11.

27.7K 1.5K 5
                                    


Argan merasa hidupnya beberapa hari ini begitu apa ya, terlihat lebih berwarna, entah apa tapi saat dirinya terbangun lalu mendapati ada seseorang yang memeluknya ternyata begitu menyenangkan.

Argan tidak pernah berpikir, atau mengharapkan hidup seperti ini sebelumnya, tapi ketika melihat istrinya yang begitu menawan saat memasak menggunakan daster, menyiapkan baju, menyambutnya saat pulang bekerja dengan senyum hangat, membuatnya merasa menikah memang tidak seburuk yang dia bayangkan.

Seperti saat ini, pagi-pagi sekali Raline sudah berkutat dengan alat masaknya. Menggunakan daster tipis, dengan rambut digulung menambah kesan seksi, wanita itu beberapa hari ini memang menganggu pikiran sehat Argan.

"Loh kamu udah bangun? Tumben, biasanya habis sholat bangunnya jam tujuh" istrinya itu berjalan mondar-mandir memasukkan entah apa saja bumbu ke wajan sambil meliriknya sekilas.

"Ada meeting pagi, tolong buatkan kopi" Argan duduk di mini bar, mengamati Raline dengan tatapan datar khasnya.

"Bentar Mas, ini masakanku nanti gosong kalau aku tinggal. Apa suruh Bibi aja sana, Bibi di belakang, kamu panggil aja coba" Argan menggelengkan kepalanya. Tanda tidak setuju. "Saya tunggu kamu aja"

Beberapa menit mengamati kecekatan Raline dalam memasak, akhirnya wanita itu berhenti, berjalan mendekat, membawakan secangkir kopi kesukaannya.

"Aku nanti rencananya mau ke restoran, mau cek-cek kestabilan dananya. Terus sama mau ada acara sama Bunda, ke bakti sosial gitu. Boleh kan Mas?" tanyanya, meletakkan secangkir kopi di depan Argan, lalu ikut duduk disampingnya.

"Pulang jam berapa?"

"Aku gak tahu, nanti deh aku kabarin"

Argan meminum kopinya. Menatap Raline yang sialnya begitu cantik, apalagi daster tipis itu astaga, sungguh membuat kepala Argan menjadi sedikit pening pagi-pagi begini.

"Jangan malam-malam, saya gak suka. Kalau perlu nanti saya jemput" Raline tampak tersenyum manis, lalu menganggukan kepalanya dengan patuh.

Oh iya, Argan sedikit agak heran, semenjak menikah Raline tampak penurut sekali, tidak pernah membantah atau mengejeknya. Keduanya tampak akur,  seperti pasangan suami istri pada umumnya. Ya, memang sih kadang-kadang Raline suka menyindirnya saat Argan sering menaruh handuk sembarangan, atau saat bangunnya terlalu siang. Tapi menurutnya itu lucu, dan menggemaskan.

Mungkin kepala Argan sedang kejedot  atau apalah, sampai-sampai dia sudah mengagumi sosok istrinya sendiri yang dulu sangat dia benci.

"Mas? Kenapa?" Lamunannya buyar, lalu menggeleng, berdiri dan berjalan keatas, mungkin kepalanya butuh air dingin.

*******

"Gila lo! Kangen banget gue, habis nikah makin seksi aja ye lo" Dea  tertawa, menonyor lengan Raline dengan kedipan mata.

"Apanya, gue aja belum di sentuh sama sekali" jawabnya santai, duduk di kursi ruang kerja milik Dea.

"Demi apa? Gak percaya gue, cewek secantik dan seseksi lo di anggurin? Apa laki lo bener-bener penyuka sesama jenis ya?"

Raline melotot, melemparkan bantal kecil ke arah Dea dengan sebal. "Gue udah bilang ya Mbak, laki gue normal, seratus persen. Tapi ya gak tau deh, gue sama dia kan masih seminggu"

"Tetap aja! Aneh aja rasanya. Lo kalau tidur pakai apa? Lingerie kan?" Dea menyipitkan matanya, penasaran.

"Gak, gue malu Mbak! Tapi kalau pagi-pagi emang suka pakai daster tipis sih. Lo tau gak? Suami gue neguk ludah mulu lihat penampilan gue" ucapnya sedikit bangga, meskipun hanya ditatap begitu Raline merasa sudah ada kemajuan lah ya.

"Bego! Udah lo nanti pulang, pakai lingerie yang paling seksi terus lakuin, lagian mertua lo juga ngebet punya cucu kan? Mau sampai kapan lo nunda-nunda terus. Kasihan Bu Alaina, dia kan sering dihujat itu di beberapa berita, gara gara belum punya cucu. Berita aneh sih, tapi kasihan gue lihatnya. Beliau kan idola gue! Cantik, pintar lagi beuh, mertua lo gak kaleng-kaleng emang"

Raline mendengus. "Iya sih, tapi gue gak mau terlalu terburu-buru, hubungan gue sama Mas Argan akhir-akhir ini udah lumayan better banget. Jadi gue gak mau rusak suasana dengan minta anak ke dia Mbak" jujur memang begitu keadaannya, Raline merasa sangat nyaman dengan kehidupannya yang sekarang. Mulut Argan juga tidak sepedas dulu, lelaki itu sudah mulai agak sopan dan lembut kepadanya.

"Lo udah jatuh cinta ya sama laki-laki yang selama ini lo benci setengah mati itu?" Dea memicingkan matanya, curiga dengan sahabatnya yang mesam-mesem.

"Ini juga gara-gara lo ya, gue jadi mendalami peran banget jadi istri yang baik. Mana Mas Argan akhir-akhir ini sikapnya lembut banget! Gimana gue gak baper coba?" jelasnya, sambil malu-malu khas orang jatuh cinta.

"Cih, gitu aja kemarin bilangnya 'gue gak bisa Mbak, dia jahat banget, gue harus sabar gimana lagi? Capek' sekarang malah jatuh cinta, dasar labil" cerocos Dea, menirukan gaya bicara Raline kemarin.

"Udah Mbak diem! Ya udah gue mau cabut dulu, mertua gue udah chat ini. Gue titip restoran ya Mbak" Raline berdiri, mengambil tasnya dan berjalan mendekat ke arah Dea yang sibuk dengan laptopnya.

"Mentang-mentang sekarang suaminya kaya raya gak mau kerja! Tapi beneran lo mau resign dari jurbir presiden? Sama gak mau lagi kerja kantor? Terima endorse? Jadi model?" tanya Dea memastikan, pasalnya dulu Raline masih kekeuh untuk bekerja meskipun dia sudah menikah, tapi tiba-tiba malah memutuskan semua kontrak kerjanya begitu saja.

"Beneran Mbak, gue mau malas-malasan aja lah. Kalau ada endorse gak aneh-aneh lo terima aja sih Mbak, nanti gue bisa ambil. Kalau untuk kerja kantor gak deh, suami gue rewel nanti. Apalagi model, gue pakai pendek keluar aja dia ngamuk-ngamuk" terang Raline, memang dirinya sudah bicara soal masalah pekerjaan bersama Argan, dan jawaban lelaki itu terserah. Meskipun menjawab terserah Raline tau, Argan akan sangat marah besar kalau Raline masih lanjut kerja modeling.

Lelaki itu tipe posesif tapi gak mau ngaku, Halah ngomongin Argan jadi kangen suaminya itu.

"Ya udah deh terserah lo gimana enaknya" Raline manggut-manggut dan pamit pulang, untuk segera menyusul ibu mertuanya.

Melt Your Heart Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang