Tujuh Belas

1K 71 16
                                    

HALO GUYS!!!
Happy Reading and Enjoy guiss..!!

***

Kini di depan Alisya ada Dian, mamanya Varo. Mereka berdua banyak mengobrol tentang Caca. Alisya beberapa kali mengucapkan terimakasih kepada Dian karena telah merawat anaknya selama beberapa minggu ke belakang.

"Keysia itu baik dan nurut sekali anaknya. Terlepas dari yang sudah terjadi, saya yakin Keysia tidak bersalah bu. Ibu juga bisa mengusungkan kasus ini ke pihak yang berwajib." Dian meraih tangan Alisya, menyalurkan semangatnya sesama perempuan.

"Saya perlu mengumpulkan bukti-buktinya terdahulu, dan mungkin nanti saya perlu bantuannya lagi anak ibu, Varo."

"Kami akan membantu, kita sama sama perempuan, sama sama mengerti bagaimana perasaan itu."

Alisya mengangguk. "Oh iya, saya ada sedikit ini buat ibu. Diterima ya buk, ini sebagai ucapan terimakasih saya karena sudah merawat Keysia." Alisya mengeluarkan amplop berisi sejumlah uang. Kemudian menyerahkannya.

Dian lantas menolak, menggelengkan kepalanya. "Sudah, tidak usah. Saya tidak mau, saya ikhlas dan senang menjaga anak Ibu. Dia mengingatkan saya kepada putri saya. Disimpan aja, ya?"

"Tapi, saya ingin-"

"Atau begini saja deh, saya kerja di butik. Nah, Ibu bisa berkunjung dan melihat-lihat toko kami. Barangkali ada temen-temen Ibu yang mencari butik  berkualitas, bisa direkomendasikan ya. Itu sepertinya jauh lebih baik daripada ini."

Alisya tersenyum dan menganggukan kepalanya. "Boleh, boleh banget. Kalau begitu boleh saya minta alamat tokonya?"

Sementara mereka berdua mengobrol, anak-anaknya sibuk memperdebatkan tentang sekolah. Caca, Varo dan Azella berada di kamar yang selama ini dipakai oleh Caca.

Mereka bertiga sama-sama terdiam. Di tangan Azella sudah ada surat dari sekolah untuk Caca. Baru kali ini ia mendapat surat peringatan dari sekolahnya.

"Senin depan udah UAS, Ca."

Tidak perlu diberitahupun Caca sudah tahu. Di surat itu tertera jelas bahwa jika Caca tidak mengikuti ujian maka ia tidak akan lulus sekolah. Lagipula tidak ada ujian susulan. Caca bergeming, tidak tahu harus bagaimana dengan kondisinya yang seperti ini.

"Jel, lo masih mikirin sekolah?"

Azella beralih menatap Varo. Laki-laki di depannya benar-benar menyebalkan. "Heh! Maksud lo apa? Orang yang hamil enggak boleh masuk sekolah gitu?"

Azella terdiam dengan ucapannya. Itu kan memang benar. Siswa yang tengah hamil memang dilarang dan harus dikeluarkan dari sekolah. Tapi mendengar penuturan itu Caca lebih tersinggung dan sakit hati.

"Si anjir, gue enggak ada ngomong kek gitu ya, jel."

Azella kelabakan, ia tidak bermaksud begitu. "Maksud gue tuh-"

"Iya, ya. Tau gitu Caca enggak bakalan ambis mati-matian buat dapat nilai tinggi biar masuk Kedokteran UI. Semua usaha Caca sia-sia, kan? Impian yang Caca tulis di tembok kamar, buat apa? haha...."

"Ca, kamu masih bisa kok!" Azella berusaha menyemangati.

"Caca hamil, La. H-A-M-I-L." Ia menekankan kata terakhirnya. "Bener kata, Lala. Orang hamil memang enggak seharusnya sekolah, gaperlu lagi dan enggak ada lagi yang namanya perjuangin cita-cita. Halu yang ada."

MistakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang