik, aku mau bercerai. Tapi sebelum itu, carikan seseorang untukku," katanya, menatap serius pria di hadapannya. "Siapa?" suaminya bertanya, berharap wanita di depannya bisa segera menandatangani surat cerai mereka. "Cinta pertamaku." . . . . . ...