Suasana di kantor terasa begitu sibuk, dengan deretan meja dan komputer yang menjadi saksi bisu aktivitas sehari-hari. Aksa duduk di ruang kerjanya dengan pandangan yang kusam, wajahnya mencerminkan kefrustrasian.
Pikirannya melayang-layang pada masalah yang tengah dihadapinya, terutama seputar hubungannya dengan Ara. Dia memutuskan hubungannya secara sepihak dengan Ara dan Aksa masih mencoba memproses perasaannya.
Pintu ruangan Aksa tiba-tiba terbuka, menyambut masuknya Ethan dengan senyuman ceria. "Hei, apa kau tidak lelah bekerja seharian seperti ini?" tanya Ethan, mencoba membawa sedikit keceriaan pada wajah sahabatnya yang tampak muram.
Aksa hanya menggelengkan kepala dan menjawab, "Uruslah urusanmu sendiri, Ethan." Ekspresi frustasi masih menghiasi wajahnya, mencerminkan kebingungannya dalam menyikapi keputusan yang baru saja diambilnya.
Ethan mengabaikan respon singkat Aksa dan dengan nada penuh keceriaan, dia berkata, "Hidupmu terlalu monoton, Aksa. Bekerja terus-menerus membuatmu kehilangan sentuhan wanita, kau tahu?"
"Jika aku tidak bekerja keras, perusahaanku tidak akan sebesar ini, Ethan," sahut Aksa dengan suara yang terdengar lesu.
Ethan mengangguk mengerti, lalu mendekati meja Aksa. "Baiklah, aku mengerti dengan pekerjaanmu. Tapi, bagaimana hubunganmu dengan kekasihmu?" tanya Ethan dengan ekspresi yang berubah serius.
"Siapa?"
"Sial, tentu saja kau dan Ara," ucap Ethan dengan wajah kesalnya.
Aksa merasa agak terganggu dengan pertanyaan itu. "Siapa yang bilang kita masih berhubungan? Hubungan kami sduah berakhir," ucapnya dengan nada kesal.
Ethan menunjukkan ekspresi kaget, "Serius? Sejak kapan ini terjadi? Aksa, kalian berdua sudah menjalin hubungan cukup lama, dan kau mengakhirinya begitu saja?"
Aksa mengangkat bahu, "Aku tidak tahu. Semua terjadi begitu saja, Ethan."
"Kau bisa ceritakan padaku lebih detail? Bagaimana kau bisa begitu mudah memutuskan hubungan yang sudah kau bangun dengan susah payah selama ini?" tanya Ethan sambil menggaruk-garuk kepala.
"Ada apa denganmu, Ethan? Kenapa kau ingin tahu sekali?"
"Mungkin aku bisa memberikan sudut pandang berbeda, siapa tahu," jawab Ethan dengan senyumnya yang khas.
Aksa merasakan kelelahan yang begitu mendalam, terpancar dari tatapannya yang kusam. Dengan napas yang dihembuskan berat, pria itu mencoba meredakan gejolak emosinya. Dengan mata yang terpejam, dia membiarkan dirinya meresapi setiap detik yang melintas, mencoba mencerna keadaan yang membuatnya begitu kecewa.
"Dia berselingkuh," ucap Aksa dengan suara serak. Ungkapan itu terlontar dari bibirnya seperti beban yang begitu berat. Ethan, sahabatnya, merespon dengan keterkejutan yang tergambar jelas di wajahnya.
"Apa? Benarkah? Bagaimana mungkin Ara, wanita yang terlihat begitu polos, berselingkuh?" tanya Ethan dengan nada heran.
Aksa mengangguk lesu, "Aku melihatnya sendiri, Ethan. Dia berduaan dengan seorang pria, lebih dari sekadar teman. Dan aku yakin, itu bukan keluarganya."
Ethan memahami betapa dalamnya rasa sakit yang dirasakan Aksa, tapi dia juga merasa perlu memberikan sudut pandang yang lebih luas. "Aksa, mungkin sebaiknya kau mencari tahu lebih dalam, mengonfirmasi apakah pria itu benar-benar selingkuhannya. Ara bukanlah tipe wanita yang akan begitu saja berselingkuh, kau tahu itu."
Aksa menepis saran Ethan dengan gerakan tangan, "Tidak perlu. Aku sudah cukup melihat dan merasakannya. Aku muak mendengar tentangnya."
"Baiklah, baiklah. Aku hanya mencoba membantumu. Namun, bagaimana jika pria itu adalah teman atau saudara jauhnya? Kita perlu memastikan sebelum mengambil kesimpulan," kata Ethan dengan penuh pertimbangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Limerence
Romansa[A ROMANCE STORY] "A-aku ke sini ingin memberitahumu jika saat ini aku sedang hamil. Dan sekarang kita akan memiliki anak seperti impianmu dulu. Kau pasti bahagia bukan?" "Kau yakin itu anakku?" "Maksudmu?" "Waahhh, hubungan kalian sudah sejauh itu...