27. Mendekat

8.5K 803 50
                                    


27. Mendekat

Aku masih berusaha mencerna kata-kata Yoga. Bagaimana mungkin dia dengan santai mau membawaku ke tempatnya? Bagaimana kalau ada paparazzi yang melihat kami? Oh, lupakan soal paparazzi. Aku tidak begitu peduli dengan mereka yang hanya bisa mengambil gambar buram dan menarik kesimpulan sendiri. Masalahnya adalah, bagaimana kalau ada kenalan kami yang melihat? Sudah cukup bagiku terkena gosip pelacuran, tak perlu ditambah dengan kumpul kebo segala. Iya, aku memang tidak bisa sepenuhnya cuek dengan anggapan orang mengenai diriku.

"Kita mau kemana?" tanyaku saat kami sudah keluar dari area parkir.

"Ke tempat gue 'kan?"

Oh Tuhan ternyata kata-katanya yang tadi serius. "Are you insane? Gue nggak mau!" Seruku.

Ia melirikku sekilas dengan tatapannya yang mencemooh. "So, lo mau kemana? Gue antar ke kost, lo malah jadi panik kayak disuruh terjun ke jurang."

"Turunin gue di halte trans!" Itu adalah ide paling bagus yang kudapat dalam sepuluh menit terakhir. Paling tidak aku bisa naik bus trans atau taksi atau apapun, yang jelas bukan dengan mobil Yoga.

Yoga mengerutkan keningnya, lalu bergantian menatapku dan jalanan. Aku memilih menunggu ia mengeluarkan respon atas permintaanku. Tapi setelah lima menit, ia tetap diam.

"What are you thinking about?" tanyaku akhirnya.

"Lo mau tau?"

Pertanyaannya tidak butuh jawaban.

"Apa yang buat lo nggak mau ke tempat gue? Bukannya itu lebih baik, lebih save." Yoga masih tenang dan fokus di jalan. Tapi mendekati halte trans, ia menginjak gas dalam-dalam.

Shit!

"Kenapa nggak berhenti, sih?" Aku berdecak keras sambil mendelik padanya. "Gue nggak mau ada gosip affair sama fotografer. Kalau nanti ketahuaan kita berduaan, di tempat lo, makin hancur gue."

"Begitu, ya?" Ia mengangguk-anggukkan kepala seolah mengerti, padahal aku yakin dalam hatinya sedang mencemooh alasanku. "Gue pikir lo senang kalau digosipin sama gue."

"Dan atas dasar apa gue harus senang?"

Untuk sejenak tidak ada obrolan di antara kami. Yang terdengar hanya umpatan Yoga pada pengendara motor yang menyelip seenaknya. Aku sendiri memilih sibuk dengan ponsel, ada chat dari Mbak Rika yang mengatakan kalau konferensi pers akan di gelar minggu depan. Lama! Kalau begini gosip akan semakin berkembang dan mungkin Mama sudah keburu memesankanku tiket pesawat.

"Sampai mana kita tadi?" Yoga kembali menarikku dalam pembicaraan.

"Nggak sampai mana-mana. Halte trans selanjutnya, berhenti! Gue sampai situ saja nebengnya.

Ia menghela napas panjang, masih kelihatan tidak setuju dengan permintaanku. "Oke, gue antar sampai mana pun lo mau. Tapi jangan minta gue buat menurunkan lo di jalan!"

Aku seketika terdiam mendengar ucapannya. Bagus sekali, aku baru sadar kalau tidak mempunyai tujuan pasti. Seandainya tadi aku jadi naik taksi, pasti hanya akan menghabiskan uang untuk membayar angka yang tertera di argometer.

"Va?"

"Bentar gue mikir dulu!" Omelku. Aku bisa mendengar Yoga menertawaiku pelan, tapi aku cuek. "Antar gue ke hotel terdekat!" Perintahku kemudian.

"Lo yakin?"

"Sure! Lebih baik gue di hotel sendirian, daripada berdua sama lo." Tandasku sambil mengalihkan pandanganku ke depan. Kuharap ia akan mengerti kalau aku tak mau berdebat lagi dan kurasa perintahku tadi sudah cukup jelas.

To Be With You (Slow Update)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang