"Oh, apartemen orang kaya bisa macet juga pintunya?" - Septi
-----------------------------------
Hana baru kembali dari lantai 22 saat melihat bingkisan di meja kerjanya. Sebuah kotak kecil putih berpita biru elektrik seukuran 2 telapak tangannya. Tidak ada tanda-tanda si pengirim di luar kotak.
"Mas? Mas Aden?" Hana mengangkat kotak tersebut agar bisa dilihat oleh laki-laki berumur 30 tahunan yang sedang berada di ujung ruangan.
Mas Aden menaikkan kedua bahunya, lalu menggerakkan mulut serupa, "Resepsionis."
Hana menurunkan tangannya perlahan, meletakkan kotaknya kembali ke atas meja, ia masih ragu untuk membukanya, siapa tahu isinya bom? Ya kali, Han. Namun rasa penasarannya tidak bisa ditahan, ia menarik simpul pita tersebut hingga terlepas sempurna, dan membuka penutupnya.
Sebuah kartu seukuran KTP berwarna kuning kusam menjadi benda pertama yang ia lihat.
"For Mom-to-be"
Hana lantas meneliti satu persatu isi kotaknya, terdapat sebuah botol beling berukuran sedang bertuliskan Blackmores Pregnancy serta 3 snack bar Granola. Seakan menjurus ke satu tersangka, Hana langsung membuka ponselnya dan membuat sebuah panggilan, 20 detik ia menunggu, panggilannya tidak kunjung diangkat, ia memutuskan menggeser opsi merah.
Belum genap ponselnya ia letakkan, sebuah panggilan masuk dari nama yang sama tertampil di layar.
"Kenapa? Aku tadi lagi diskusi sama Tisya."
"Aku makasih banget kamu masih ngasih perhatian di sela-sela jam kerja kamu yang padat, tapi bisa gak kalo ngirim sesuatu ke kantor tuh gak usah pake embel-embel 'Mama'? Takutnya ada yang ngeliat."
"Hah? Apa? Aku ngirim apa?"
"Vitamin, kamu yang ngirim kan?"
"Vitamin apa? Aku baru aja mau nyuruh Tisya bawain makanan ke kamu."
"Hng?" dahinya berkerut, ia meneliti ulang tiap sisi kotak itu, namun tidak ada petunjuk lain.
Setelah mengakhiri panggilan kekasihnya, Hana beralih ke kontak lain. Kalau bukan Rei, sudah pasti dia yang mengiriminya.
"Ya, beb?"
"Dimana?"
"Di rumah, kenapa? Mau main? Sini."
"Ini lo yang ngirim? Vitamin sama snack bar."
"Hah?"
Hana langsung memutus panggilan. Jawaban yang ia terima dari Erika sama persis dengan apa yang dilontarkan Rei, tanda bahwa bukan perempuan itu juga pelakunya.
"Han."
Hana menoleh ke arah datangnya suara.
Jari telunjuk dan tengah Javi bergerak memberi kode untuknya masuk ke ruangan laki-laki itu. Untuk sesaat, Hana masih menaruh rasa penasaran pada kotak putih di hadapannya, sebelum kembali menutupnya dan menyimpannya di balik laptop yang terbuka.
Desinta menahannya saat ia berjalan melewati kubikel perempuan itu, "Lo tau kan, Han, kalo Pak Javi tiba-tiba keluar manggil lo secara langsung tanpa lewat interphone tandanya apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Sound of Longing | Huang Renjun
Fiksi Penggemar"It's about silence that sounds so loud." Waktu tidak pernah menjanjikan suatu pertemuan, tapi ia janji, apa yang seharusnya berada di lorong itu, selamanya akan tetap berada di sana. 3 tahun berjalan, Hana menemui kebuntuan di jalan gelap tanpa pel...