Enam

2.9K 113 0
                                    

Jangan Lupa Vote ya temen-temen
Thanks T_T

🌸🌸🌸🌸🌸

***

Tuut...Tuut...!

Aureta menunggu seseorang menjawab telponnya di seberang sana.

"Halo?"
Sapanya saat telpon itu terhubung.

' ....halo.'

Aureta bergeming. Ia tak tahu harus bilang apa lagi pada orang di seberang telponnya. Rasanya ia ingin marah tapi hanya mata yang bisa mengeluarkan semua perasaanya.

"Kamu dimana?"

'Di rumah. Maaf ya, aku jarang kasih kabar.'

Aureta masih diam. Terlalu mudah hatinya untuk luluh pada orang yang meminta. Terlalu lemah egonya untuk bilang aku marah. Dengan kata maaf, hilang sudah amarah yang akan ia cerca.

'Aku ....'

"Kamu udah makan?" Aureta mengalihkan pembicaraan, berusaha menahan isakannya agar tidak terdengar.

'Iya. Re, dengerin aku sebentar.'

Aureta terdiam lagi. Ia ingin mendengarkan penjelasan dari orang di seberang sana dan mengesampingkan egonya untuk marah.

'...Aku pengen ketemu ...'

Aureta memejamkan matanya dan menggeleng. Dalam hati, ia ingin sekali menjawab jika ia juga merindukan laki-laki itu.

'Jam 4 sore, di cafe Strawcherry bisa? ...'

Aureta menganggukkan kepalanya. Ia tidak bisa menjawab, takut jika dirinya berkata hal yang ia sendiri tak ia duga.

'Re? ... bisa?'

"Iya bisa. Aku tutup ya,"

Tutt.

Aureta mematikan sambungan secara sepihak. Ia tak ingin amarahnya membludak. Zean. Entah sudah berapa kali laki-laki itu mengacuhkannya. Mereka satu sekolahan, tapi sejak seminggu lebih ia tak pernah berinteraksi dengannya lagi. Chattnya tak ia balas, telpon selalu tak di angkatnya. Entah ada masalah apa lagi dengan Zean, pikir Aureta.

Jam menunjukkan pukul tiga. Satu jam lagi, dan ia harus bersiap. Bukan. Ia harus mempersiapkan hatinya, ia berjanji akan marah pada Zean, ia ingin mengutarakan semua yang ada di benaknya.

"Gue harus bisa."

***

Zean merebahkan tubuhnya pada kasur big size-nya. Baru saja ia menerima telpon dan tidak tahu harus menjelaskan apa pada Aureta, yang pasti ia ingin bertemu dengan wanita itu.

3 tahun, ia menjalin hubungan dengan Aureta. Tepatnya ketika menginjakan kaki di SMA nya untuk pertama kali. Tak ada pendekatan, pertama melihat Aureta ia langsung menyatakan perasaannya. Awalnya hanya main-main tapi ternyata Aureta menerimanya.

Satu minggu lebih, ia mengacuhkan Aureta. Bukan karena ia tak peduli, ia hanya takut. Takut jika ia semakin menyayanginya dan ia sangat tahu endingnya ia akan menyakiti Aureta.

MistakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang