23rd - Split to Two

140 17 239
                                    

"Aku gak masalah kalo harus berbagi dengan Ariandra." - Kama

-------------------------------

See? Tidak ada yang berubah. Mereka tetap tidur di ranjang yang sama. Masih terbangun dan disambut oleh pemandangan yang sama, wajah satu sama lain. Turun ke lobby untuk mencari sarapan bersama. Semua masih sama. Hubungannya dengan Hana baik-baik saja. Wanita itu masih miliknya.

Rei hanya ketakutan atas sesuatu yang belum tentu akan terjadi. Ternyata semuanya tak seburuk itu, atau mungkin menjadi lebih baik. Melihat punggung Hana yang ke kanan dan kiri di pantry, tangan kanan yang memegang spatula, bergerak mengaduk olahan sayur di teflon. Bagaimana rambut yang belum tersentuh air pagi ini digelung asal, memberikan pesona tersendiri bagi si pemilik leher jenjang itu.

"Dalam rangka apa masak pagi-pagi?" Rei duduk di atas stool, tempat favoritnya untuk memandangi Hana setiap perempuan itu berkutat di dapur.

"Dalam rangka mau nemenin Papa Ibra main golf. Sekalian nyiapin kamu sarapan."

"Sweet."

Hana memutar badan dengan sendok berisi brokoli di tangannya, "Buka mulutnya."

Dalam hitungan cepat, brokoli itu sudah berpindah ke dalam mulut Rei. Laki-laki itu mengunyah, mengernyit, lalu menggangguk kecil, "Enak, tapi kurang asin dikiiit aja."

"Oh? Wait!"

Rei terkekeh, "Lagi semangat banget sih kamu. Seneng aku ngeliatnya."

"Harus! Biar si kembar ikut semangat juga!" Hana kembali dengan sepiring nasi dan olahan sayur yang sudah ia tambahi sedikit garam, "Semenjak kerja, aku udah jarang kena matahari pagi."

"Kenanya radiasi monitor?" Rei berujar sembari mengamati masakan Hana yang terlihat sangat...hijau.

Hana mengangguk kecil, "Pasti mata aku minus sekarang. Aku harus periksa ke optik gak?"

Rei membuka mulutnya, menerima suapan pertama dari Hana, mengunyah dengan gerakan lambat, mendecap rasa-rasa familiar, lalu menelannya.

"Tapi cocok gak sih kalo aku pake kacamata?"

"Cari frame yang sesuai sama bentuk wajah kamu," mulutnya kembali terbuka untuk menerima asupan gizi kedua, "Kok aku doang yang makan? Kamu juga dong."

"Nanti. Aku mau mastiin Papa-nya si kembar sehat dulu, soalnya besok udah mulai lembur-lembur lagi. Ya kan?"

"Iya--eh, aku Rabu harus ke Bandung lho Han. Cuma 2 hari sih."

Hana merengut, "Dadakan terus bilangnya."

Rei mengambil alih sendok, melakukan hal yang sama seperti Hana tadi, "Perlu aku suruh seseorang buat nemenin kamu gak di sini?"

"Aku mau nginep di rumah Erika aja kalo gitu, sekalian quality time sama dia. Boleh gak?"

Telunjuk Rei bergerak ke kanan dan kiri di depan wajah Hana, dilanjutkan ia yang menyuapkan sendokan nasi berikutnya untuk dirinya sendiri, "Kamu gak boleh pergi keluar kalo gak sama aku. Kehamilan kamu lagi rawan."

"Ya masa selama kamu kerja sampe pergi ke Bandung, aku 24 jam di apart?"

Hana enggan membuka mulut saat sendok yang Rei pegang sudah menggantung di udara dan berakhir kembali masuk ke mulutnya sendiri.

The Sound of Longing | Huang RenjunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang