"Congratulations. Kamu berhasil bikin aku keliatan tolol di mata Javi." - Rei
--------------------------------
"Buat saya?"
Sebuah paperbag diletakkan di atas meja yang disambut oleh wajah sumringah Hana.
"Iya."
Hana mengintip ke dalam paperbag tersebut, matanya dibuat makin melebar saat tahu apa isinya.
"Pie susu! Wiii! Makasih, Pak Javi! Saya dari kemaren lagi pengen banget pie susu, cuma gak tau nyari dimana."
"Suruh pacar kamu nyari dong."
"Dia lagi di luar kota, Pak."
"Kasian banget lagi hamil malah ditinggal."
Javi merenggangkan punggungnya di atas kursi. Laki-laki itu bolak-balik menguap, sesuatu yang jarang Hana lihat.
"Bapak kalo masih kurang istirahat, ya gak usah ke kantor dulu harusnya."
"Tadinya emang begitu, tapi tiba-tiba saya pengen ketemu kamu," Javi menegakkan duduknya, "Jadi gimana kabarnya?"
"Kabar yang mana nih?"
"Kamu dan," Javi menunjuk perutnya, "Anak kamu."
"Kita baik, kemaren emang sempet mual-mual terus, tapi sekarang udah mendingan kok."
"Berarti udah baik-baik aja kan ya?" Javi mengambil sesuatu di kolong meja yang ternyata adalah tumpukan pekerjaan untuknya, "Bawa ini ke bagian administrasi, suruh mereka bikin surat pengantar buat tiap dokumen yang ada, terus langsung kamu sortir ya, nanti sore mau saya bawa."
"Hah?"
"Sortir. S. O. R. T. I. R. Masih gak ngerti juga? Sortir adalah kegiatan atau proses memisahkan--"
"Saya ngerti, tapi ini...banyak banget."
"Makanya saya butuh bantuan kamu, kalo cuma sedikit ya saya kerjain sendiri, Hanaya."
Dengan kepala yang bersungut-sungut, Hana meletakkan kembali pie susunya ke atas meja, "Jadi pie susu itu cuma sebagai sogokan?"
"Oh iya dong! Masa saya kasih kamu cuma-cuma, saya kan bukan ibu peri."
Dengan sekuat tenaga, Hana meletakkan dokumen-dokumen yang tebalnya sekitar 50 cm tersebut ke atas tangan.
"Sini deh saya bantu aja."
"Gak usah."
"Ketus amat. Gak ikhlas?"
Hana memberi lirikan sinis untuk Javi sebelum keluar dari ruangan laki-laki itu. Ruang admin terletak 1 lantai di bawahnya, jadi akan lebih efektif jika ia menggunakan tangga manual saja. Hana baru sampai di tikungan tangga saat Javi juga ikut keluar dari ruangan.
"Bapak mau ngapain?"
"Bikin kopi, mau?"
Hana menghentak salah satu kakinya, "Pak, pantry kan sebelahan sama ruang admin, kenapa gak Bapak aja sih yang bawa dokumennya?"
"Punya karyawan tuh harus dimanfaatkan dengan baik."
Laki-laki itu berjalan melewatinya begitu saja dengan kedua tangan yang dimasukkan ke saku celana.
"Tengil banget." gerutunya.
Pandangan yang terhalang karena tumpukan kertas, membuatnya kesulitan untuk melihat jarak-jarak anak tangga di bawahnya.
Javi yang sudah berjarak 6 anak tangga darinya, kembali menoleh ke atas, "Bisa gak?"
"Bi...sa."
Javi berdecak, ia kembali naik, berniat mengambil separuh beban yang Hana bawa ketika perempuan itu kehilangan keseimbangan akibat kakinya yang belum sempurna menjejaki anak tangga kedua, dan yang Javi takutkan pun terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Sound of Longing | Huang Renjun
Fanfiction"It's about silence that sounds so loud." Waktu tidak pernah menjanjikan suatu pertemuan, tapi ia janji, apa yang seharusnya berada di lorong itu, selamanya akan tetap berada di sana. 3 tahun berjalan, Hana menemui kebuntuan di jalan gelap tanpa pel...