Argan menatap sengit Raline yang hanya senyam-senyum seperti tidak ada dosa."Bagus begitu? Bertemu dengan mantan tanpa pengetahuan suami?" ucapnya judes.
"Apaan orang cuma gak sengaja ketemu, aku udah gak suka kali Mas sama dia, mantan pas SMA udah dulu banget kenapa masih diungkit coba" balasnya ketus.
"Mantan SMA tapi pas tadi ketemu kikuk banget ya kayaknya, deg-degan kan kamu diomongin apa lagi sama dia?" Argan mendekat menatap istrinya yang hanya memakai kimono dengan rambut dicempol acak-acakan menambah kesan seksi.
"Gak lah, ngapain deg-degan. Lagian dia cuma nyapa aku kok, tanya Mbak Dea deh kalau gak percaya" sungutnya galak, sedikit agak menjauh mengambil minum di kulkas.
"Tolong buat kopi" Argan duduk, melonggarkan dasinya. Emosi yang tadi sudah di puncak tiba-tiba saja menghilang melihat penampilan istrinya, sialan memang.
"Udah malam Mas, gak baik minum kopi jam segini" Raline mendekat menyodorkan segelas air putih.
"Perduli kamu?" Argan berdecak, menarik pinggang Raline untuk lebih dekat dengannya.
"Tentu, kamu itu suamiku ya kali gak perduli?" Raline tersenyum menggoda, meletakkan tangannya di dada bidang milik Argan dan mengelusnya pelan.
Argan meneguk ludahnya berkali-kali, menatap wajah cantik istrinya dengan seksama, dan terpakaku pada bibir pink mungilnya yang terlalu menggoda iman. Entah keberanian dari mana, Argan mendekatkan wajahnya dan tanpa di duga Raline ikut mendekat membuat tubuh mereka tidak berjarak sama sekali. Keduanya lalu menyatukan bibir mereka, hanya beberapa detik lalu berubah menjadi ciuman menggebu.
Raline mengalungkan tangannya ke leher Argan, menikmati apa yang sedang suaminya itu lakukan. Beberapa menit berlalu sampai Raline meminta berhenti karena kehabisan oksigen.
Argan menatapnya tanpa berkedip, lalu segera menggendong Raline menuju kamar mereka.
"Mas! Lepasin aku bisa jalan sendiri!"
Argan melengos tidak perduli, menjatuhkan tubuh istrinya di atas ranjang mereka.
"Kamu yang pancing saya, udah siap?" Lelaki itu tampak gentle, dan sangat tampan saat menanyakan itu.
Raline hanya diam tidak bisa mencerna karena sangking gugupnya. "Diam berarti iya Raline" ucapnya langsung menyerang Raline kembali.
Mereka melakukan hal panas itu sampai dini hari, Raline sampai merasa kewalahan menghadapi sikap suaminya itu. Benar-benar menguras tenaganya, seluruh tubuhnya terasa sangat kram.
*****
"Bi Nur kok sepi banget rumah anak-anak pada kemana?" Alaina wanita paruh baya itu sedang sibuk menata beberapa buah-buahan yang baru saja dia beli di minimarket.
Bi Nur sampai kaget melihat atasan lamanya pagi-pagi sudah di rumah, dirinya tadi masih sibuk mengurus tanaman di belakang rumah.
"Eh, Bu Alaina. Iya Bu Bapak sama Ibu kayaknya masih tidur. Kok tumben pagi-pagi udah kesini Bu?" Bi Nur mendekat, membantu menata buah-buahan itu.
"Iya kebetulan aja tadi belanja terus inget anak Bi, jadi sekalian mampir. Emang mereka sering bangun siang Bi? Ini udah jam sepuluh, Argan juga apa gak ke kantor tuh anak kok bisa kesiangan begini" Alaina menatap Bi Nur curiga.
"Bu Raline biasanya sering bangun pagi Bu, dari shubuh udah bangun biasanya, terus ikut siram tanaman. Baru masak buat Bapak dan bangunin Bapak Bu, gak tau hari ini kenapa kok kesiangan. Saya juga gak berani bangunin Bu, tapi tadi saya udah masak jaga-jaga Bu Raline dan Pak Argan sarapan" ucapnya menjelaskan dengan jujur.
"Loh Bi, kok jadi takut saya siapa tau ada yang sakit" Alaina panik sendiri, berlarian keatas kamar tempat mereka berdua.
"Raline, Argan bangun nak udah pagi" teriaknya menggedor-gedor pintu. Alaina benar-benar tidak kepikiran kalau mereka berdua sedang membuatkan cucu baginya.
****
"Mas! Bangun Mas! Itu kok seperti suara Bunda?" Raline terbangun terlebih dahulu, menggoyangkan tubuh Argan dengan sedikit kasar.
"Emmm ngantuk" Argan mengeliat menarik Raline untuk tidur kembali.
"Argan! Raline!" Teriakan itu kembali menggema, dengan gedoran yang lumayan keras.
"Mas ih, lihat itu sana bukain. Aku cuma pakai daster begini loh!" Raline mendengus, memukul dada bidang suaminya.
"Bunda kenapa sih pagi-pagi udah ganggu aja" Argan berdecak, mengecup kening Raline sekilas lalu berdiri mendekat ke arah pintu.
"Kenapa Bun?" Argan membuka pintu, lalu berjalan ke luar kamar, menutup pintu kamarnya dan menatap Bundanya yang hanya cengo melihat penampilannya.
"Kamu! Astagfirullah Kak, maaf Bunda ganggu ya? Haduh kenapa Bunda gak kepikiran sih? Bunda tadi khawatir aja, kok tumben kalian belum bangun" Alaina membekap mulutnya sendiri, merasa sangat senang dan kaget.
"Bunda juga tumben kesini gak kabarin?" tanyanya.
"Gak tau, tiba-tiba kepikiran aja buat beliin kalian buah gitu terus ya mampir. Ya udah kalau gitu, kamu ke dalam lagi aja. Raline bantuin ya pasti agak kesusahan, kamu jangan kasar-kasar Kak. Bunda langsung pulang ya? Salam buat Raline, Bunda doain cepat jadi cucunya" Alaina menyengir tanpa sungkan, lalu Argan hanya berdehem mengiyakan menyalami sang Bunda dan membiarkannya untuk pulang.
Argan masuk kembali, menutup pintu dan melihat istrinya yang terduduk dengan wajah lemas.
"Kenapa Mas Bunda? Cariin aku?" Argan menggelengkan kepalanya, mendekat ke sisi istrinya.
"Gak, cuma tadi katanya bawa buah-buahan, udah pulang sekarang katanya titip salam buat kamu" Argan mengelus-elus rambut istrinya dengan lembut.
"Malu aku sama Bunda, pasti dikira istri gak becus jam segini belum bangun" eluhnya.
Argan terkekeh. "Bunda udah tau tugas kamu, mau mandi?"
"Mau, tapi ini ku masih sakit!" ucapnya bersungut, membuat Argan kembali terkekeh. "Tapi enakan?"
Raline langsung tersipu malu karenanya. "Apa sih kamu Mas!"
"Aku bantu ya? Apa sekalian aja mandi bareng?" godanya menaik turunkan alisnya.
"Malah gak jadi mandi nanti!" jawabnya, kesal.
"Lah ngapain, kan cuma mandi? Kenapa lama?"
"Mas kamu kok makin ngeselin ya?" Argan tertawa puas melihat wajah istrinya, sialan Argan sudah jatuh kedalam pesona seorang Raline Itzel.
![](https://img.wattpad.com/cover/319623751-288-k618679.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Melt Your Heart
ChickLitMenjadi anak dari seorang menteri keuangan dan influencer terkenal tidaklah membuat hidup Argan Anarghya Swasono menjadi gampang. Dari kecil sampai besar dirinya dididik begitu keras, di tuntut ini itu adalah sebuah hal biasa untuk dirinya. Namun di...