2nd - About Chemistry and Tipsy

131 18 55
                                    

"Pulang atau aku yang jemput ke sana." - Him

---------------------------------

"Macet banget, parah."

Rei melempar kunci mobilnya ke meja penuh gelas dan puntung rokok. Di sampingnya, terdapat Riko yang sibuk menghembuskan asap dari mulutnya. Ia celingak-celinguk mencari keberadaan satu temannya lagi.

"Haikal mana? Belom dateng?"

Kama menunjuk dengan dagunya ke arah utara dimana Haikal berjalan masuk ke area outdoor. Laki-laki itu terlihat santai dengan kaus putih yang dimasukkan ke celana jeans, dengan jaket denim sebagai lapisan luarnya.

"Kenapa ya, gue kalo ngeliat lo bawaannya syirik aja gitu?" ujar Nana.

"Dari dulu emang lo begitu, jadi gue gak kaget."

Nana menyesap Latte yang sudah dingin hingga tandas, "Kerjaan lo enak banget."

Mendengar Nana berbicara seperti itu, membuat ekspresi sombong seketika terbentuk di wajahnya.

"Jadi gimana, Na?" Kama memajukan tubuhnya, "Udah kekumpul berapa?"

Jericho menutup wajah menahan tawa mendengar pertanyaan temannya. Begitu juga Rei yang mulai tersenyum kecil menunggu respon dari Nana.

"Kekumpul niat dan doa."

Tawa seketika pecah dari keempatnya. Haikal yang baru menghisap pod-nya, langsung tersedak asap akibat jawaban yang kelewat pasrah.

"Anjing, anjing! Hahaha!"

"Terusin! Terusin lo pada ketawa! Bentar lagi lo ngerasain jadi gue!"

Kama menyugar rambutnya yang mulai lepek, air mukanya langsung berubah serius saat ada panggilan masuk dari seseorang.

"Ya?"

"Aku hari ini lembur."

"Lho? Kemarin kan udah lembur, kok lembur lagi sih?"

"Iya, emang rese banget."

"Yaudah, nanti chat aku ya kalo udah pulang, nanti dijemput, aku juga lagi ngumpul sama yang lain."

"Okay, have fun!"

Kama memutus panggilan dan kembali fokus ke teman-temannya yang masih betah mengolok Nana tentang mahar yang diminta oleh calon mertuanya.

"Udah ada yang dapet kabar belom?"

Rei menaikkan kedua alisnya meminta penjelasan.

"Hana."

Haikal kembali menghembuskan asap, "Terakhir gue liat dia pas wisuda Dinar."

Nana membulatkan matanya, "Terus?"

"Ya gak ada terus, orang gue gak nyamperin dia."

"Yeu! Tolol! Kenapa gak lo samperin?" wajahnya berubah datar, "Harusnya itu jadi kesempatan lo buat minta nomor dia yang baru."

The Sound of Longing | Huang RenjunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang