20th - One Day Closer

129 15 96
                                    

"Kita jelas beda, lo hari Minggu, gue hari Jumat." - Kama

-------------------------

Seperti sebuah pertemuan yang menjadi awal dari setiap kisah, entah kisah yang berujung bersama, atau kisah yang berakhir membuat kisah-kisah lain, ada usaha yang layak untuk dihargai, ada tawa juga tangis di setiap malam yang dilalui, ada pengorbanan berupa sayatan hati ketika jemari itu bergerak lincah di atas papan huruf.

Kembali menulis pesan renjana di tengah temaramnya lampu kamar, menyimpannya dalam folder draft, dan akan dikirim ketika mereka telah bertemu.

Sejenak, Kama diam, memaku tatapnya pada nama itu lagi, lalu meraih gitarnya, memetik senarnya, menciptakan nada sumbang sebelum benar-benar terangkai menjadi pembuka sebuah lagu. Ponselnya ia sandarkan di laptop yang terbuka, ia tersenyum tipis, lalu,

Don't try to make me stay

Or ask if I'm okay

I don't have the answer

Don't make me stay the night

Or ask if I'm alright

I don't have the answer

Hanya Kama yang tahu kepada siapa lagu itu ia tujukan. Satu nama dan wajah manis itu ia bawa di kepala, selagi lirik-lirik melantun dengan lugas dari bibirnya.

Heartache doesn't last forever

I'll say I'm fine

Midnight ain't no time for laughing

When you say goodbye

Kama tertawa saat suaranya hampir meleset. Tanpa mengurangi rasa yang berhasil terpupuk, ia tersenyum di sela-sela nyanyiannya, merayakan betapa bahagianya dia atas bait yang akan ia ucapkan setelah ini.

It makes your lips so kissable

And your kiss unmissable

Your fingertips so touchable

Kama yang sedari tadi menunduk, memperhatikan permainan jari-jarinya, kini mengangkat sedikit kepala dan menatap ke depan,

"And your eyes...irresistible."

Tidak panjang namun cukup membuat wajah yang terpampang di layar bersemu dengan sempurna.

"Gimana? Romantis gak?"

Erika memegangi kedua pipinya, "Gila! Kayaknya gue lagi salting deh."

"Oke. Gue anggep itu sebagai jawaban."

"Harusnya tadi lo natap gue pas nyanyi, biar makin amburadul gue."

Kama tergelak, ia meletakkan gitarnya di samping kasur, "Jangan ngegas gitu ah."

"Gue nungguin digas balik soalnya."

"Siapa? Gue? Rem gue baru ganti kampas, jadi masih pakem."

"Jadi? Gue ditolak lagi nih? Kedua kalinya?" Erika menunjuk dirinya sendiri secara provokatif.

Kama memperhatikan lawan bicaranya sejenak, lalu terkekeh yang perlahan berubah menjadi sebuah tawa yang cukup kencang.

"Kok malah ketawa?"

Kama masih berusaha mengontrol tawanya, apa yang ia hadapi sekarang benar-benar lucu.

"Lo serius apa bercanda sih, Er?"

"Gue udah ngajak lo jadian 2 kali, masa masih dibilang bercanda. Gak waras."

The Sound of Longing | Huang RenjunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang