9. Gosip
April menatapku dengan wajah garangnya begitu aku sampai di kelas. Ini kenapa lagi? Aku hanya menunggu dia berbicara, tapi sudah hampir dua menit dan sahabatku ini masih saja diam.
“What’s wrong, Pril?” Kuputuskan untuk mengakhiri aksi saling pandang kami.
“Lo… ada apa sama Bruno?” tanyanya hati-hati, tanpa penekanan, tapi justru membuatku bingung.
“Maksud lo?”
Perempuan cantik ini menghela napas panjang lalu menghempaskan pantatnya di bangku sebelahku. “Nggak usah pura-pura nggak ngerti deh, Va.”
Lho…Lho…Lho… ini apanya yang pura-pura nggak ngerti? Aku memang tidak tahu maksud ucapan April. Apa dia juga tidak melihat kalau sekarang aku hanya bisa menampakkan wajah blo’on?!
“Oke.” Ia lantas mengacuhkanku dan sibuk dengan ponselnya. Tak lama kemudian, dengan gaya dramatis April memberikan benda persegi empat itu kepadaku.
Mata sipitku terbelalak seketika. Layar ponsel April menampilkan aplikasi instagram yang penuh penuh dengan foto-foto liburanku di Jogja dengan Bruno. Sebenarnya tidak bisa disebut liburan karena kami tidak sengaja bertemu dan hanya sekadar jalan-jalan.
“Udah ngerti maksud gue?” Sindir April setelah menarik kembali ponselnya.
“Itu nggak seperti yang lo pikir, Pril.”
“Terus maksudnya apa, Va? Kalian itu seperti orang pacaran tahu nggak?”
Kuangkat dua bahuku tak acuh sambil menyiapkan text book untuk perkuliahan. Sebenarnya aku juga tidak tahu harus menjelaskan darimana. Kalau menilik dari foto-foto tersebut memang terlihat aku dan Bruno adalah sepasang kekasih yang sedang kencan. Kencan? Seketika pipiku berkedut karena menahan tawa. Bukankah cowok tengil itu kemarin bilang kalau ‘anggap saja kita nge-date.’
“Maksudnya apa, Va?” Rupanya April masih gencar mendesakku.
“Kita nggak pacaran, Pril.” Kataku kalem tanpa mengalihkan pandangan dari buku akuntansi manajemen.
Aku masih bisa melihat ketidakpuasan dari wajah cantik sahabatku. Jelas saja, drama queen seperti April pasti lebih percaya dengan apa yang dilihat dan disertai bumbu-bumbu dugaan sendiri daripada mendengarkan penjelasanku yang kurang meyakinkan.
Entah mengapa aku sendiri juga tidak begitu mempermasalahkan digosipkan mempunyai hubungan khusus dengan Bruno. Tidak ada sikap histeris, penyangkalan gila-gilaan atau gelengen dramatis. Hanya ada ekspresi bingung dan selanjutnya biasa saja. Mungkin alasannya karena aku tahu, baik aku atau Bruno sama-sama single, jadi apapun yang terjadi ya… terserah.
***
“Kak, ada yang nyariin tuh.”
Kepalaku yang hendak rebah ke bantal langsung berhenti seketika. Dengan erangan malas, aku harus keluar untuk melihat siapa tamu-tidak-tahu-diri yang mencariku. Gila saja, dia pikir ini jam berapa?!
“Siapa, Wik?” Wika –adik tingkatku– langsung menutup hidungnya saat melihatku membuka pintu sambil menguap.
“Jorok banget sih lo, Kak!” Gerutunya.
“Ya lo pikir ini jam berapa? Udah waktunya gue tidur, Dedek.” Sebenarnya kantukku sudah menguap begitu saja saat mendengar panggilan Wika tadi. Aku lebih tertarik untuk menggoda orang di depanku ini karena kalau sedang kesal, dia akan menggembungkan pipi tembamnya yang menggemaskan.
“Rese’ lo manggil gue dedek-dedek! Noh dicariin cowok lo, Kak!” Begitu menyampaikan informasi dengan nada jutek, Wika langsung bergegas kembali ke kamarnya yang tepat berada di sebelah kamarku.
KAMU SEDANG MEMBACA
To Be With You (Slow Update)
General FictionYuvanka Maharani adalah seorang mahasiswi semester lima yang juga seorang foto model. Niat terbesarnya melakukan modeling di tengah jadwal kuliah yang padat adalah untuk melihat Yoga, iya karena laki-laki. Cinta dalam hati, itulah yang ia lakukan. I...