Tiga Puluh

948 85 56
                                    

Happy Reading and Enjoy guys..!!!

🦋🦋🦋🦋

****

"Ca? Bangun dulu, Ca. Ayo makan." Varo membangunkan Caca sementara yang lain menunggu di luar.

Caca membuka matanya perlahan, kepalanya sedikit pusing entah kenapa. Ia akhirnya bangun dari tidurnya, menatap Varo dengan mata setengah terbuka.

"Ayo, makan." ajak Varo.

Caca menganggukan kepala lemas, lalu berjalan mengikuti Varo. Mereka berdua berkumpul dengan yang lainnya di ruang keluarga. Makanan pun sudah siap di tengah-tengahnya.

Zean melirik dengan ekor matanya ke arah Varo dan Caca. Setelah itu tidak terjadi apa-apa, mereka makan dengan tenang. Aureta juga menempel terus dengan Zean. Ia mengambilkan potongan tomat yang ada di piring laki-laki itu, karena ia tahu Zean tidak menyukainya.

Namun itu tak luput dari pandangan Caca. Entah apa yang ada dalam pikirannya, ia hanya merasa tidak lapar dan sudah kenyang. Caca mengaduk-aduk makanan di piringnya, ia tidak punya mood yang lebih bagus.

"Kenapa? Kok nggak di makan, Ca?" tanya Varo mendapati Caca sedang melamun.

"Eh? Caca nggak lagi pengen makan, Varo." jawabnya, tapi mulai menyendokan makannya ke mulut.

"Kalo udah kenyang, jangan dipaksain ya." imbuh Varo yang diangguki oleh Caca.

Mereka makan lagi dengan tenang, hanya sesekali terdengar candaan Darren dan Cheara yang masih saja ribut tidak henti-hentinya. Namun itu cukup membuat suasana hangat dan tidak canggung.

Lalu satu persatu dari mereka pun sudah selesai dengan makannya. Caca juga sudah tidak kuat lagi, ia memilih untuk tidak menghabiskan nasinya. Padahal ia baru makan seperempatnya dari itu.

Segera saja ia membawa piring yang masih berisi banyak itu ke dapur. Ia berniat untuk mencucinya sendiri. Matanya sudah mulai mengantuk dan ingin cepat-cepat kembali ke kasur dan tidur.

Ketika sampai dapur, ia mendapati Zean yang tengah berdiri di depan wastafel. Mau tidak mau Caca harus menunggu dan duduk di kursi meja makan.

Zean yang mendengar decitan kursi pun menengok ke arah belakang. "Makannya udah?" tanyanya lalu kembali mencuci piring.

Caca berdeham sebagai jawaban, "Heem."

"Piring lo sini biar gue cuci. Lo balik kamar aja istirahat lagi." titah Zean. Nadanya sudah tidak terlalu dingin, entah Caca pikir mungkin karena tadi Zean sudah kembali dekat dengan Aureta.

Caca tidak menimpalinya, ia ingin biar dia sendiri yang mencuci piring itu. Tidak terdengar jawaban dari Caca, akhirnya Zean membalikan tubuhnya dan menatap sepenuhnya ke arah Caca.

"Kok nggak diabisin? Nggak enak ya?" tanya Zean melihat piringnya masih penuh.

Caca langsung menggelengkan kepalanya. "Bukan, udah kenyang. Tadi Varo ambil nasinya kebanyakan."

"Yauda sekalian gue cuci sini piringnya."

"Nggak usah, Caca pengen cuci piring." ucapnya seraya berjalan ke arah wastafel. Zean menggeser tubuhnya dan membiarkan Caca melakukan itu sendiri. Jarak mereka berdua dekat sekali, Zean bisa melihat dengan jelas wajah pucat Caca.

"Abis ini lo boleh istirahat lagi." ujar Zean yang diangguki oleh Caca.

Setelah itu Zean meninggalkan Caca sendiri di dapur. Ia hendak menelpon temannya untuk menanyakan dan meminta mengshare location tempat aborsi itu.

MistakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang