27th - Baca Bismillah

123 14 159
                                    

"Nah! Kalo dia nih, tipe orang yang kalo mabok jadi tolol. Liat tuh! Dongo banget mukanya." - Rei

---------------------------

"Jangan bawa-bawa gue lagi," Kama mengingat-ingat lalu meniru bagaimana suara dan intonasi Rei di telepon kemarin, "Tapi nyatanya panik juga, sampe subuh-subuh udah nyusulin ke sini. Jam berapa lo dari Bandung?"

"Jam 2 pagi," Rei memutar topinya menghadap belakang agar angin pagi lebih leluasa menyejukkan kulit wajahnya, "Bukan apa-apa, kerjaan gue udah kelar, jadi ngapain lagi di Bandung."

"Kerjaan udah kelar atau ketar-ketir gara-gara gue?" Kama menanggapi dibarengi kekehan.

"Apaan?"

Pagi-pagi sekali, sekitar setengah 4 pagi, Rei sampai di Trawangan dan dilanjut ia dan Kama yang kembali ke Lombok untuk sekedar membeli bir kalengan berlogo bintang. Tidak ada obrolan berarti selama mereka mengapung di atas speed boat. Rei menghindari melakukan percakapan panjang dengan pria itu, karena ia tahu, topik yang dibahas tidak akan jauh-jauh dari "si wanita".

Rei menengok pada belanjaan mereka yang diletakkan di kabin kapal, lalu meringis. Kasihan sekali ginjalnya tersentuh alkohol terus dari kemarin.

"Lo serius sama omongan lo?"

"Yang mana?" Rei balik bertanya tanpa menoleh.

"Letting go...of her." Kama menjawab dengan penuh kehati-hatian.

Rei memberinya tawa. Sebuah tawa yang membuat Kama sedikit sungkan dan berujung membuang muka.

"Pelan-pelan aja sih, Kam. Biarin dia nafas dulu hahaha. Gak usah panic buying gitu."

"I didn't buy her. She's not a thing."

"Siap, Kak," Rei mengulurkan kotak rokok biasanya yang sudah pasti ditolak oleh Kama, dan berakhir ia yang menyesap nikotin sendirian, "Jawaban gue gak berubah. Silakan kalo dia mau, kalo dia gak mau ya jangan dipaksa."

"Dan kalo gue gagal?"

"Ya...lo gagal, apalagi."

"Will you try to get her...again?"

Rei menarik nafas dalam, lalu menghembuskan nafas panjang bersama asap putih keabuan dari rokoknya. Dia tidak menjawab, hanya menatap jauh lurus ke depan, tak jelas titik mana yang ia lihat. Topinya kembali ia putar ke depan untuk menutupi matanya yang mendadak perih.

"Ren?"

Lagi-lagi ia menarik nafas dalam, namun kali ini hembusan nafasnya tidak bersama asap bakaran tembakau, "I will."

"Ternyata lo gak bener-bener ninggalin dia."

"Cuma sampe utang Hana lunas ke gue."

"Utang? Berapa? I'll pay."

Rei menggeleng, lalu kembali menyesap rokoknya, "Bukan uang."

"Tapi?"

"Waktu."

"Berapa lama?" Kama masih menuntut jawaban jelas.

"Sembilan bulan."

Kama berdecih, "Kayak orang hamil aja."

Dan tawa tanpa tanggapan lain dari Rei berhasil memberikan perubahan wajah yang signifikan pada Kama. Pria itu menatap penuh kegelisahan Rei yang kini masih menyesap ringan batang beraroma tembakaunya.

"Have you ever touched her?"

Pertanyaan bersuara rendah itu membuat Rei menghentikan kegiatannya dalam merusak paru-paru. Dia membuangnya, menginjak bara apinya pada lantai kapal, lalu mengacak-acak abu yang tertinggal dengan ujung sepatunya.

The Sound of Longing | Huang RenjunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang