***
Jiyong sudah menjelaskan posisinya. Ia beritahu Lisa kalau atasannya meninggal dan ia hanya perlu datang ke lokasi kejadian untuk mengambil alih kasusnya. Ia hanya ingin melihat lokasi kejadiannya, sebelum ada lebih banyak orang yang datang dan memperebutkan kasus itu, sebelum ada banyak orang yang melihat lokasi kejadiannya. Mungkin hanya dua sampai tiga jam, sampai Seunghyun dan yang lainnya datang. Perjalanan para detektif itu akan jauh lebih cepat dengan sirine yang sengaja dibunyikan.
Namun Lisa dan perasaannya, tidak menyukai alasan apapun yang Jiyong ucapkan. Baginya, dalam logikanya, pernikahan mereka sedang berada di ujung tanduk dan perlu diperbaiki. Mereka tidak akan bisa memperbaiki apapun kalau Jiyong terus bekerja bahkan dihari liburnya sekalipun. Lisa tidak bisa mengerti kenapa Jiyong harus tetap bekerja meski sudah mengajukan cuti. Tidak juga ia pahami kenapa hal-hal buruk selalu terjadi disekitar mereka. Kenapa ada saja alasan untuk suaminya pergi darinya, bahkan ketika mereka berada di Pilos sekali pun.
Lisa yang kesal, tidak bisa menerima alasan apapun, kini meminta Jiyong untuk menepikan mobil mereka. Gadis itu memilih turun dari mobil, mengatakan kalau ia akan mencari sendiri cinta pertamanya, tanpa bantuan Jiyong. Meski sudah berusaha, kebiasaan sulit dirubah, dan sialnya Lisa sudah sangat terbiasa membenci pekerjaan suaminya.
Aku benar, keputusanku untuk bercerai sudah benar, kami memang harus berpisah- angan Jiyong, ketika dilihatnya Lisa melangkah meninggalkan mobil mereka. Jantung pria itu berdetak sangat kencang. Marah bercampur sedih, mengendalikan suasana hatinya sekarang. Dadanya luar biasa nyeri, melihat bagaimana sikap istrinya sekarang. Tidak ada lagi hal yang bisa ia maklumi atas sikap seperti itu. Istrinya berjanji akan berubah namun ia baru saja mengingkari sendiri janjinya-nilai Jiyong.
Di jalanan itu mereka berpisah. Dengan mobilnya, Jiyong melewati Lisa yang melangkah di trotoar. Tentu gadis itu kecewa, berharap suaminya akan menepi sekali lagi, mengejarnya, memintanya untuk kembali ke mobil, namun tidak satu pun harapannya terjadi. Berada pada posisi itu, membuat Lisa menyadarinya, kalau mereka memang tidak lagi bisa hidup bersama.
Dengan hati yang sama-sama sakit, keduanya berpisah di jalanan itu. Lisa pergi ke sekolah lamanya dengan taksi, sedang Jiyong pergi ke rumah liburan atasannya. Dalam perjalanannya, gadis itu hanya diam, menahan tangisnya. Ia sudah berjanji tidak akan menangis lagi, meski sadar kalau janji-janjinya sangat sulit untuk ia tepati.
Tiba di sekolah lamanya, gadis itu berdiri di depan gerbangnya. Kali ini bukan kenangan menyenangkan yang muncul. Di sana, ia ingat hari kelulusannya. Di depan gedung sekolah, ia berfoto bersama teman-temannya, lantas berpamitan pada orangtuanya. Orangtuanya akan pulang ke Bellis lebih dulu. Rencananya Lisa akan menyusul ke Bellis beberapa hari lagi, dengan kereta.
Mereka bertukar lambaian tangan, lantas berpisah dengan senyuman. Hari itu Lisa kembali berfoto dengan teman-temannya, tertawa bersama mereka sampai dilihatnya seorang siswi berdiri di atap sekolah, disusul dengan tubuhnya yang jatuh dari sana. Di depan keramaian, seorang siswi menjatuhkan tubuhnya dari atap gedung sekolah. Orang-orang berteriak, berlari menghampiri tubuh yang jatuh itu, mencarikannya pertolongan. Namun Lisa tidak bisa bergerak. Tubuhnya gemetar, berguncang sangat kuat hingga kakinya tidak lagi menopang berat tubuhnya.
Ia jatuh terduduk di halaman sekolah, namun tidak seorang pun peduli padanya. Tidak seorang pun melihat padanya. Dalam suasana mengejutkan itu, tentu bukan hanya Lisa yang shock, orang lain pun sama terkejutnya, sama kagetnya, sama takutnya, sama paniknya. Di tengah riuhnya suasana, Lisa menelepon orangtuanya. Mereka yang belum pergi terlalu jauh, lantas berbalik, menjemput sang putri yang terguncang. Hari itu juga, Lisa ikut pergi ke Bellis bersama orangtuanya.
Waktu seolah berhenti sekarang. Tidak bisa ia langkahkan kakinya masuk ke dalam lingkungan sekolah itu. Kenangan akan hari kelulusannya yang bahagia, seketika berubah menjadi thriller. Padahal ia sudah bekerja sangat keras untuk melupakan kejadian itu. Namun sepertinya, semua yang sudah ia lupakan, perasaan kalut yang dulu menyelimutinya, perlahan-lahan muncul kembali karena kejadian tempo hari. Semua yang disimpannya rapat-rapat, semua yang sudah ia kunci dalam dirinya, diam-diam bergerak keluar setelah Jaehyun mengingatkannya lagi akan kejadian itu.
Ia mengurungkan niatnya untuk masuk ke dalam gedung sekolahnya. Ia putuskan untuk melangkah menjauhinya, berjalan di trotoar tanpa tujuan yang pasti. Begitu ia telah melewati dua halte, baru dihentikannya langkahnya itu. Ia dudukan dirinya di halte dan mulai mengatur nafasnya. Ia tidak mengenal siswi yang jatuh waktu itu. Seorang yang jatuh dari atap sekolahnya itu bukan lah teman seangkatannya, bukan juga seseorang yang biasa bermain dengannya. Namun pemandangan, pengalaman yang dilihatnya pada hari bahagia itu rasanya sudah menghancurkan sebagian dari dirinya. Kejadian itu, terlalu mengerikan untuk bisa ia atasi secara langsung. Melihat adegan yang biasanya hanya muncul dalam film di depan matanya sendiri, memberi bekas yang tidak bisa hilang dalam hatinya.
Sementara itu, di tempat lain, Jiyong yang baru saja tiba di lokasi perkara bergegas mengerjakan pekerjaannya. Ia terima semua informasi yang diberikan padanya, mencari detail-detail yang menurutnya penting lantas tidak sengaja menemukan sebuah berkas kasus di atas meja ruang tamu. "Kenapa ini ada di sini?" tanyanya, meraih berkas itu untuk melihat apa isinya.
"Sudah ada di sana sejak kami datang," jawab seorang detektif setempat yang pertama datang. "Sepertinya Kepala Park tengah membacanya sebelum kejadian," susulnya.
Jiyong membuka berkas itu, melihat sebuah kasus lama yang diputuskan sebagai kasus bunuh diri biasa, tanpa penyelidikan yang layak. Kasus seorang siswi yang jatuh dari atap gedung sekolahnya, dan penyelidikan ditutup hanya setelah satu minggu berlalu-bunuh diri, begitu hasil penyelidikannya. Sepintas Jiyong membaca berkas itu dan menyadari beberapa hal-istrinya adalah alumni sekolah itu dan ketika kejadiannya terjadi, Lisa harusnya masih jadi siswi di sana, begitu perhitungan kasar Jiyong.
Dalam berkas itu pun ada beberapa informasi pribadi para saksi yang memberikan pernyataan. Mulai dari guru sampai beberapa murid yang ada di lokasi kejadian, pada saat kejadiannya berlangsung. Di sana, ia temukan foto Ten Lee, orang yang istrinya cari. Ten Lee, menjadi salah satu saksi dari kasus bunuh diri itu.
Lama Jiyong berada di sana, sampai Seunghyun datang bersama anggota lainnya. "Pergilah, istrimu pasti sudah menunggu lama di luar," kata Seunghyun, yang kebetulan melihat Lisa berdiri di dekat mobil Jiyong ketika datang tadi. Meski mengaku sebagai istri seorang detektif, Lisa tidak mungkin diizinkan masuk.
"Ya?" bingung Jiyong, namun tidak memberi jeda bagi Seunghyun untuk menjawabnya. Pria itu memberitahu semua informasi yang menurutnya penting kemudian menunjukkan berkas kasus yang ia temukan di sana. "Akan aku cari tahu kenapa dia membaca berkas lama sebelum kejadian ini," kata Jiyong.
"Menurutmu ini bunuh diri?" tanya Seunghyun namun Jiyong hanya bisa menaikan bahunya.
"Tidak tahu," jujurnya. "Tapi jatuh dari tangga, tidak akan membuat luka separah itu di kepalanya," susulnya.
***
Sudah lolos tahap 1, besok tes tahap 2 jam 9 pagii~
KAMU SEDANG MEMBACA
Why Do Women Get Angry?
Fanfiction"Baik, aku mau bercerai. Tapi sebelum itu, carikan seseorang untukku," katanya, menatap serius pria di hadapannya. "Siapa?" suaminya bertanya, berharap wanita di depannya bisa segera menandatangani surat cerai mereka. "Cinta pertamaku." . . . . . ...