Argan termenung, menatap sekeliling rumahnya yang tampak sepi. Biasanya setiap pagi Argan akan mendapati pemandangan istrinya yang mondar-mandir di area dapur, memasak dan membuatkannya kopi. Tapi kini sudah seminggu sejak kejadian itu, dan Argan belum bertemu sama sekali dengan Raline.Raline menutup semua akses untuk Argan bertemu, entah apa yang dia rencanakan. Raline bahkan mengancam apabila Argan dengan nekat menemuinya dikediaman orang tuanya maka Raline tidak akan segan-segan untuk melayangkan surat gugatan pada hari itu juga.
"Pak? Kopinya, nanti dingin" seru Bi Nur, membuyarkan lamunannya.
Argan berdehem, meminum kopi itu dengan sekali teguk. "Yang sabar ya Pak, saya yakin Bu Raline pasti balik lagi ke rumah. Bu Raline mah udah sayang sama Bapak, tapi Bapak aja yang gak peka"
Argan melirik Bi Nur menautkan alisnya dengan galak, membuat Bi Nur langsung menunduk. "Maaf Pak, gak bermaksud begitu saya cuma menyampaikan fakta"
"Bi Nur tau darimana?" ucapnya pelan. "Saya sering ngobrol sama Bu Raline Pak, tapi jangan bilang ya Pak ke Bu Raline kalau tau dari saya"
"Bilang gimana?" tanyanya kaget, jujur Argan bahkan tidak menyadari perasaan yang timbul diantara mereka. Argan pikir Raline lah yang tidak tertarik dengannya selama ini, dia pikir Raline mempertahankan pernikahan ini untuk kepentingannya sendiri.
"Bu Raline sering merasa kurang percaya diri Pak, bilang ke saya 'tipenya Mas Argan gimana ya Bi? Saya kurang menarik ya Bi?' sering banget pengen Bapak tuh perhatian dikit aja, kelihatan banget udah sayang sama Bapak. Selalu excited kalau masak menu baru kesukaan Bapak, perlakuan kecil gitu aja udah nunjukin kalau Bu Raline emang mau pernikahan ini berjalan semestinya" ucapnya menjelaskan. Membuat Argan meremas rambutnya sendiri, merasa sangat bersalah, kemana saja dirinya setengah tahun ini? Kenapa baru sekarang Argan sadar.
"Sudah menyesal kamu?" kini tiba-tiba Ibundanya datang, membawa beberapa paperbag yang Argan duga makanan. Selama satu Minggu ini juga Alaina tidak mau bertemu dengannya dan baru menunjukkan batang hidungnya sekarang.
"Bun?" Argan berdiri memeluk Bundanya itu dengan sangat erat.
"Udah puas kamu Kak? Buat Bunda kecewa, buat semua orang kecewa puas kamu?" ucapnya memukul-mukul lengan Argan, matanya berkaca-kaca menatap putra sulungnya itu dengan tajam.
"Maaf Bun, Argan sadar Argan salah" Alaina tampak menghapus air matanya sendiri, menatap sang putra yang tampak menyedihkan.
"Ayah kamu tadi bilang, nanti malam Pak Adi bakal adain acara makan malam keluarga dan kita di undang. Kamu tanya Raline lagi, udah mau ketemu sama kamu apa belum. Kalau mau nanti ikut sama kita. Bunda gak berani tanya, karena tau gimana rasanya di kecewain. Bunda pulang dulu" Alaina menepuk-nepuk pundak anaknya, melirik Bi Nur sebentar, mengintruksikan untuk membawa makanannya ke dapur.
****
"Demi Line? Satu minggu ini lo berpikir dan keputusan lo mau balik sama si bajingan itu?" Dea geleng-geleng kepala, melemparkan bantal di depan muka Raline yang tampak santai menonton film.
"Kata Mama, di setiap hubungan rumah tangga itu pasti punya masalah. Tinggal kita yang menyikapinya gimana, dan ini justru tantangannya. Gue bisa gak ngelewatin itu semua? Dengan gue nyerah gitu aja sama aja gue seperti pengecut, gue gak mau terlihat sebegitu lemahnya Mbak" ucap Raline kini menatap serius kearah Dea.
"Lo belum ngomong kan ke Pak Adi? Biar gue yang ngomong" ucap Dea berjalan keluar kamar Raline, dengan cepat Raline langsung saja mencengkal tangan Dea menghentikan langkahnya.
"Mbak, gak usah gue udah putuskan, lagian kalau gue capek gue bisa aja gak perduli dengan sikap Argan dan lebih menikmati fasilitas-fasilitas yang dia berikan udah itu udah cukup bagi gue sekarang. Gue aja yang terlalu terbawa perasaan kemarin, sudah seharusnya dari awal gue gak naruh harapan dengan orang seperti Argan. Gue yang salah" ucapnya, memohon. Ini sudah keputusan bulatnya, Raline sudah berpikir ratusan kali dan memutuskan untuk bertahan.
"Serius? Kebahagiaan lo juga penting Line"
"Kebahagiaan gue sederhana kok Mbak, lo tau sendiri, gue gak suka banyak dituntut itu aja. Di rumah Argan gue nemu namanya keluarga, keluarga yang gak pernah nuntut gue ini itu" ucapnya jujur.
"Oke, kalau itu yang lo mau. Kalau lo nantinya capek bilang sama gue ya? Gue bakal bantu lo" Raline mengangguk antusias, memeluk dengan erat Dea.
"Makasih Mbak, emang cuma lo yang pengertian" Dea mendengus menonyor kepala Raline dengan sebal.
"Gue sebel tapi gimana lagi, emang udah keputusan lo" Raline tersenyum menyengir, kembali rebahan melanjutkan menonton film yang tertunda.
"Terus lo kapan baliknya? Udah hubungin Argan?" tanyanya penasaran.
"Belum, tadi gue udah bilang ke papa kalau Mas Argan udah pulang dinas siapa tau diajak makan malam bareng. Terus papa cuma angguk-angguk kepala gitu, gue gak tau deh"
"Tolol! Kalau Pak Adi undang yah jelas mau-mau aja tapi kan kemarin lo udah ancam dia buat gak ke rumah sebelum dapat ijin dari lo sendiri" Raline menepuk jidatnya sendiri, merasa bodoh.
"Bentar gue ambil dulu deh handphonenya"
"Lah Mbak? Papa udah undang dia deh ini dia bilang boleh gak nanti ikut makan malam" ucap Raline kaget, menunjukkan room chatnya dengan Argan.
"Lo jawab aja sana, bilang iya. Nanti tapi ingat ya lo harus cuek sama dia. Pokoknya lo gak boleh luluh segampang itu Line. Ingat harga diri lo kemarin yang dia injak-injak" peringat Dea, Raline mengangguk setuju. Lagian memang itu sudah menjadi rencananya.
Mas Argan
Kesini aja******
Sorry guys kalau alurnya lambat, dan jarang up soalnya lagi sibuk, sibuk maraton drakor wkwk.
Vote dan komen yang banyak ya biar aku semangat nulis hehe, seru tau baca komen-komen kalian!
Maaf ya kalau Argan agak brengsek tapi aslinya baik kok, emang belum sadar aja si doi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Melt Your Heart
ChickLitMenjadi anak dari seorang menteri keuangan dan influencer terkenal tidaklah membuat hidup Argan Anarghya Swasono menjadi gampang. Dari kecil sampai besar dirinya dididik begitu keras, di tuntut ini itu adalah sebuah hal biasa untuk dirinya. Namun di...