14B. April Hilang
Ps. Part kemarin nggak kepotong ya, tapi memang bersambung ke part ini. Ada kalimat yang nggak lengkap, itu murni kesalahan saya karena tidak revisi sebelum post. Oh dan maaf untuk komentar yang tidak saya balas. Saya sering kesusahan untuk membalas karena beberapa kali wattpad saya eror, tapi yang jelas saya sudah baca semuanya. Terima kasih.
Enjoy!
Mataku terasa lebih segar begitu terbuka. Entah sudah berapa lama aku tertidur sampai tidak tahu waktu begini. Yang jelas begitu aku bangun, sinar matahari berhasil menembus lewat jendela yang masih tertutup dengan korden berwarna peach.
Tanganku meraba-raba sisi kanan ranjang. Kosong. Pasti dia sudah bangun. Kemudian pandanganku beralih pada night stand dimana terdapat jam weker berwarna hitam.
Jam 2 siang?! Aku terbelalak tak percaya. Jadi sudah delapan jam aku tidur. Sebenarnya itu waktu yang wajar untuk tidur, apalagi mengingat aku baru memejamkan mata pukul enam pagi tadi. Tapi ini kan... keadaannya kan...
"Gue pikir lo nggak akan bangun lagi." Yoga muncul dari balik pintu, melihatku dengan tatapannya yang seratus persen menghina. Tapi sudahlah, aku bahkan sudah pernah mendapatkan yang lebih dari ini.
"April..." Aku berdeham untuk menjernihkan suaraku yang serak. "April sudah ada kabar?"
"Dia pergi ke Pattaya. Kalau saja dia belum ada kabar, sudah dari tadi gue seret lo buat bangun!"
Kuhela napas panjang. Ternyata aku tidak sekuat itu. Yoga baru melemparkan beberapa kalimat tapi sudah berhasil membuatku sesak napas. Tadi malam aku tak mau ambil pusing dengan sifat semena-menanya yang menarikku ke sana-sini, tapi setelah pagi hari dan dia masih saja sinis, aku benar-benar tak mengerti.
Sempat terpikir kalau dia membenciku karena aku menyatakan perasaan kepadanya. But, what's wrong with my confession? Did it hurts him? Wut da hell. Until now, I think I'm the only one who got pain.
"Kalau lo nyari gue dini hari Cuma buat dimaki-maki, lo berhasil." Aku bangun dari tempat tidur. Tanpa bercermin, kubuat rambutku menjadi cepol asal. Mau penampilanku berantakan atauseperti gembel sekalipun aku tak peduli. Satu-satunya hal yang kuinginkan adalah keluar dari apartemen April sebelum luka yang ditorehkan oleh Yoga semakin banyak.
***
Keningku berkerut dalam, "Terus apa ada petunjuk di sini?"
Yoga mengusap wajahnya kasar. Dia melihatku lekat-lekat kemudian melemparkan pandangan dengan disertai dengusan. "Informasi yang gue dapat, terakhir dia ada sama lo."
"April mengantar gue ke kost." Aku membenarkan pernyataannya.
"Lalu?"
Aku berusaha mengingat-ingat kepingan kejadian hari kemarin saat bersama April dengan otakku yang lemot karena mengantuk. "That's all. Dia bahkan menolak saat aku menawarinya untuk mampir."
Yoga sepertinya tak yakin dengan jawabanku. Dia masih saja memandangku penuh curiga.
"Dia sempat menelepon tadi siang." Ujarku pelan.
"Dia bilang apa?"
Aku menggeleng lemah. "Nggak ada suara apa-apa. Gue rasa itu hanya panggilan yang nggak disengaja."
Sepertinya hilangnya April belum cukup menegangkan buat Yoga, dia masih menambah dengan menatapku tajam. Heran, apalagi salahku? Kupikir sebelumnya dia mencariku sebagai sumber informasi atas perginya April tapi sejauh ini aku malah merasa kalau dia menganggapku sebagai penyebab semua ini. Hell!
Kualihkan pandanganku kemana saja asal bukan ke arah Yoga. Kalau saja tatapannya bisa membunuh, aku sudah tewas dari awal kami bertemu tadi dengan luka cabik dimana-mana.
KAMU SEDANG MEMBACA
To Be With You (Slow Update)
General FictionYuvanka Maharani adalah seorang mahasiswi semester lima yang juga seorang foto model. Niat terbesarnya melakukan modeling di tengah jadwal kuliah yang padat adalah untuk melihat Yoga, iya karena laki-laki. Cinta dalam hati, itulah yang ia lakukan. I...