31. Titik Terang

8.1K 811 50
                                    


31. Titik Terang

Ps. Bantu saya kumpulin typo lagi ya, nanti dibenerin pas udah tamat. Jadi sebelum di-unpublish, saya benerin dulu typo-nya. :D

Happy reading!

"Aku belum bisa pulang, Ma. Paling cepat Sabtu minggu depan deh, abis yudisium." Kuletakkan cangkir bekasku menyeduh cokelat di kitchen sink.

"Katanya kamu selesai UAS hari Jumat minggu ini."

"Sekalian nunggu yudisium, Mama. Jadi kalau Yuva dapat nilai K bisa langsung diurus, nggak capek bolak-balik Jogja-Jakarta."

"Kenapa kamu harus dapat nilai K?"

Mataku melotot demi mendengar suara berat itu. Kubenturkan kepala pada cabinet sambil merutuki kebodohanku. Alih-alih mau cari alasan meyakinkan malah keceplosan begini! Memangnya kapan sih terakhir kali aku teleponan dengan Mama sampai lupa kalau beliau suka me-loudspeaker ponselnya saat menghubungiku?

"Yuva!"

Aku menelan ludah susah. "Selamat malam, Papa..." Kubuat suara jadi seceria dan sesantai mungkin.

"Pokoknya Papa tunggu paling lambat hari Minggu, next week. Lebih dari itu, Papa sendiri yang seret kamu untuk pulang."

Dan sambungan telepon diputus secara sepihak oleh Papa.

Mati aku! Yudisium baru hari Sabtu. Aku bisa langsung pulang kalau nilaiku aman semua. Nah kalau memang benar ada yang K bagaimana? Oh Tuhan Papa... Beliau benar-benar tidak mau tahu kalau seandainya aku dapat nilai K.

Aku mulai mengingat-ingat mata kuliah apa saja yang rawan. Pertama, ekonomi makro karena tugas akhir kukerjakan dengan ngebut dan tidak maksimal. Kedua, auditing. It's nightmare! Kuisku yang terakhir kan berantakan.

Mulai hari ini aku harus doa malam meminta mukjizat!

***

Yoga melihat sekilas saat aku keluar dari dapur. Ia hanya memberi isyarat agar aku duduk di sampingnya, sedangnya matanya sudah kembali fokus pada film yang sedang diputar.

"Aku pulang akhir minggu depan." Kataku membuka pembicaraan.

"Mau libur semesteran di sana?"

Aku tak langsung menjawab. Entah mengapa aku merasa kesal karena Yoga menanggapi dengan santai. Bukan ini respon yang kuharapkan saat mengatakannya. Paling tidak ia merasa sedikit terkejut atau heran atau seperti apa lah itu yang bisa membuatku merasa penting.

"Memangnya kamu nggak ada kerjaan selama libur semester?"

Kuhela napas pasrah saat pertanyaan pun diajukan dengan nada biasa saja. "Ada. Aku Cuma seminggu di Jogja. Minggu kedua aku di Bali, ada pemotretan di sana."

"Oke. Kayaknya di minggu yang sama aku juga ada pemotretan di Lombok. Nanti kalau ada waktu aku mampir ke Bali."

Aku tidak mau banyak berharap saat Yoga mengatakannya. Memang aku akan senang kalau dia benar ke Bali, tapi aku tidak mau terlena dengan kebahagiaan yang belum terjadi. Jadwal ketemu saja bisa ia batalkan, apalagi acara mampir ke Bali? For God sake, aku tahu betapa sibuknya dia, jadi nyaris tak mungkin ia bisa melakukan rencana itu. Lagipula ia sudah mengatakan "kalau ada waktu".

***

Ponselku bergetar beberapa kali, menandakan ada pesan yang masuk secara bersamaan. Aku langsung megambil benda pipih itu dari atas meja karena tak tahan dengan bunyinya yang mengganggu.

To Be With You (Slow Update)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang