21. Akhir untuk Menuju Awal (Bag. 1)

11.8K 1K 81
                                    

21. Akhir untuk Menuju Awal (Bagian 1)

To : Bruno

Thanks untuk makalahnya. To be honest, I didn't know what I will do without your help.

Semenit kemudian, pesanku berbalas.

From : Bruno

It's okay, Va.

Aku terdiam melihat balasannya. Begitu singkat dan tanpa tambahan apa-apa. Memangnya apa yang kuharapkan dari orang yang sudah kutolak karena alasan bodoh? Ya, kusebut bodoh karena hatiku masih bersemayam ke orang yang tidak lebih baik darinya. Kalau kemudian aku masih berharap Bruno baik padaku dan mengejarku, tentu saja itu gila! Segila ketika aku masih membiarkan hatiku jatuh kepada Yoga, sampai saat ini.

Kemarin malam, aku bisa melihat diriku sendiri dalam diri Bruno ketika dia mengatakan cinta, tapi tetap saja aku menolaknya. Apa aku merasa bersalah? Jawabannya tidak! Menyesal? Tidak juga! Yang kupikirkan saat itu hanyalah, aku tidak mau menerimanya hanya karena kasihan. Itu jelas akan membebaniku!

Jangan salahku aku karena itu! Aku tidak terima! Mudahnya, aku tidak harus menerima setiap pernyataan cinta yang datang padaku kan? Kalau ini tentang menghargai perasaan seseorang, aku sudah melakukannya. Aku tidak melarang Bruno untuk mencintaiku, sekalipun aku lebih berharap dia tidak pernah memiliki rasa padaku. Hanya karena aku berada di posisi yang sama dengan Bruno, bukan berarti mudah bagiku untuk menerimanya.

Kalau kamu menginginkan kebahagiaan, cintailah dia yang mencintaimu

Tiba-tiba aku teringat perkataan Wika yang sepenuhnya kuanggap bodoh. Mencintai orang yang mencintaimu? Bila semudah itu, tentu saja tidak akan ada yang namanya sakit hati dan perselingkuhan. Kenyataannya, mencintai tidak sesederhana itu.

Tapi apa mencintai harus sesakit ini?

***

"Jadi bagaimana keputusan kamu, Va?"

Aku memandangi wajah Mbak Rika yang penuh harap dan surat kontrak di tanganku secara bergantian. Kenapa otakku harus diminta berpikir ekstra ketika ujian akhir semester sudah di ujung mata?

"Ini kan nggak sesuai kesepakatan awal, Mbak," kata-kata yang kukeluarkan adalah keberatan yang diperhalus.

"Tapi ini kontrak besar, Va! Bayangkan, Why High menawari untuk dua tahun penuh!"

Alih-alih membayangkan kepopuleran dan karir yang semakin menanjak, yang terlintas justru Mama di Jogja yang akan menjadikanku sate. Tawaran Why High memang menggiurkan, tetapi omelan Mama juga mengerikan.

Dua jam yang lalu Mbak Rika meneleponku dengan awalan 'siaga' yang membuatku lari tunggang langgang dari kost ke kantor manajemen Klik. Dan voila, sesampainya di sini keadaannya benar-benar  darurat bagiku!

Why High menawariku untuk menjadi model tetap selama dua tahun, dan itu berarti lebih panjang satu tahun dari kesepakatan awal. Tapi masalahnya sekarang bukanlah di lama kontraknya, tetapi tempat dimana kontrak akan dilakukan. I got offering in Japan! Iya Jepang yang penduduk aslinya sipit dan putih itu, Jepang yang jauh itu. Kata Mbak Rika, pihak Why High Jepang tertarik dengan penampilanku di katalog Why High bulan lalu dan berencana untuk mengeskporku kesana. Aku tidak akan sepusing ini kalau tidak ingat akan kewajiban kuliah yang kujanjikan kepada Mama akan kuselesaikan empat tahun tepat. Boleh kurang, tidak boleh lebih. Tapi kalau aku pergi ke Jepang, jelas saja janji akan tinggal janji, dan aku akan diomeli.

Lagipula ada hal yang membuatku curiga. Apa aku sebagus itu sampai ditawari untuk jadi model Why High Jepang? Kurasa masih ada yang lebih pontensial, cantik, menawan, pokoknya yang lebih dari aku. Dan lagi, kontrak diperbarui dengan cepat begitu aku menyelesaikan pemotretan pertamaku, seolah-olah mereka sengaja melakukan ini dari awal.

To Be With You (Slow Update)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang