Epilog

1.1K 102 12
                                    

***

Mark Lee mendorong Karina sebab merasa wanita itu membohonginya. Dalam persidangan, pria itu berkata kalau Karina membantunya. "Dia membantuku, ketika aku dirundung, dia membantuku. Dia menyukaiku, tapi saat aku mengajaknya berkencan, dia bilang dia menyukai orang lain," akunya, seorang pria yang kini bekerja di rumah pemakaman, tempat Karina bersemayam. Sama seperti Ten yang hidupnya berhenti, hidup Mark pun begitu.

Rasa bersalah menghantuinya namun tidak pernah ia miliki keberanian untuk mengakuinya. Ibunya yang melakukan segala hal ketika itu, akan menjadi penjahat jika ia mengaku. Dalam persidangan itu, Mark bersedia menerima semua tuduhan juga yang diberikan padanya. Sayangnya hukumannya tidak lah berat. Sebab kejahatannya dilakukan ketika ia belum cukup umur. Berbeda dengan Ten yang membunuh Kim Yerim juga Detektif Park setelah dewasa.

Di dalam ruang persidangan itu, Jiyong duduk bersama Seunghyun. Meski tidak biasanya ia datang ke pengadilan, kali ini dirinya penasaran. Ia ingin tahu akhir dari kasus yang diselidikinya. Sama sepertinya, Lisa pun penasaran. Gadis itu datang ke pengadilan itu, duduk di bangku paling belakang. Menonton dari jauh tanpa tahu kalau suaminya pun berada di sana.

Lisa baru tahu kalau Jiyong ada di sana, ketika pria itu bersama rekannya berdiri, melangkah di antara kursi-kursi akan keluar dari ruang siang. Mereka sempat bertukar tatap, namun Jiyong tetap melangkah keluar tanpa menegur istrinya. Mereka tidak bisa bertukar sapa, tidak bisa berbincang di tengah-tengah sidang yang berlangsung.

"Kau melarangnya datang sebagai saksi, tapi kenapa istrimu ada di sini?" Seunghyun bertanya, menduga kalau Lisa tetap bersikeras menjadi saksi yang diundang jaksa meski Jiyong sudah melarangnya datang dan hanya mengirimkan pernyataan tertulisnya.

"Tidak tahu," jawab Jiyong, melangkah di lorong pengadilan itu, menuju lift. "Akan aku tegur nanti. Bisa-bisanya dia tetap datang ke sini padahal sedang hamil," gerutu Jiyong yang tetap pergi dan tidak menyeret istrinya keluar dari sana. "Aku minta dia mengantarkan pakaian ke kantor saja tidak mau, katanya ada banyak orang jahat di kantor polisi. Dia tidak ingin anaknya jadi orang jahat apalagi jadi polisi. Memangnya disini tidak begitu? Tsk..." ceritanya, mengeluh pada rekan kerjanya.

"Kapan anakmu lahir?"

"Masih lama. Kandungannya baru sekitar dua bulan," jawab Jiyong, tetap melangkah pergi akan meninggalkan gedung pengadilan itu. Merasa tidak perlu lagi mendengar hasil persidangan tadi sebab ia sudah tahu bagaimana akhirnya.

"Baru dua bulan? Kau tidak salah hitung? Kejadian di Pilos waktu itu sudah lama... Sudah lebih dari empat bulan lalu. Anakmu tidak dibuat di Pilos?" tanya Seunghyun dan Jiyong menautkan alisnya, menatap heran pada rekan kerja di sebelahnya. Beruntung karena hanya ada mereka berdua di dalam lift itu. "Ah... Yang dibuat di Pilos tidak berhasil?" tebak pria itu, membuat Jiyong lebih heran lagi.

"Kami tidak melakukannya di Pilos," pria itu akhirnya berkata. "Kami hampir bercerai waktu itu, mana sempat memikirkan itu?" susulnya, yang sebelumnya tidak pernah menyinggung pertengkarannya dengan Lisa pada siapa pun. Ia baru mulai membicarakannya karena Ten yang pertama menyinggungnya.

"Biasanya pasangan berbaikan dengan melakukannya, kalian tidak begitu?"

"Cobalah berada di posisiku kemarin, meskipun ada tiga wanita telanjang di depanmu, penismu tidak akan bisa tegang."

"Kenapa? Disfungsi ereksi?" susul Seunghyun, membuat Jiyong menatap heran padanya. Tentu heran—pria ini benar-benar tidak tahu atau hanya sedang mengejeknya? Ia benar-benar sepolos itu atau hanya bodoh?

"Kalian sempat ingin bercerai karena itu? Karena penismu?" Seunghyun kembali bertanya, kali ini berhasil membuat lawan bicaranya kesal sungguhan. Jiyong memutuskan kalau Seunghyun hanya sedang mengejeknya.

Beruntungnya Choi Seunghyun, sebab sebelum Jiyong memukulnya, lift sudah lebih dulu terbuka dan handphone Jiyong berdering. Lisa yang menelepon dan jelas Jiyong harus menjawabnya. Beberapa detik mereka bicara di telepon, sampai Jiyong memberikan kunci mobilnya pada Seunghyun. Mengatakan kalau Seunghyun harus kembali sendirian ke kantor, sebab ia akan mengantar istrinya pulang lebih dulu.

"Kita bisa mengantarnya- ah tidak, mobilnya sedang kotor sekali," kata Seunghyun yang akhirnya pergi lebih dulu. Ia mengingat setumpuk pakaian kotor di mobilnya, yang harusnya ia antar ke binatu namun belum sempat karena ingin menonton persidangan tadi.

***

Why Do Women Get Angry?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang