14

29K 1.5K 2
                                    


Raline merasa hatinya sangat panas, emosinya benar-benar di puncak mendengar suaminya berbicara soal ranjang. Emang Raline gak pernah pengalaman melakukan itu, mana bisa langsung pinter? Pasti harus belajar dulu lah, dan suaminya bicara begitu seolah-olah sudah sering melakukannya dengan wanita-wanita bayaran di luar sana. Hatinya langsung terbakar membayangkannya.

"Kenapa Bu? Pulang-pulang kok kusut banget gitu mukanya?" tanya Bi Nur, asisten rumah tangga yang Raline sewa.

"Gak apa-apa Bi, cuma lagi kesel aja sama suami saya" jawabnya jujur.

"Pak Argan emang ngapain kok sampai Bu Raline kesel banget gini? Saya pijiten ya kakinya sini, sambil cerita siapa tau saya bisa kasih saran Bu" wanita separuh abad lebih itu duduk di karpet dan memegang kaki Raline berniat memijat.

"Eh kalau mijet di atas sini Bi, duduk sama saya jangan dibawah gitu gak enak" ucapnya pelan, memegang tangan Bi Nur memintanya naik ke sofa.

"Gak apa Bu, enakan di bawah gini saya mah bisa selonjoran" jawab Bi Nur tersenyum tulus.

"Beneran Bi? Saya ijin ya duduk di atas"

"Iya Bu santai aja, gimana ceritanya?" Bi Nur emang tidak salah pilih atasan lagi, pikirannya. Setelah bersama kurang lebih sepuluh tahun bersama Alaina, akhirnya Bi Nur disuruh untuk ikut ke rumah Argan bersama istri barunya ini. Bayangan tentang istri baru yang sombong dan angkuh sudah terpatri di benaknya saat mendengar berita-berita sekilas dari para art lainnya.

Saat itu Bi Nur cuma pasrah dan kalau tidak sanggup ya minta resign, tapi saat melihat langsung atasannya ini dirinya langsung dibuat terpukau dengan kecantikan alami dan senyum manis yang sangat tulus. Waktu itu Bi Nur mengira itu hanya topeng belaka saat ada sang mertua, tapi saat Alaina pergi untuk pulang, atasan barunya itu bersikap sangat baik dan malah menganggap seperti ibunya sendiri. Dia langsung mengucap syukur berulang kali.

"Aku gak menarik ya Bi?" ucapnya menunduk, tidak percaya diri.

"Lah kata siapa Bu? Bu Raline tuh cantiknya kebangetan, semua orang pasti langsung tertarik kalau lihat Ibu mah" Raline menatap Bi Nur tidak percaya.

"Saya tau Bi, semua orang juga bilang begitu tapi kenapa suami saya gak Bi? Kenapa suami saya selalu menghindar? Saya kurang gimana? Saya malu kalau ketemu sama Bunda, ditanyain perkembangan hubungan, padahal kami masih stuck disitu. Mas Argan gak mau terbuka sama saya, pulang juga makan langsung tidur. Pagi-pagi cuma minta kopi langsung berangkat kerja gitu terus" Raline merasa benar-benar tidak enak menceritakan hubungan rumah tangganya yang begini, tapi gimana lagi dia perlu mengeluarkan semua unek-uneknya dan yang menurutnya paling aman ya Bi Nur.

"Bu, sebenarnya Bapak itu udah ada rasa sama Ibu kelihatan banget dari matanya pas lihatin Ibu masak tiap pagi. Tapi emang sepertinya Bapak tuh gengsi Bu, dari remaja Bapak emang gengsian. Kalau menurut saya coba Bu Raline pancing aja, saya tau banget itu matanya Bapak gak bisa bohong kalau tertarik banget sama Ibu" Raline melotot tidak percaya, masa sih? Raline gak sadar sama sekali. Menurutnya ya tatapan Argan tuh tatapan mengintimidasi gitu.

"Hah masa sih Bi? Terus saya harus gimana? Masa saya kurang pengertian ke Mas Argan Bi?"

"Bapak juga lelaki normal biasa Bu, nanti coba pakai baju yang menurut Ibu bagus, sama masakin makanan kesukaannya. Ibu jangan gengsi udah nempel aja sama Bapak, elus-elus rambutnya saya jamin bakal luluh" ucap Bi Nur memberi saran, sepertinya itu ide bagus tapi kan suaminya itu nanti malam pulang larut.

"Terimakasih Bi sarannya, nanti deh saya coba" lalu keduanya larut dalam percakapan sehari-hari, yang menurut Raline menyenangkan untuk dibahas.

****

"Halo? Kenapa? saya kan udah bilang ada meeting sampai malam"

Raline mendengus. "Pulang atau gak?"

"Ya pulang, paling jam sepuluh lebih"

"Oke, lanjut kerja yang semangat suamiku" lalu Raline mematikan sambungan teleponnya sepihak dan menyengir ke arah Dea yang sudah menatapnya penuh selidik.

"Bucin banget ya lo sekarang" ucapnya menyentil kening Raline.

"Ih apa sih Mbak! Udah ayo pilih mana yang bagus buat gue, yang kelihatan cantik banget"

Dea geleng-geleng kepala melihat, bocah satu ini kalau bucin niat banget emang.

"Lingerie lo bukannya udah puluhan ya? Lo kemana-in semua itu?" tanya heran, pasalnya sebelum menikah dulu Raline kan sering koreksi baju-baju seksi begitu.

"Udah jelek, ada yang gak muat, nih ukuran gue makin gede kayaknya karena sering dilihatin sama suami" ucapnya sok, membuat Dea tertawa terbahak-bahak mendengarnya.

"Tolol banget, ya emang lo nya aja yang tambah gendut kali. Mana ada di lihat doang bisa makin gede, ngakak banget gue sama kelakuan lo setelah nikah. Makin random aja"

Raline mencak-mencak tidak terima. "Diam Mbak, gak usah bikin gue badmood ya, gue gak gendut tau! Nih lihat body bagus gini dibilang gendut gue cabe juga lo"

"Iya deh, makanya gue juga kemarin bilang body lo makin oke aja, kalau jadi model dewasa kayaknya bakal laku keras sih ini mah" ucapnya menggoda dan langsung saja mendapatkan pelototan tajam dari Raline.

"Gila lo, mau ditaruh mana muka gue ini!" Dea tersenyum tanpa bersalah dan berlalu mengambil beberapa baju yang sangat terbuka.

"Nih, gak usah banyak bacot, beli semua. Uang lo kan banyak, itu tuh disana beli juga yang warna merah item bagus tuh" Raline terheran-heran, ini sih bukan lingerie lagi ya, udah kayak gak pakai baju. Gila aja mau pakai ginian, mau taruh mana mukanya.

"Udah gak usah bengong, cepetan bayar. Keburu malam nanti laki lo ngamuk, belum ke salon juga" Raline tersadar, mengangguk dan langsung membayar puluhan lingerie yang dia beli. Bodoamat lah dengan nominalnya, uang suaminya itu kan banyak.

Tiba-tiba saat mereka asik mengobrol dan mengejek satu sama lain, terdapat seseorang yang sangat dikenalinya memanggil.

"Raline? Tunggu" suara berat itu, Raline sangat ingat.

"Mas Zidan?" Raline tidak percaya, lelaki di depannya ini begitu sangat dia rindukan. Cinta pertamanya, yang mengajarinya banyak hal.

"Sorry, ganggu? Tapi aku susah banget nemuin kamu setelah kita putus waktu itu" ucapnya jujur, karena larang keras dari sang papa untuk tidak menggangu lagi kehidupan seorang Raline selaku putri kesayangan dari sahabatnya jenderal Adi.

"Aku paham, Mas apa kabar?" ucapnya pelan.

"Aku baik, kamu sendiri? Raline tolong kalau kamu gak bahagia bilang sama aku ya? Kali ini kalau dia gak bikin kamu bahagia aku siap ngelawan papa demi kamu" Raline melotot kaget, sempat tidak percaya. Sejenak dirinya gagu sampai terdengar bunyi ponselnya yang sangat nyaring.

"Pulang sekarang Raline!" Suaranya seperti sedang menahan emosi.

"Bentar ah, aku masih mau ke salon"

"Pulang sekarang atau saya suruh bodyguard saya nyeret kamu ke mobil?" Ucapnya penuh penekanan dan intimidasi. Raline mendengus sebal. Mematikan sambungan teleponnya.

"Mas maaf tadi kepotong, suamiku lagi nyariin aku tadi gak sempet ijin. Btw terimakasih, aku udah bahagia kok sama suamiku. Kamu harus nemuin kebahagiaan kamu sendiri Mas, aku tau diluaran sana pasti banyak banget yang antri buat dapetin kamu. Buka hati kamu lagi ya? Demi aku, kamu harus bahagia. Aku permisi suamiku udah nyuruh aku pulang"

Lalu Raline menyeret Dea yang hanya bengong melihat interaksi antar mantan yang sok-sok tidak saling rindu itu.

Zidan tersenyum getir, menunduk dan akhirnya berjalan berlawanan arah.

Melt Your Heart Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang