"Negatif. Hasilnya negatif." - Hana
--------------------------------
Bukan hal yang baru tentang perasaan khawatir yang ia rasakan tiap bulannya. Hana takut jika yang tertera di benda panjang itu adalah 2 garis merah. Memang mereka selalu bermain aman, namun kekasihnya kerap malas untuk sekedar menggunakan pengaman.
Juga tiap bulannya, laki-laki itu selalu memastikan bahwa ia telah melakukan pengecekan. Seperti sekarang, Hana duduk di atas kloset yang tertutup, menunggu hasil dari test pack yang ia pegang. Matanya ia tutup dengan telapak tangan selama beberapa saat.
Ada nyeri di hatinya ketika mendengar sayup-sayup sang kekasih yang tertawa terpingkal-pingkal ketika berbicara di telepon dengan teman-temannya. Lain hal dengan dirinya yang dikuasai oleh takut dan cemas. Mungkin saja, jika kali ini hasilnya positif, laki-laki itu tetap bertingkah seperti biasa, seakan tidak ada sesuatu yang "hidup" di rahimnya.
Hana mengintip dari sela jemari yang ia buka, lalu menghela nafas panjang, ia keluar dari kamar mandi, mencari keberadaan sang kekasih yang ternyata sedang berdiri di balkon.
Kakinya tertarik untuk melangkah ke sana, melingkarkan lengannya di pinggang laki-laki yang kini masih asyik bercengkrama lewat telepon. Hanya usapan yang ia terima di punggung tangan sebagai tanda bahwa ia harus menunggu sampai urusan laki-laki itu selesai.
Hana melepas pelukannya saat sang kekasih telah mengantongi ponselnya.
"Kayaknya aku harus pergi lagi deh."
Tangan yang memegang test pack segera ia sembunyikan di belakang tubuhnya.
"Kemana?"
"Ke tempat dia," ia menunjukkan foto seseorang dari ponselnya, "Aku gak nginep, nanti pulang, jadi kamu jangan kemana-mana ya."
Hana membiarkan kekasihnya memasuki kamar setelah mengusap lengan atasnya. Kepalanya tertoleh saat tidak lama laki-laki itu keluar kamar dengan jaket di tangan kirinya.
"Jangan di luar, sini, nanti masuk angin."
Hana membuang muka ke luar balkon dimana lampu-lampu kendaraan di bawah yang saling menyorot dalam waktu lama seakan tidak ada matinya.
"Hanaya."
Kepalanya tertunduk saat kedua tangannya tersangga di besi pembatas.
"Hana, I'm talking to you."
Tangannya terkepal kencang, namun sebisa mungkin ia redam saat kakinya melangkah masuk ke dalam ruang tamu.
Hana berdiri tegak di depan kekasihnya yang duduk di sofa dengan jari yang terus menari di atas layar ponsel.
"Malam Minggu aku ada acara, mungkin aku gak akan pulang ke sini." ujarnya tanpa menatap sedikit pun ke arah Hana, "Kamu mau nitip apa buat cemilan malem?"
"......"
"Nanti chat aja ya, aku buru--"
Hana melempar test pack-nya dan jatuh di atas meja, tepat di depan lelaki itu.
"Negatif. Hasilnya negatif. Aku kasih tau kamu duluan karna kamu kayak gak ada tanda-tanda buat nanyain hasilnya."
Kini giliran laki-laki itu yang dibungkam oleh Hana.
"Jadi kamu gak usah khawatir, gak ada anak kamu di rahim aku."
Ia memasuki kamar tanpa peduli respon apa yang akan diberikan kekasihnya. Hana meraih charger yang tergeletak di atas kasur, mengisi daya ponselnya yang ia biarkan mati sejak pulang kantor tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Sound of Longing | Huang Renjun
Fiksi Penggemar"It's about silence that sounds so loud." Waktu tidak pernah menjanjikan suatu pertemuan, tapi ia janji, apa yang seharusnya berada di lorong itu, selamanya akan tetap berada di sana. 3 tahun berjalan, Hana menemui kebuntuan di jalan gelap tanpa pel...