26. Ingin Mencoba

9.3K 841 59
                                    


26. Ingin Mencoba

Fe's note:

1. Saya lupa terakhir mengeluarkan Yoga di bab berapa.

2. Saya juga mohon maaf karena ini ya lagi lagi ngaret. Saran saya, baca dulu sampai tamat :D

3. Kritik dan saran akan diterima dengan baik. But still, no SARA!

Happy reading!

Aku menatap April yang sejak keluar dari studio Benny menjadi pendiam. Pikirannya seperti berkelana dan aku dengan gilanya masih mempercayakan keselamatan kami dengan tetap membiarkan dia menyetir mobil. Tadinya aku sudah ingin mengusulkan untuk naik taksi kalau saja sahabatku ini sampai ugal-ugalan di jalan, tetapi niatku terpaksa kuurungkan karena April bisa menyetir dengan baik. Tapi tetap saja... siapa yang tahu emosi yang tersimpan dari orang yang hanya diam dan fokus ke depan?

Tidak mungkin juga aku berkata dengan frontal seperti, "April, kita lebih baik naik taksi saja. Lo pasti masih shock kan ketemu nyokap lo yang ternyata adalah nyokap tiri Bruno? Lo nggak perlu terlihat baik-baik saja di saat keadaan lo adalah sebaliknya, yuk naik taksi saja biar kita nggak mati." Nooo, itu terlalu menyakiti hati dan menegaskan kalau aku sempat menguping pembicaraannya dengan Mamanya di ruang ganti.

Setelah mendengar percakapan yang mengejutkan di ruang ganti, aku tidak jadi menghampiri April. Selanjutnya yang kulakukan adalah langsung keluar studio dan mengirimi pesan yang berbunyi kalau aku sudah menunggu di parkiran. Kupikir setelah itu April akan menceritakan sedikit hal –aku tidak berharap banyak –padaku, seperti keterbukaan yang ia lakukan padaku tempo hari di apartemennya. Tapi ternyata dugaanku salah. April langsung masuk ke mobil dan kami diam sampai dua puluh lima menit perjalanan.

Setahuku penderita BPD akan melakukan tindakan impulsive jika sedang mengalami masalah atau tertekan, jadi ketika melihat April hanya diam... aku sendiri tidak tahu. Mungkin terapi yang dijalani berhasil membuatnya mengontrol diri, atau sebenarnya hanya tinggal menunggu waktu kapan ia akan benar-benar meledak dengan caranya.

"Kenapa diam?"

Aku tersentak mendengar April memulai percakapan. "Gue bingung aja, kita mau kemana sebenarnya?" Diam-diam aku mengagumi kecepatanku berpikir.

"Menurut lo?" Ia melirikku sekilas. Tidak berubah banyak ternyata, bahkan nada bicaranya terdengar datar. "Bukannya tadi kita sepakat buat ke tempat gue?"

Aku meringis. Otakku berpikir keras untuk mencari topik pembicaraan dengan April. Ya Tuhan mana pernah aku kehabisan kata jika bersama dengan sahabatku? Aku bahkan hampir berniat googling tentang "bahan obrolan sahabat cewek".

"Lo tadi lihat Bruno?"

"Hah?" Aku tercengang. "E.. ya. Gue lihat dia," mau foto keluarga, tambahku dalam hati.

Mobil berhenti di tengah kemacetan. April melirikku sekilas lalu mengambil air mineral yang terletak di dashboard. Aku memilih untuk menunggu kalimat selanjutnya yang akan dikeluarkannya.

"Lucu ya, Va?" April tertawa sama seperti yang biasa ia lakukan ketika kami menonton serial komedi, tapi ini jelas berbeda, aku bisa melihat kesedihan di matanya.

"Pril..." Panggilku lirih, tak tega membiarkannya tetap tertawa sampai terbatuk-batuk.

"Nyokap gue, Va," Ia melanjutkan tanpa menghiraukanku. "Nyokap gue ternyata adalah nyokap tiri Bruno. What a funny world!"

Itu bukan hal yang lucu tentu saja!

April kembali fokus pada mobil yang kini bisa maju sekitar sepuluh meter. "Bokap gue kurang tajir apa ya, Va?"

To Be With You (Slow Update)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang