18th - Boleh Dicoba

96 11 70
                                    

"Beneran abis minum susu, si anjing!" - Jericho

--------------------------

Seharian hanya beraktivitas di atas kasur, namun demamnya tak kunjung turun, justru makin memburuk karena flu. Di saat-saat seperti ini, biasanya Hana yang akan menyuplai obat ke tubuhnya, tapi perempuan itu sedang jauh, ia terlalu malas bergerak ke dapur untuk sekedar mengambil air putih karena keadaan tubuhnya yang benar-benar lemas.

Pucuk dicinta, ulam pun tiba. Peningnya seketika hilang saat wajah Hana memenuhi layar ponselnya.

"Udah enakan?"

"Belom, sekarang aku malah flu."

"Poor you."

"Kamu udah boleh pulang?"

"Harusnya kemaren, tapi resep obatnya baru jadi hari ini."

"Aku jemput, bentar siap-siap dulu."

"Gak usah, Erika udah jalan jemput aku. Sekalian aku mau minta izin main ke rumah dia sebentar, boleh?"

"Gak boleh."

"Ih kan aku udah sembuh."

"Keluar dari rumah sakit, bukannya istirahat malah main."

"Sebentar aja kok, aku mau curhat."

"Pulang."

"Gak lama, cuma--"

"Pulang, Hanaya."

Hana berdecak dan langsung menjauhkan wajahnya dari layar, kini yang terlihat hanya mata kiri juga sedikit bagian bibirnya.

"Kemaren seharian sama Mama gimana?"

"Mama gak nelpon kamu?"

"Enggak, emang ada apa? Baik-baik aja kan?"

"...iya. Kita banyak ngobrol."

"Wow. Sulit dipercaya sih, tapi semoga seterusnya Mama begitu ya. Tinggal aku yang cari cara buat deketin Mas Abi hahaha."

Rei mana tahu bagaimana Hana memaksa sebuah senyum di bibirnya, juga mata yang menahan sensasi panas ketika kata-kata Tante Ayuni terputar kembali di otak.

"Erika udah di lobby, aku siap-siap dulu ya."

"Iya. Hati-hati. Inget, pulang, bukan main."

Panggilan video diakhiri dengan senyum tipis dari keduanya. Rei meletakkan ponselnya di dada, tangan kiri nya terkulai begitu saja di sisi tubuh, sedang tangan kanannya menutup kedua matanya yang nanar. Senyumnya luntur bersamaan dengan wajah Hana yang menghilang dari layar.

"Kenapa harus bohong?" lirihnya.

Rei tidak bodoh. Wajah sembab Hana menjelaskan segalanya. Mama tidak mungkin menerima Hana secepat itu. Entah pembicaraan apa yang terjadi di antara mereka berdua, Rei yakin, Mama telah menyakiti Hana.

Dengan sisa-sisa tenaga yang ia punya, Rei diharuskan menuruti permintaan Papa untuk pulang. Dalam gelisahnya, Rei tahu, Mama hanya meminta sebuah penjelasan, tidak yakin bagian mana yang harus dijelaskan, yang pasti merujuk pada Hana dan dirinya.

Dalam perjalanannya menuju basement, Rei mendapati ponselnya menyala, menampilkan sebuah pesan dari Adisti yang membuat kakinya hampir kehilangan tenaga untuk menapak.

"Tante tau."

Hanya 2 kata, tapi mampu membuatnya merasa tercekik. Rei berhenti sejenak di sisi mobil, mencari pegangan karena pusing yang semakin menjadi. Lalu di balik kemudi, ia mengambil nafas banyak-banyak, menyiapkan diri untuk segala kemungkinan yang akan Rei dengar dari Mama.

The Sound of Longing | Huang RenjunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang