Hari itu, suasana di ruangan Aksa terasa hening. Dengan penuh serius, Aksa tenggelam dalam pekerjaannya, matanya terfokus pada layar komputer yang dipenuhi dengan data dan angka-angka penting. Namun, keseriusannya terganggu saat dia tanpa sadar menyentuh sudut bibirnya yang masih terasa sakit dan membekas lebam.
Ingatan akan peristiwa yang menyakitkan itu masih segar di pikirannya, dan setiap kali dia merasakan rasa sakit itu, ingatan akan ucapan-ucapan tajam dari Henry menghantamnya seperti belati. Dalam kesendirian ruang kerjanya, Aksa merasakan kekesalan dan amarah yang meluap-luap.
Tok tok tok
"Permisi, Tuan. Bolehkah saya masuk? Saya ingin membicarakan sesuatu hal yang penting dengan Anda," suara lembut Jason menyela keheningan, membawa Aksa kembali ke realitas.
Aksa segera mengenali suara itu. Itu adalah Jason, asisten setia yang selalu ada di sampingnya.
"Silakan masuk, Jason," jawab Aksa, mempersilahkan asisten kerjanya untuk duduk di depan meja kerjanya.
Jason melangkah masuk dengan sikap yang penuh hormat, namun matanya tidak luput memperhatikan ekspresi wajah Aksa yang sedikit berbeda dari biasanya.
"Maaf, Tuan, jika saya mengganggu waktu Anda. Sebelumnya, saya ingin menyampaikan bahwa saya tau Tuan telah menghentikan para penjaga untuk mendokumentasikan setiap aktivitas Nona Ara," ucap Jason dengan hormat, memastikan bahwa interupsi ini dihargai.
Aksa hanya mengangguk sebagai tanda agar Jason melanjutkan.
"Dan izinkan saya menyampaikan permohonan maaf jika saya telah lancang, ketika Tuan mengakhiri hubungan dengan Nona, saya meminta para penjaga untuk tetap melanjutkan dokumentasi kegiatan Nona Ara," lanjut Jason, mengungkapkan alasan di balik tindakannya dengan penuh tanggung jawab.
Jason meletakkan sebuah amplop di atas meja, isinya berisi sejumlah foto yang mendokumentasikan setiap aspek kehidupan Ara di luar tempat tinggalnya.
"Di dalam sana berisi foto-foto dokumentasi dari segala aktivitas Nona Ara selama berada di luar tempat tinggalnya. Saya berharap, mungkin foto-foto ini dapat membantu menjelaskan segala kesalahpahaman yang mungkin timbul, Tuan. Saya percaya sepenuhnya bahwa Nona Ara adalah wanita yang baik, dan saya yakin bahwa dia tidak pernah berkhianat di belakang Tuan," jelas Jason dengan nada yang tetap penuh dengan penghormatan terhadap atasannya.
Walaupun hatinya masih terasa terbebani oleh rasa sakit dan ketidakpercayaan, Aksa menemukan dirinya tertarik pada secercah jawaban bahwa mungkin ada penjelasan lain untuk segala sesuatunya.
Dalam benaknya, dia mempertanyakan apakah benar semua yang terjadi hanyalah kesalahpahaman semata. Dengan gerakan ragu, dia meraih amplop itu dari atas meja dan mulai mengamati setiap foto yang ada di dalamnya, mencari jawaban atas kebingungannya yang tak terucapkan.
"Jason," panggil Aksa dengan suara yang serak, menarik perhatian asisten setianya.
"Ya, Tuan?" Jawab Jason dengan hormat, memberikan perhatian penuh pada atasan.
"Kau mengenal pria yang ada di foto ini?"
"Saya telah mengulik informasi pria itu, namanya Radit."
"Bisakah kau mengatur jadwal pertemuanku dengan pria ini? Aku ingin bertemu dengannya," pinta Aksa dengan nada yang masih terdengar ragu.
"Tentu saja, Tuan. Saya akan segera menyampaikannya ke sekretaris Anda," jawab Jason dengan sigap, siap untuk menjalankan perintah atasannya.
Setelah Jason meninggalkan ruangan, Aksa duduk dengan perasaan campur aduk. Di dalam dirinya, terdapat perasaan tegang yang mendominasi, namun juga rasa ingin tahu yang tak terbendung. Dia menyadari bahwa pertemuan dengan Radit akan menjadi langkah penting dalam usahanya meredakan konflik yang melibatkan Ara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Limerence
Romance[A ROMANCE STORY] "A-aku ke sini ingin memberitahumu jika saat ini aku sedang hamil. Dan sekarang kita akan memiliki anak seperti impianmu dulu. Kau pasti bahagia bukan?" "Kau yakin itu anakku?" "Maksudmu?" "Waahhh, hubungan kalian sudah sejauh itu...