Raline menghela nafasnya, menatap lalu lalang kota Jakarta yang selalu saja padat. Sudah satu jam yang lalu dirinya tiba di Jakarta, tapi Raline memutuskan untuk makan terlebih dahulu, merangkai kata-kata yang akan dia katakan pada keluarganya."Line? Are you okay? Sorry banget gue gak bisa jemput lo ke Bandara langsung" Dea datang, memeluk Raline mengelus-elus punggungnya dengan lembut.
"Gak apa Mbak, gue baik-baik aja kok" katanya berusaha tersenyum.
"Gue udah denger semua ceritanya dari Dian, gak habis pikir gue sama laki lo? Udah setengah tahun, gue kira dia bakal berubah tapi apa-apaan? Kelakuannya masih sama aja. Gue dukung keputusan apapun yang lo ambil, tenang aja agensi gue bakal lindungi nama baik lo. Gak perlu mikir aneh-aneh, kebahagiaan lo nomer satu sekarang" tegas Dea, seperti yang sudah-sudah Dea memang pahlawan Raline wanita itu selalu mendukung semua keputusannya meskipun sering ngomel-ngomel tapi tentu saja semua itu untuk kebaikan Raline sendiri.
"Gue mau pulang dulu, lihat situasi kalau emang memungkinkan gue bakal cerita ini ke papa" jawabnya pasrah, sejak kemarin dia juga sudah memikirkan semuanya dengan matang-matang.
"Pak Adi sayang sama lo Line, dia emang gak pintar aja nunjukin ke lo. Tapi percaya sama gue, dia gak bakal tega kalau anaknya diginiin. You deserve better" Dea menepuk-nepuk bahu Raline memberikannya saluran kekuatan.
"Gue belum buka handphone sama sekali dari kemarin malam Mbak, gue tau pasti banyak telepon termasuk dari Bunda, sama Raina. Gue gak tau harus ngomong apa sama mereka" ucapnya lirih, Raline tau dirinya memang sepengecut itu. Alaina sudah dia anggap sebagai orang tuanya sendiri, wanita itu mencintainya sangat tulus seperti seorang ibu menyayangi anaknya jadi Raline tidak tega kalau harus mengecewakannya.
"Kalau lo belum siap ngomong, biar gue yang bakal hubungi mereka. Bu Alaina pasti paham apa yang lo rasain, begitupun Raina mereka gak bakal judge lo ini udah setengah tahun dan laki lo masih tetap brengsek" Raline mengangguk setuju, untuk saat ini dia butuh ketenangan terlebih dahulu jadi Raline putuskan untuk tidak menjawab telepon dari mereka.
"Lo hubungi mereka Mbak, bilang gue baik-baik aja di rumah. Gue perlu waktu untuk sendiri. Gue masih kaget aja sama euforia begini, apapun nanti keputusan gue, gue harap lo dukung gue apapun itu Mbak" Dea mengangguk mantap, keduanya lalu memasuki mobil untuk segera menuju rumah keluarga Raline.
*****
"Sayang? Masyaallah Mama kangen banget kemarin ketemu cuma sebentar kamu kok jarang banget sih main ke rumah? Ayo masuk Mama kangen banget!" Memang Raline sering bertemu dengan sang Mama dibeberapa acara sosial, itu pun sebentar karena Raline memiliki banyak tugas disana jadi yah begitu.
"Raline juga kangen banget Ma, maaf deh lain kali Raline bakal sering-sering mampir kesini. Aku juga rindu banget sama rumah" ucapnya memeluk Mega dengan erat menyalurkan rasa rindunya.
"Ya memang dasar kamu, suamimu tidak ikut? Kok sama Dea habis kerja apa gimana kalian tadi?" tanyanya menatap Dea yang kini sudah mencium tangan Mega.
"Mas Argan lagi di Jogja Ma, ada kerjaan disana jadi aku rasa bakal nginep disini beberapa hari gak apa kan? Mbak Dea tadi gak sengaja ketemu sama aku di restoran kok" jawabnya, memang benar kan Argan sedang ada kerja di Jogja jadi dirinya tidak sepenuhnya berbohong.
"Oh begitu, ya udah nginep sini aja Bunda kangen sama cerewetnya kamu. Tapi kenapa gak ikut aja? Kalian bukannya belum honeymoon? Suamimu memang sesibuk itu apa gimana?" tanya Mega, sambil mereka duduk di sofa ruang keluarga.
"Aku kemarin ikut kok Ma, ke Jogja. Terus ya pulang duluan aja soalnya Mas Argan emang lagi banyak kerjaan. Bosen disana, mending di rumah bisa makan masakan Mama"
"Hah bisa aja kamu ini, ya sudah tapi kalian baik-baik aja kan? Mama gak mau kamu jadi banyak pikiran setelah nikah, bilang sama Mama kalau ada yang ga srek ya Sayang?" Raline manggut-manggut, memeluk Bundanya lagi dengan erat. Memang ya hati nurani seorang ibu tidak bisa dibohongi, lihatlah raut wajah khawatir itu Raline tidak tega jika memberitahu semuanya.
"Raline bersih-bersih dulu ya Ma, sama Mbak Dea juga ayo Mbak!" Mega tersenyum, membiarkan putri semata wayangnya itu berjalan kearah kamarnya.
*****
"Kami sudah menemukan nama pembelian tiket pesawat atas nama Ibu Raline Pak, penerbangan tadi pagi menuju Jakarta" ucap Rafael memberikan beberapa bukti pembelian tiket.
Argan mengumpat didalam hati, dia sudah terlambat. "Cepat pesankan saya tiket juga ke Jakarta sekarang juga. Secepatnya Raf"
"Baik Pak, saya usahakan dapat hari ini. Sudah itu saja Pak? Ada lagi?" tanya Rafael memastikan.
"Tidak ada, kamu carikan saja tiket pesawat sekarang juga" Rafael mengangguk pamit untuk undur tapi Argan menyengatnya. "Tunggu Raf, kemarin istri saya telepon kamu jawab apa saja?"
"Eh Pak, maaf saya kemarin cuma bilang kalau Bapak ada urusan sampai Malam. Itu saja, soalnya saya juga gak tau Bapak sampai kapan jadi daripada Bu Raline khawatir saya bilang begitu" ucapnya jujur, sebenarnya Rafael tidak habis pikir dengan atasannya ini. Kemarin mementingkan istri orang lain daripada istrinya, kini istrinya ngambek dia yang kelimpungan sendiri. Mana Rafael juga jadi ikut serta kelimpungan mencari kepenjuru kota Jogja lagi.
"Ya sudah, tapi kamu gak ngomong kan kalau saya lagi anterin orang?" tanyanya memastikan.
"Tidak Pak" Rafael juga punya hati jadi dia memutuskan untuk merahasiakan ini ke Raline agar wanita itu tidak salah sangka, kan mungkin saja Argan hanya mengantarkan orang itu karena belas kasihan.
"Baik Rafael, sekarang cepat carikan saya tiket pesawat" Rafael buru-buru mengangguk, segera undur diri.
Argan meremas rambutnya sendiri, merasa frustasi sampai sebuah pesan masuk di teleponnya
Raline
Raline udah di Jakarta, dia aman, ini gue Dea. Ini kan mau lo? Buat Raline menyerah sama hubungan pernikahan kalian, siap-siap aja dapat surat gugatan dari Raline. Terimakasih jangan ganggu dia lagi, sudah cukup waktu kemarin lo sia-siakan dia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Melt Your Heart
ChickLitMenjadi anak dari seorang menteri keuangan dan influencer terkenal tidaklah membuat hidup Argan Anarghya Swasono menjadi gampang. Dari kecil sampai besar dirinya dididik begitu keras, di tuntut ini itu adalah sebuah hal biasa untuk dirinya. Namun di...