Kini di sinilah Ara berada, di depan gedung apartemen Aksa. Vera hanya mengantarnya sampai depan dan menunggu di dalam mobil. Ara menyusuri lorong menuju pintu masuk gedung. Dirinya gugup karena akan bertemu dengan pria yang dia cintai setelah kejadian menyedihkan terakhir kali.
Gedung apartemen terlihat mewah dan modern, mengundang kagum dari Ara. Saat Ara masuk ke dalam lift dan menekan tombol lantai tempat kamar Aksa berada, kegugupan semakin melanda. Ara merasa tidak yakin apa yang akan terjadi setelah ini, berharap bahwa dengan memberitahu Aksa tentang kehamilannya, hubungan mereka dapat membaik.
Sampai di lantai yang dituju, Ara keluar dari lift dan mulai mencari nomor kamar Aksa. Setelah beberapa saat mencari, dia menemukan nomor kamar yang dicarinya. Sebelum mengetuk pintu, Ara mempersiapkan kotak hadiah yang telah dia bawa.
Ara menarik napas panjang sebelum menekan bel apartemen Aksa. Dengan harapan dan ketegangan, dia terus menekan bel tersebut, tapi tak ada jawaban. Rasa cemas mulai menyusup.
Mengingat bahwa Aksa pernah memberikan password apartemennya saat mereka bersama, Ara mencoba membuka pintu dengan password tersebut. Seiring dengan angka angka yang dia tekan, kekhawatiran terus merayapi pikirannya.
Setelah berhasil membuka pintu, Ara melangkah masuk ke dalam apartemen Aksa dengan hati-hati. Ruangan itu sunyi tanpa tanda kehadiran Aksa. Ara merasa bingung, tidak tahu harus melakukan apa. Sambil menunggu, dia memandang sekeliling dengan harapan menemukan petunjuk atau kehadiran Aksa.
Ara mulai berteriak memanggil kekasihnya, mencoba memecah kesunyian yang mengisi ruangan apartemen Aksa. "Aksa! Aksa! Apa kau sudah pulang?!" teriak Ara dengan nada kekhawatiran yang semakin nyata.
Namun, tak ada jawaban yang terdengar. Suara panggilan Ara memantul di dinding-dinding kosong, dan ruangan tetap terasa sepi. Keheningan yang menyergap semakin memperkuat kegelisahan di dalam hati Ara. Wanita itu mulai merasa khawatir, berpikir apakah Aksa masih belum pulang dari kantornya atau mungkin ada sesuatu yang terjadi.
Ara mencoba menghubungi Aksa melalui telepon, tapi panggilan yang dia lakukan hanya berakhir dengan nada sambung yang tidak dijawab. Rasa cemasnya semakin bertambah, dan dia merasa dilema antara menunggu atau mencari tahu keberadaan Aksa.
"Mungkin dia sedang lembur di kantor," gumam Ara pada dirinya sendiri, berusaha mencari pembenaran atas kekosongan apartemen itu. Meski mencoba untuk tenang, kekhawatiran dan keraguan terus menyelimuti pikiran Ara.
"Apa dia sedang tidur?"
Seiring dengan kebimbangan yang dirasakannya, Ara memutuskan untuk memberi waktu lebih lama sebelum mengambil tindakan lebih lanjut. Dia duduk di sofa, memandang sekeliling apartemen yang sepi, dan berharap agar Aksa segera datang.
Tiba-tiba, pintu kamar terbuka, dan seorang wanita keluar dari dalam, hanya mengenakan bathrobe. Wanita itu tersenyum miring melihat Ara, yang pada saat itu terpaku di tempatnya, penuh kebingungan. Ara tidak tahu siapa wanita itu dan mengapa dia berada di apartemen Aksa.
"Kau siapa, dan apa yang kau lakukan di sini?" tanya Ara dengan nada keras, mencoba mencari jawaban atas kehadiran yang tak terduga ini.
Wanita itu tersenyum miring, "Aku Diana, kekasih Aksa," kata Diana dengan sombong, seolah mengklaim kedudukan khususnya.
Ara merasa dipermainkan, tidak bisa menyembunyikan kebingungannya. Dia meminta Diana untuk segera pergi dari apartemen itu. "Tidak mungkin, aku tidak percaya padamu. Aku tidak ingin melihatmu lagi di sini. Pergi dari apartemen Aksa sekarang juga!" bentak Ara, suaranya penuh ketegasan.
Diana terlihat tidak terpengaruh dengan perintah Ara, bahkan malah tersenyum lebih lebar. "Maaf, tapi aku tidak akan pergi. Aksa sudah memilihku sebagai kekasihnya, bukan kamu," ucap Diana dengan santai, menciptakan ketegangan antara keduanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Limerence
عاطفية[A ROMANCE STORY] "A-aku ke sini ingin memberitahumu jika saat ini aku sedang hamil. Dan sekarang kita akan memiliki anak seperti impianmu dulu. Kau pasti bahagia bukan?" "Kau yakin itu anakku?" "Maksudmu?" "Waahhh, hubungan kalian sudah sejauh itu...