***
Mata Jiyong menyipit ketika ia melihat istrinya keluar dari mobil Seunghyun. Awalnya Lisa berencana untuk pulang dengan kereta. Ia sudah membeli tiket untuk pulang. Namun Seunghyun bersikeras untuk mengantarnya pulang. Seunghyun khawatir jika Lisa pulang sendirian setelah dimaki-maki teman lamanya.
"Terima kasih," pamit Lisa pada Seunghyun. Tanpa menyapa suaminya yang baru saja pulang—baru saja memarkir mobilnya dan akan menutup gerbang rumah mereka—gadis itu melangkah masuk. Terburu-buru, setengah berlari.
Jelas Jiyong heran. Tidak ia pahami situasi yang terjadi sana. Namun tanpa perlu membuat keadaan jadi semakin runyam karena kesalahpahaman, Seunghyun sudah lebih dulu menghampiri tuan rumah itu. "Aku baru saja mengantarnya menemui Ten Lee, di penjara," Seunghyun berucap, langsung pada point utamanya agar Jiyong tidak sempat salah paham.
"Apa katamu? Kau mengantarnya kemana?" Jiyong bertanya sebab baginya informasi itu sama mengejutkannya dengan pengakuan seperti—aku berselingkuh dengan istrimu.
"Tenang dulu," perintah Seunghyun. "Aku belum memberitahumu bagian terpentingnya," susulnya, membuat Jiyong bersedia menunggu. "Karina yang jatuh dari atap dihari kelulusan istrimu, bukan bunuh diri. Dia di dorong. Istrimu punya buktinya. Tapi, dia tidak pernah melaporkannya," katanya.
"Apa buktinya?" tanya Jiyong dan ia ditunjukan rekaman handycam itu. Meski kualitas rekamannya jelek, mereka berdua masih bisa melihat bayang-bayang seorang pria mendorong Karina dari atap. Pria dengan rambut pirang. "Ini Kim Yerim?" Jiyong bertanya dan Seunghyun menggelengkan kepalanya.
"Kim Yerim perempuan," Seunghyun berkata.
"Bisa saja saat itu rambutnya pendek dan pirang?"
"Tidak," geleng Seunghyun. "Saat itu hanya ada seorang pirang di sana, ayahnya atlet naturalisasi dan ibunya hakim, Mark Lee," susulnya.
"Bagaimana kau tahu, hyung?"
"Istrimu yang bilang. Tapi kita tetap perlu menyelidikinya lagi," kata Seunghyun dan Jiyong memijat pelipisnya sendiri. Heran sebab Lisa tidak memberitahunya. Sedikit kesal karena gadis itu justru menemui Ten dengan bukti sebesar ini. "Ini hari yang berat baginya. Istrimu gemetar sepanjang hari. Aku akan menyelidiki video ini, kau tinggal lah bersamanya dulu. Aku sedikit mengkhawatirkannya," susul Seunghyun sebelum akhirnya mereka berpisah dan Jiyong masuk ke dalam rumahnya untuk melihat istrinya.
Lisa baru saja keluar dari kamar mandi ketika Jiyong menyusulnya ke dalam kamar. Pria itu merentangkan tangannya dan Lisa langsung masuk ke dalam pelukannya. Memeluk suaminya dengan wajah dan rambut yang basah karena air. Lisa baru saja menenggelamkan wajahnya ke dalam westafel penuh air. Lama keduanya berpelukan, tanpa mengatakan apapun.
Lantas di sebelah ranjang mereka duduk, di atas karpet bersandarkan ranjang. Menghadap ke dinding, melamun. "Aku merasa aneh ketika begitu depresi karena kematian Sekretaris Jung," Lisa berkata dengan suaranya yang lemah. "Rekan-rekanku bisa kembali melanjutkan hidup mereka. Bahkan istrinya pun begitu. Apa karena aku merasa dia benar-benar bunuh diri karenaku jadi aku merasa sangat bersalah? Atau karena gunjingan orang-orang? Dulu aku berfikir begitu. Mencari-cari alasan kenapa aku begitu terganggu atas kematiannya, sampai kita pun bertengkar karenanya. Aku sangat tertekan, tapi rasanya tidak seorang pun memahami alasanku merasa begitu. Aku pun tidak tahu kenapa aku sangat tertekan," tambahnya.
Kini, keduanya tahu, alasan Lisa begitu tertekan atas kematian Jung Jaehyun. Meski rasanya tidak adil bagi Jaehyun, namun Jiyong pun sebenarnya heran, juga sedikit cemburu karena Lisa berlarut dalam kesedihannya, karena Lisa terlihat begitu kehilangan, tertekan dan tidak berdaya. Mereka bahkan tidak dekat, kenapa Lisa sesedih itu atas kematian Jung Jaehyun?—dalam hati, Jiyong selalu mempertanyakannya. Namun kini pertanyaan itu terjawab, ternyata luka lama yang membuat Lisa merasa amat tertekan. Sepertinya, kematian Jung Jaehyun membawa kembali trauma yang dulu sudah disimpan dalam-dalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Why Do Women Get Angry?
Fanfiction"Baik, aku mau bercerai. Tapi sebelum itu, carikan seseorang untukku," katanya, menatap serius pria di hadapannya. "Siapa?" suaminya bertanya, berharap wanita di depannya bisa segera menandatangani surat cerai mereka. "Cinta pertamaku." . . . . . ...