11. Manwhore
Hingar bingar musik kelab malam tidak pernah bersahabat dengan telingaku. Suaranya yang menghentak seperti menerobos setiap tubuh manusia dan kemudian bunyi itu akan terpantul karena bertabrakan dengan dinding, bising! Kebiasaanku setiap memasuki tempat hiburan ini juga selalu sama, duduk di salah satu booth dengan minuman free alcohol atau paling mentok minuman dengan kadar alkohol terendah.
Sambil meneguk lemon squash, aku melirik ke arah dance floor yang sudah amburadul. Pria, wanita, dengan berbagai jenisnya tumpah ruah di sana, meliukkan badan dan beberapa dengan nakal saling menempel. Kuangkat tanganku ke udara dan menggoyangkannya sebagai tanda penolakan saat Bruno mengajak bergabung. Gila saja, lebih baik aku berbaur dengan pasir dan lumpur bersama anak kecil daripada menjadi bagian dari lantai panas.
"Va?!"
Aku hampir menyemburkan minumanku begitu melihat siapa yang kini berdiri tegak dengan alis bertaut.
"Mbak Mayang?"
Mbak Mayang duduk di depanku. Jelas ia kaget melihatku di kelab malam, dan aku lebih kaget lagi melihatnya di Jakarta. Hal pertama yang langsung membuat otakku bekerja adalah, bagaimana caranya membujuk sepupuku ini agar tidak melapor kepada Mama Papa tentang keberadaanku di tempat yang sarat akan kesan negatif?
"Kamu ngapain di sini?" nada bicara Mbak Mayang memang tidak menghakimi, tapi aku bisa merasakan kalau ia menentang eksistensiku di tempat ini.
"Temenku ulang tahun, Mbak, perayaannya di sini." Kuketuk-ketukkan jari telunjukku di gelas sloki.
"Itu tequila ?"
Aku tercengang! Memang minuman di sini kebanyakan disajikan dalam gelas brendi atau sloki, hal itu membuat apapun jenis minumannya terlihat seakan mengandung alkohol. Unik, tapi agak aneh!
"Ini lemon squash, Mbak. Aku nggak minum minuman soto itu." Jelasku sambil mendekatkan gelasku ke Mbak Mayang.
"Minuman soto?" Mbak Mayang tertawa.
Aku mengangguk. Minuman soto yang kumaksud adalah tequila. Ada banyak cara untuk menikmati minuman beralkohol itu, Bruno pernah memperlihatkan padaku. Jadi sebelum meminum tequila, kita harus menaburi pinggiran gelas dengan garam atau dibubuhi potongan jeruk nipis. Dia bilang perpaduan itu sangat nikmat dan pas, tapi aku yang awam tentu saja langsung menceploskan kata 'soto'.
"Kamu sering ke tempat seperti ini ya, Va?" Aku baru menyadari Mbak Mayang membawa minuman berwarna biru saat ia memindai ruangan kelab dengan tangannya. Sekilas minuman itu mirip pepsi, tapi tentu saja bukan!
"Cuma kalau ada keharusan aja sih, Mbak. Kalau ada perayaan yang ngajak temen deket kan nggak enak nolaknya." Mataku mencari Bruno yang sudah tenggelam di dance floor. Ya Tuhan jangan biarkan dia muncul sekarang, bisa-bisa Mbak Mayang kembali mencurigai kami.
Perhatianku teralih saat mendengar bunyi pecahan. Ternyata di lantai sudah berserakan gelas bening yang tadi di bawa Mbak Mayang. dan begitu pandanganku beralih padanya, yang kudapati sepupuku ini sedang menegang pandangan lurus.
Kuikuti pandangan Mbak Mayang, mataku harus memicing untuk melihat siapa sebenarnya objek yang menyebabkan sepupuku ini seperti kehilangan oksigen di sekitarnya.
"Mbak?" Kugerakkan tanganku di depan wajah Mbak Mayang, tapi tidak berpengarugh. Dia masih saja menatap lurus, ke arah pintu masuk dan aku masiiiiih tidak atau sepupuku ini kaget, kesurupan, atau jantungan? Oh jangan sampai!
KAMU SEDANG MEMBACA
To Be With You (Slow Update)
General FictionYuvanka Maharani adalah seorang mahasiswi semester lima yang juga seorang foto model. Niat terbesarnya melakukan modeling di tengah jadwal kuliah yang padat adalah untuk melihat Yoga, iya karena laki-laki. Cinta dalam hati, itulah yang ia lakukan. I...