4

528 90 5
                                    

***

Detektif Kwon dan rekan-rekannya tidak sempat makan siang hari ini. Siang ini, mereka temukan seseorang saksi atas kasus yang tengah mereka kerjakan. Sayangnya, saksi itu melarikan diri. Entah apa alasannya, namun adegan kejar-kejaran tidak bisa dihindari.

Seperti adegan dalam film-film aksi, tiga mobil melaju ugal-ugalan di jalan. Mobil yang berada di paling depan adalah mobil si saksi, sedang dua mobil lainnya dikemudian oleh para detektif. Jiyong mengemudikan mobil kedua, ia berada di garis paling depan, posisi paling dekat dengan saksi mereka.

Kejar-kejaran itu berlangsung lama, sampai Jiyong yang nekat memotong jalan di depan mobil si saksi. Ia buat si saksi yang terkejut menabrak mobilnya tanpa sempat mengatur kecepatannya. Kejar-kejaran itu memang akhirnya selesai, namun Jiyong merusak mobilnya juga menciderai dirinya sendiri.

"Augh! Sialan! Padahal aku harus menjemput Lisa nanti," gerutunya, sembari mengecek handphonenya. Melihat jam dalam handphonenya yang sudah menunjuk pukul tiga sore.

Choi Seunghyun— ketua tim sekaligus partner Jiyong di tempat kerja— memarahi pria itu. Mereka bisa kena masalah kalau saksi yang mereka kejar itu menuntut. Ia hanya seorang saksi, tapi Jiyong membuatnya berada dalam bahaya.

"Dia kaki tangan," kata Jiyong, mengurangi omelan yang harusnya ia terima. "Kalau bukan kaki tangan, dia tidak akan berusaha sekeras ini untuk melarikan diri," katanya sementara saksi yang mereka kejar sedang berusaha di tarik keluar mobil.

Tidak ada luka-luka berarti. Selain mobil yang remuk, Jiyong, Seunghyun juga si saksi hanya mendapat beberapa luka kecil dari kecelakaan itu. Air bag di dalam mobil berhasil menyelamatkan mereka. Jadi, alih-alih pergi ke rumah sakit, mereka membawa saksi itu ke ruang interogasi.

Proses interogasi dimulai, Seunghyun yang melakukannya. Ia yang mendesak saksi itu untuk mengaku, sedang Jiyong memperhatikannya lewat ruangan lain. Pria itu menolak masuk ke ruang interogasi. Menolak untuk mendapatkan kesaksian dari saksi yang mereka kejar, sebab ia harus menjemput Lisa di pukul enam nanti. Jiyong tidak bisa meninggalkan proses interogasi itu di tengah-tengahnya. Ia pun tidak bisa memakai alasan pekerjaan untuk menolak menjemput Lisa. Gadis itu bisa marah lagi.

"Sudah jam lima," seorang rekan satu timnya— Dong Yongbae— mengingatkan Jiyong untuk segera pergi. Ia tepuk bahu Jiyong untuk menegur pria itu, namun reaksi Jiyong yang berlebihan justru membuat Yongbae membulatkan matanya.

Jiyong mengaduh kesakitan hanya karena bahunya di tepuk. Seolah tepukan itu baru saja meremukkan tulang bahunya. "Kau cidera?" Yongbae bertanya, namun Jiyong menggelengkan kepalanya.

"Hanya terkejut," katanya, berlaga tidak lagi kesakitan kemudian melangkah meninggalkan ruangan itu. "Akan aku sempatkan untuk datang ke sini lagi nanti, setelah menjemput istriku," pamit Jiyong, yang langsung Yongbae tolak, sebab tahu kalau teman satu timnya itu sering bertengkar dengan istrinya karena pekerjaannya. "Augh! Apa yang harus aku pakai untuk menjemput Lisa sekarang?" komentar Jiyong setelah ia tiba di tempat parkir, di depan kantor polisi. Ia merasa perlu menyewa sebuah mobil untuk beberapa hari sampai mobilnya selesai diperbaiki.

Tepat pukul enam, Jiyong tiba di depan kantor Lisa. Dengan mobil sewaannya, pria itu menunggu istrinya keluar. Selembar koyo sudah ia pasang ke bahunya yang nyeri, tanpa koyo itu, ia harus terus meringis setiap kali memindahkan persneling mobilnya, menahan sakit.

Tidak lama setelah ia menunggu, Jiyong keluar dari mobilnya. Ia harus keluar sebab Lisa tidak tahu mobil sewaannya sore ini. Dengan jaket bergaya kemeja tebal yang ia kenakan untuk melapisi kaus hitamnya, pria itu melambai, menunjukan keberadaannya pada istrinya yang baru saja keluar dari gedung dengan beberapa orang lainnya. Bersama Lisa, ada lima wanita dan enam pria lainnya yang keluar dari gedung itu.

Sembari mengusapkan telapak tangannya yang berkeringat ke celana jeansnya, Jiyong menghampiri Lisa dan rekan-rekannya. Di banding pria-pria di sana, Jiyong yang kelihatan paling berantakan. Rambutnya berminyak karena keringat— meski tidak parah— ia amat berbeda dengan pria-pria rapih bersetelan yang membawa tas jinjing berbahan kulit.

Lisa tersenyum melihat Jiyong. Ia peluk pria itu begitu mereka berhadapan. Lantas berbisik— "terimakasih karena sudah datang," katanya, benar-benar terlihat senang, seolah ia sudah melupakan emosinya tadi pagi.

Setelah memberikan beberapa usapan di rambut Lisa, Jiyong menyapa rekan-rekan kerja Lisa. Sebagian dari mereka sudah saling kenal, sebab Lisa beberapa kali mengajak Jiyong ketika ia pergi makan dengan rekan-rekan kerjanya. Orang-orang itu pun hadir ke pesta pernikahan mereka tahun lalu.

"Lama tidak bertemu, kabar kalian baik?" sapa Jiyong, menyapa beberapa wanita yang ia tahu sangat akrab dengan istrinya. "Aku bertemu dengan putramu minggu lalu, luka di lututnya sudah sembuh kan?" susulnya, kali ini secara pribadi menanyakan keadaan putra Kim Jisoo.

"Ya, lukanya sudah sembuh," balas Jisoo, disusul beberapa basa-basi ringan. Mereka berbincang tanpa menyadari kalau Kim Dahyun dan suaminya yang juga ada dalam kelompok itu sedang memperhatikannya. Sepasang suami istri itu memperhatikan Jiyong dari atas sampai bawah, seolah sedang mencari celah untuk mengejek.

Dan benar saja. Dahyun membuka mulutnya, mengatakan kalau ia mencium bau koyo dari tubuh Jiyong saat ada angin yang berhembus. "Pekerjaanmu sepertinya berat, tuan Kwon. Aroma tubuhmu sama seperti kakekku. Sepupu iparku punya toko parfum bagus, mau aku rekomendasikan beberapa yang cocok untukmu?" komentar Dahyun.

"Untuk apa parfum? Kita akan makan daging panggang. Aroma mint dari koyo dan asap dari daging panggang, bukankah itu cocok? Tidak ya?" Jung Jaehyun ikut berkomentar, membuat Jiyong mengerutkan dahinya. Ia tidak tahu kalau gerombolan orang yang berdiri di sekitarnya itu berencana pergi makan malam bersama. Makan malam tim tanpa ketua tim mereka, Jung Jaehyun yang akan mentraktir mereka, sebagai seorang dengan gaji paling besar di sana.

"Sekretaris Jung! Kita jadi pergi?" seru seorang karyawan, yang berdiri beberapa meter dari mereka.

"Kami akan merayakan seratus hari pernikahan kami dan makan malam bersama, aku sudah memesan tempat," kata Jaehyun pada Jiyong. "Kau akan ikut kan, Manager Hwan? Tapi suamimu..." susulnya, kali ini pada Lisa, Jung Jaehyun enggan mengajak Jiyong bersama mereka.

Lisa yang awalnya senang, kini kembali kesal. Ia kesal karena merasa dipermalukan oleh Jung Jaehyun juga istrinya itu. Ia tidak pergi makan daging, namun bukan itu masalahnya. Di dalam mobil, gadis itu menekuk wajahnya, menatap keluar sembari menahan emosinya.

"Kau ingin makan daging juga? Haruskah kita pergi ke restoran BBQ biasanya? untuk makan malam?" tanya Jiyong, sembari mengemudikan mobil mereka ke arah rumah.

"Kenapa oppa datang dengan koyo? Tanpa mandi dan sangat berantakan begitu?" tanya Lisa, meski tidak bermaksud menghina, namun nada ketus yang keluar dari mulutnya jutsru terasa lebih menyebalkan bagi Jiyong.

"Dari banyaknya pertanyaan, kau harus menanyakan itu?" balas Jiyong, sama ketusnya. Padahal beberapa detik lalu, ia berniat untuk menghibur Lisa. Jiyong sempat ingin membantu istrinya untuk melupakan rekan-rekannya yang menyebalkan tadi.

***

Why Do Women Get Angry?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang