Tiga Puluh Dua

710 67 11
                                    

Happy Reading and Enjoy guys
🥀🥀🥀🥀

****

"Lo serius?!"
"Nggak becanda kan lo?!"

Kata-kata itulah yang pertama kali dikeluarkan temannya ketika Zean menceritakan hal yang sudah terjadi. Darren dan Rattam sama-sama menggelengkan kepalanya.

"Lo serius cabut dari rumah?" Darren bertanya memastikan.

Zean menganggukan kepalanya lemah. "Gue udah nggak punya apa-apa." lirihnya pelan.

Kedua temannya sama-sama tidak tahu harus berbuat apa. Darren tidak mengerti mengapa masalah Zean bertambah sangat bahkan lebih besar dari sebelumnya.

"Gue udah nggak bisa mikir." putus Darren pada akhirnya. Rattam mendengkus mendengar itu, padahal Darren memang tidak pernah berpikir dan copas saja bisanya.

"Itu masalah gue, lo nggak seharusnya mikirin itu."

Rattam kemudian menepuk pelan bahu Zean. "Satu-satu, Ze. Selesain dulu masalah lo sama si Culun. Tanya dia mau nggak dinikahin sama lo." tuturnya.

"Iya, kata gue lo besok harus ketemu sama dia sih. Pasti bisa diselesaikan kok Cong, pelan-pelan aja." Darren menambahi sambil tersenyum memberi semangat.

"Thanks ya. Lo bedua ngebantu gue banget." Zean mengangkat wajahnya lalu menatap kedua temannya dan tersenyum tipis.

Tidak apa jika dia tidak diinginkan dikeluarganya. Tapi setidaknya Zean masih mempunyai tempat dimana ia diterima. Teman-temannya yang selalu support dan membantu jika kesusahan seperti ini.

Sementara keesokan harinya, pagi-pagi sekali Zean sudah tidak berada di rumah Darren lagi. Ia memutuskan untuk jalan-jalan sebentar menghirup udara pagi di tengah kota. Ia hanya ingin memikirkannya sebentar.

Jika Caca tidak ingin menikah dengannya, lantas ia harus bagaimana? Bolehkah meminta hak asuh atas bayi itu? Karena Zean melakukan pernikahan ini tujuannya memang hanya untuk bayinya, bukan karena ia mencintai Caca. Hanya untuk bayinya.

Meski terdengar jahat, tapi itulah kenyataannya. Namun jika Caca menerima pernikahan, bukankah itu akan merugikannya? Karena Caca juga tidak mencintai Zean sama sekali.

Hal yang paling sederhananya adalah apakah mereka akan hidup dengan baik dan berjalan lancar tanpa kesedihan? Bahkan orang yang saling mencintai pun, pernikahannya tidak berjalan dengan baik.

Bagaimana dengan Caca dan Zean yang bahkan mereka tak cukup matang untuk itu?

Zean menggelengkan kepalanya. Jika tidak berjalan baik, itu bukankah hal yang wajar? Zean hanya perlu bertanggung jawab dan menikahinya. Jika Caca ingin bercerai, maka Zean tidak akan menghalanginya. Tetapi bayi itu harus bersama Zean, itu miliknya.

Setidaknya itu yang berada di pikiran Zean selama berkeliling tidak tentu arah. Hingga tak terasa jam sudah menunjukkan pukul sepuluh dan ia menemukan Cafe kecil namun terlihat unik.

****

Ting...!

Zean
Hari ini bisa ketemu?

MistakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang