Beberapa menit setelah Aksa meninggalkan rumah, Ara merasakan gelombang mual yang tak terduga. Tanpa waktu yang cukup untuk menyadarinya, dia langsung bergegas ke kamar mandi. Setelah sesi muntahnya selesai, sensasi mual masih menyelubungi dirinya.
Mata Ara kemudian tertuju pada sebuah kemeja basah yang tergantung di dekatnya. Tanpa pikir panjang, dia mengambil kemeja tersebut. Kemeja itu, ternyata, adalah milik Aksa yang tertinggal. Sambil memegangnya, Ara tak sengaja mencium aroma harum pria itu yang masih melekat pada kemeja. Mualnya perlahan mereda, dan perutnya terasa lebih nyaman.
Ara memikirkan kemungkinan bahwa bayinya mungkin menginginkan aroma tubuh Aksa, tetapi rasa gengsi menghentikannya untuk meminta secara langsung.
Dengan langkah perlahan, Ara turun ke bawah sambil membawa kemeja Aksa. Hatinya berdebar-debar, dan dia mengintip ke bawah untuk memastikan bahwa Aksa sudah benar-benar pergi.
"Apakah dia sudah pergi?" tanya Ara kepada Vera yang masih berada di ruang tamu.
"Sudah dari tadi. Kupikir kau sudah tidur," jawab Vera sambil menatap kemeja yang dipegang oleh Ara.
"Apa itu? Kemeja Aksa? Kau ingin mengembalikannya?"
"Tidak. Maksudku, dia meninggalkannya di kamar mandiku," jawab Ara dengan ragu.
"Kau bisa simpan saja dulu, besok mungkin dia akan datang untuk mengambilnya."
"Oke. Mungkin sebaiknya aku keringkan dulu kemejanya?"
"Sepertinya itu lebih baik."
Beberapa menit kemudian, Vera naik ke atas untuk mengecek apakah Ara sudah tidur atau belum. Saat membuka pintu, Vera terkejut melihat Ara yang tengah tertidur dan dia tertawa geli.
"Sepertinya ini akan menarik," ucap Vera sambil turun ke bawah dan mencari ponselnya.
"Aksa, sepertinya kau meninggalkan kemejamu di kamar Ara," ucap Vera saat menelepon, berusaha menggambarkan situasi dengan lebih rinci.
"Ya, tadi aku lupa untuk mengambilnya kembali, mungkin aku akan mengambilnya besok," jawab Aksa dari seberang telepon.
"Sepertinya kau harus segera mengambilnya sekarang juga."
"Kenapa harus sekarang? Apa terjadi sesuatu?"
"Ara mulai mual lagi karena bau kemejamu."
"Benarkah? Bisakah kau singkirkan dulu? Besok akan aku ambil."
"Masalahnya semenjak hamil, penciuman Ara menjadi sangat tajam. Sejauh apa pun aku sembunyikan, dia akan dengan mudah mencium baunya."
"Baiklah, baiklah, aku akan ke sana sebentar lagi."
"Kau tidak jauh dari sini kan?"
"Ya, hanya sedikit janjian dengan rekan kerjaku di dekat sini."
"Baiklah, ku harap kau segera sampai," ucap Vera sebelum menutup teleponnya, menciptakan ketegangan dan kekocakan yang tak terduga pada malam itu.
🍁🍁🍁
Aksa menutup panggilan itu dengan perasaan campur aduk. Dia melirik jam tangannya dan merasa lelah setelah berbicara dengan Vera. Namun, sebelum dia bisa merenung lebih lama, pintu apartemennya terbuka lebar.
Ethan, teman Aksa, memasuki ruangan dengan senyum ramah di wajahnya. Rambut hitamnya yang rapi dan pakaian bisnisnya memberikan kesan profesional yang melekat padanya.
Mereka telah berkumpul untuk membahas strategi bisnis mereka. Karena Aksa tidak bisa secara langsung berdiskusi di kantor, pada akhirnya Ethan merelakan diri untuk menghampiri Aksa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Limerence
Romance[A ROMANCE STORY] "A-aku ke sini ingin memberitahumu jika saat ini aku sedang hamil. Dan sekarang kita akan memiliki anak seperti impianmu dulu. Kau pasti bahagia bukan?" "Kau yakin itu anakku?" "Maksudmu?" "Waahhh, hubungan kalian sudah sejauh itu...