HELLO GENGS!!
Happy Reading yaa...!!
🌹🌹🌹***
Caca berdiam diri menatap pantulannya. Ia mengelus perutnya yang tidak tertutup sehelai benangpun. Hari ini tepat 4 bulan usia kandungannya jika dihitung dari hari pertama dia selesai menstruasi. Artinya, panjang janin itu sudah sekitar 13-16,4 cm dengan berat antara 140-300 gram. Bisa dikatakan janin itu sudah seukuran buah alpukat.
Pada masa ini organ reproduksinya sudah berkembang sepenuhnya dan sistem saraf janin sudah mulai berfungsi. Bahkan jika mau, Caca sudah bisa melihat bagaimana jenis kelaminnya.
Dia masih memegang perutnya sambil memejamkan mata. Ia membayangkan bagaimana janin itu dicabik-cabik dan dikeluarkan dengan paksa dari rahimnya. Itu sangat mengerikan. Haruskah ia melakukan hal buruk seperti itu?
Lagi dan lagi Caca mendesah tidak tahu harus bagaimana. Ia benar-benar bingung. Rasanya semua jalan sudah buntu dan tidak ada celah pintu lagi untuk masuk ke dalam ruang yang ia sebut impian.
Drtt..! Drrtt..!
Ponselnya bergetar di atas meja samping tempat tidur. Ingin sekali ia mengabaikannya tapi kedua kakinya gatal untuk segera berjalan ke arah sumber suara.
Akhirnya Caca mengambil benda pipih itu dan melihat nama di bilah atas layarnya. Itu telephone dari Zean, segera saja Caca menggeser tombol hijau itu.
"Halo?"
'Gue mau ngobrol sama lo abis balik kelas, harus bisa ya?' terdengar suara diseberang sana. Bagi Caca itu bukanlah sekesar kalimat pertanyaan, melainkan adalah perintah.
"Iya, Zean. Tapi engga di sekolah kan? Caca takut nanti ada yang tahu, terutama-, Aureta." Caca menjawabnya ragu dan tertahan. Sementara di seberang teleponnya, cukup hening beberapa detik.
'Oke.'
Tuutt...!
Suara telephone terputus secara sepihak. Caca segera memakai baju mengingat sedaritadi dia belum mengenakan seragamnya. Hari ini adalah hari terakhir ujian praktek, Caca harus bisa menyelesaikan hari terakhirnya di sekolah.
Setelah semuanya selesai dan terlihat rapi, Caca segera turun untuk sarapan. Meski kenyataannya Caca hanya minum air putih saja. Ia takut jika ia makan sesuatu nanti di sekolahnya akan mual. Meskipun beberapa minggu ke belakang mualnya sudah sedikit mereda.
Selain itu yang membuatnya tidak nafsu makan adalah karena akhir-akhir ini tidak ada percakapan apapun dengan Bundanya. Meskipun memang mereka jarang mengobrol, tetapi kali ini meja makan lebih terasa dingin dari biasanya.
"Caca mau berangkat, Bunda."
Caca masih tidak berani menatap Alisha. Terlepas dari masalah tempo hari lalu, Caca tetap menghormati Bundanya dan selalu berpamitan untuk berangkat sekolah.
Namun Alisha hanya menatap putrinya itu membiarkan tangan Caca mengambang di udara. Ada yang berbeda dari penampilan Caca hari ini. Kali ini anaknya tidak memakai cardigan dan itu membuat Alisha keheranan.
"Cardiganmu mana?" tanyanya dingin.
Caca baru saja hendak melangkahkan kaki karena Bundanya diam saja, tetapi akhirnya ia menepuk jidat pelan, "Lupa."
"Kamu betulin dulu tali sepatumu, biar Bunda ambilkan."
Caca reflek menunduk, menatap sepatunya yang belum terikat. Setelah Alisha pergi, ia menyunggingkan senyumnya tipis. Meskipun wajahnya terlihat dingin dan datar, Caca tahu Bundanya tetap dan akan peduli.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mistake
Teen FictionKeysia, gadis polos dan manja yang masih duduk di kursi SMA harus kehilangan sesuatu yang paling berharga dari dalam dirinya. Harta yang ia jaga untuk laki-laki pilihannya kelak kini hanya tinggal bekas. Impian yang sudah lama ia bangun, semua runtu...