35. Pertemuan Kembali
Tolong bantu ngoreksi typo-typo, plot hole-plot hole, blunder-blunder ya...
Happy reading!
2 tahun kemudian
"Kita akan merekrut beberapa tentor baru mulai minggu depan. Kemudian, ada juga usulan kalau sebaiknya kita juga melayani bimbingan secara private khusus untuk SD."
Aku mengangguk-angguk mendengarkan penjelasan dari Bulan. Dia adalah orang yang memegang salah satu cabang Insmart–nama lembaga bimbingan belajar milik Papa. Sejak tahun lalu, Papa memang mendirikan beberapa cabang Insmart, dan hari ini aku mendapat tugas dari Papa untuk memeriksa cabang yang berada di Jakarta Selatan.
"Kalau untuk tentor Bahasa Inggris kayaknya ditunda dulu saja deh, Lan. Tentor buat sains lebih oke tuh. You know, fisika, biologi, kimia. Siswa zaman sekarang kayaknya lebih stress ngehadapin sains daripada Bahasa Inggris." Usulku sambil memerhatikan beberapa point di laporan Insmart. "Dan psikotes untuk calon tentor SD nanti tolong dibedain ya, Lan. Tekanannya ngajar SD sama anak yang udah gede kan beda."
"I see. Memang sudah direncanain untuk calon tentor SD nanti dapat perhatian khusus."
Aku tersenyum sambil mengucapkan terima kasih kepada Bulan. Dari pertama kami bertemu, aku tahu kalau Bulan adalah orang yang cerdas dan tanggap. Maka tak heran di usianya yang hanya beda tiga tahun dariku, dia sudah diberi tanggung jawab untuk memegang cabang Insmart. Selain itu, Bulan adalah pribadi yang menyenangkan, supel, dan aku bisa lebih luwes berkomunikasi dengannya. Seperti saat ini, alih-alih berada di ruangannya yang terkesan kaku, kami lebih memilih pantry sebagai tempat berdiskusi sekaligus minum kopi.
"Denger-denger Big Boss mau buka cabang di Purwokerto ya?" Big Boss itu panggilan Bulan untuk Papa.
"Iya nih, paling lambat akhir tahun udah peresmian. Tapi kalau di Purwokerto lembaga kursus sih, Bahasa Inggris sama IT." Aku memutar arah dudukku untuk melihat Bulan yang kini sibuk di depan cabinet. "Lo bawa apa sih? Baunya enak banget."
Tak berapa lama Bulan duduk di sampingku sambil membawa semangkuk makanan yang aromanya sukses membuatku lapar.
"Ini sup iga sapi terenak yang pernah gue makan tau." Bulan menyendok kuah sup lalu memakannya dengan khidmat. Bahkan matanya pun sampai terpejam, tanda ia benar-benar menikmati makanannya. "Lo mau?"
Aku tersenyum kecil melihat tingkahnya yang berlebihan. Fyi, Bulan ini memang menawariku makan tapi dari ekspresi dan nada bicaranya, terlihat kalau ia setengah tak rela membagi makanannya. "Nggak deh. Ntar kalau gue ambilnya kebanyakan, lo ngamuk lagi."
Ia berdecak mendengar jawabanku. "Ya jangan banyak-banyak dong. Serius nih gue! Kalau bagi-bagi dikit nggak apa-apa deh." Untuk meyakinkanku Bulan bahkan sampai menyodorkan sendok yang sudah terisi kuah dan potongan daging padaku.
"Nggak. Gue juga serius." Bulan menyipitkan matanya tanpa menurunkan sendok. "Gue nggak makan beef," kataku kemudian. Barulah setelah itu ia menyerah untuk menawariku. Ia kembali larut dalam acara makannya dan kini sumringah karena tahu ia tak harus berbagi denganku.
Tadinya aku memang tergugah untuk mencicipi makanan Bulan, tapi begitu ia menyebutkan 'sapi' seketika seleraku hilang. Aku tidak memakan daging sapi sejak dua tahun terakhir, sebagai gantinya aku memilih ayam, kambing, ikan, kerbau atau apapun kecuali sapi. Daging sapi memang yang terbaik, tapi itu akan membawaku kembali ke kenangan yang tidak pernah bisa kulupakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
To Be With You (Slow Update)
General FictionYuvanka Maharani adalah seorang mahasiswi semester lima yang juga seorang foto model. Niat terbesarnya melakukan modeling di tengah jadwal kuliah yang padat adalah untuk melihat Yoga, iya karena laki-laki. Cinta dalam hati, itulah yang ia lakukan. I...