3rd - Test Pack

118 15 21
                                    

"Bulan ini kamu udah ngecek belom?" - Him

-----------------------------------

Laki-laki di sampingnya menelengkan kepala, melihat ke dalam lobby apartemen tempat temannya tinggal selama ini.

"Setelah sekian lama gue gak tau tempat tinggal lo, akhirnya gue tau," Jericho kembali meluruskan pandangnya ke arah Hana, "Ternyata lo banyak duit ya."

"Lho? Anda lupa ya? Saya ini kan budak Javi, mana ada ceritanya budak banyak duit."

"Tapi apartemen lo mewah begini."

"Lo gak tau istilah sugar daddy?" Hana memutar badan untuk mengambil clutch-nya, "Gue dateng agak siangan, jangan sampe Pak Javi tau."

Riko mengecek jam di pergelangan tangannya, "Kan sekarang masih jam 6, cukup lah buat lo sikat gigi sama dandan terus jalan ke kantor."

"Sugar daddy gue pasti marah karna semalem gue gak pulang," sebelum benar-benar turun, Hana menoleh sekali lagi, "Inget, jangan sampe Pak Javi tau."

Setelahnya, ia masuk tanpa menunggu temannya melajukan mobil terlebih dahulu. Di dalam lift, Hana terus menambah asupan oksigen serta sabar untuk menghadapi makhluk apa yang ada di dalam apartemen nanti.

"Inget, Han. Jangan. Emosi. Jangan. Marah." monolognya pada diri sendiri, padahal ia tahu, itu tidak akan membuatnya selamat nanti malam.

Memang, setelah laki-laki itu mengiriminya pesan sarat ancaman, ia tidak menerima pesan apa-apa lagi. Namun, justru itu yang membuatnya takut, kekasihnya bagai air sungai yang bergerak tenang ke hulu, tapi tidak ada yang tahu, bahwa di hulu, yang akan ia temui selanjutnya adalah air terjun tinggi yang bisa membuatnya terpeleset, terjatuh, dan kehilangan nyawa.

Gerakannya melambat seiring langkah yang mendekat ke pintu unit, di angkatnya perlahan tangan kanannya untuk menekan kombinasi PIN. Setelahnya, ia disambut oleh bunyi pintu yang berhasil dibuka, yang terdengar bagai lonceng tanda permainan akan segera dimulai.

Hana mengganti sneaker yang ia pakai dengan sandal bulu yang selalu ia letakkan di belakang pintu, ia mengeratkan pegangan pada sling tasnya dan melangkah maju. Apartemen dalam keadaan sepi, Hana mendongak, kembali memastikan bahwa jam di dinding masih menunjukkan jam tidur kekasihnya.

Hela nafas lega keluar dari hidungnya saat melihat kaki yang menggantung di arm panel sofa, ia pun memutar arah menuju pantry, mengambil gelas di kabinet atas, dan mengisinya penuh dengan air.

Hana menempelkan bibirnya pada tepi gelas dan memutar badan, lalu...tersedak.

"Jericho mana? Kok gak diajak naik sekalian?"

Ia ingat betul, kaki laki-laki itu yang menggantung di sofa tadi. Seperti tahu akan kedatangannya, kini kekasihnya bersandar di dinding pembatas ruangan dengan tangan yang menyilang di depan dada.

"Kirain kamu masih tidur."

Tangan kanannya mengambil alih gelas yang sedari tadi Hana pegang, menenggaknya hingga habis tak tersisa, lalu meletakkannya di sisi kanan Hana. Tangannya belum berpindah, membuat Hana terkukung.

Matanya masih menatap lekat netranya. Hana dibuat menelan ludah saat tatapan laki-laki itu semakin turun hingga ke...dadanya.

Ia berdeham saat kekasihnya menarik kembali tangannya dan berlalu begitu saja. Mungkin memang dirinya yang menganggap ini berlebihan, sebab kini laki-laki itu melangkah ringan menuju kamar tanpa memberinya ocehan terlebih dahulu.

The Sound of Longing | Huang RenjunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang