Sagara bersiul seraya keluar dari kamar mandi hanya menggunakan handuk. Hampir saja memekik saat melihat Mauri sudah duduk manis di tepi ranjangnya. Refleks memeluk dirinya sendiri saat Mauri berseru menggoda menatap badannya yang setengah telanjang. Kalau saja wanita muda lain yang melihatnya seperti ini mungkin akan bersikap malu seraya menutup mata. Tapi, ini Mauri. Sudah pasti beda dari wanita lain.
Bukannya menutup mata malah melototkan mata sipitnya bahkan tersenyum-senyum.
"Lo ngapain sih masuk ke kamar?!" gerutu Sagara seraya berkacak pinggang membiarkan Mauri melihat bentuk badannya yang bagus secara langsung.
"Nanti Bang Saga malah tidur."
Sagara berdecak. "Kan gue udah janji!"
"Pokoknya aku bakal di sini!" balas Mauri telak.
Seketika Sagara mendapatkan ide jahil. Ia menyeringai. "Oh, mau lihat gue pake baju?" tanya menggoda. Ia bisa melihat ekspresi terkejut Mauri. Meski Mauri agak-agak dan terlihat tak punya malu dalam beberapa kesempatan, tapi Mauri adalah wanita muda yang meski pernah berpacaran, tapi di bawah pengawasan orang tuanya. Tentu Mauri tak pernah melewati batas. Melihat bagian atas telanjang lelaki sudah pasti hanya dia dan dua kakak laki-laki serta mungkin ayahnya.
Sagara pun melepas handuknya dan membuat Mauri berteriak seraya berlari keluar. Tidak lupa berseru mengatai dirinya mesum. Kalau sampai ada yang mendengar sudah pasti Sagara segera diadili orang tuanya maupun orang tua Mauri.
Padahal Sagara mengenakan pakaian dalam untuk menutupi bagian bawahnya. Sagara tertawa puas karena berhasil mengerjai Mauri. Ia pun segera ke arah lemari pakaian untuk melihat apa yang bagus ia kenakan.
Suara ketukan membuatnya menoleh ke arah pintu. "Bang Saga udah pake celana, belum?"
"Emang kenapa?" balasnya berteriak karena Mauri tak membuka pintu.
"Aku mau masuk. Bang Saga pake celana dulu!" Mauri merengek di luar sana.
Sagara kembali tertawa, memilih celana pendek berwarna hitam. Lalu berteriak memberitahu Mauri jika ia telah memakai celana.
"Bang Saga nyebelin!" Wanita itu mendelik kesal padanya, kini duduk di sofa yang ada di kamarnya tersebut. Sagara mendengus geli, kembali fokus ke depan lemari. "Bang Saga pake baju yang warnanya kayak warna bajuku."
Sagara menolehkan kepala ke arah Mauri, mengamati warna baju yang Mauri pakai. Lalu menggeleng. "Gue gak punya baju warna biru."
Mauri berdiri, menggeser badan Sagara dari depan lemari dan mengacak-acak lemari pria itu yang membuat Sagara menjitak kepalanya. Mauri merengut. Kemudian meraih baju yang warna biru, meski birunya tak sama dengan warna bajunya. Menyuruh Sagara juga mengganti celana pria itu. "Cepet ih!!"
Sagara berdecak, tapi tetap menurut. Masuk ke kamar mandi untuk mengenakan pakaian. Sementara itu Mauri beralih pada rak gantung yang ada di atas meja belajar. Tersenyum menatap sebuah flower glass dome.
Seketika ingatannya berkelana di awal tahun beberapa bulan yang lalu saat pernikahan Citra dan Rafan. Mauri yang mendapatkan buket bunga yang Citra lempar. Karena saat itu, Sagara menjadi partnernya, ia pun dengan bercanda mengajak pria itu menikah, meski kalau Sagara mengiyakan, ia iya-iya saja karena memang ingin menikah setelah dua kakaknya menikah dan teman-temannya menikah membuatnya iri.
Saat itu Sagara lari dan ia pun mengejar seraya membawa bunga tersebut. Memaksa Sagara menyimpan bunga tersebut. Awalnya Sagara menolak dengan alasan karena nantinya bunga tersebut layu. Mauri pun merengek dan bahkan nyaris menangis. Alhasil Sagara mengatakan akan membeli flower glass dome sebagai gantinya. Namun, alih-alih membeli pajangan yang sudah jadi, Sagara malah membeli lego bunga. Menyusunnya hingga menjadi bunga mawar yang ada di dalam tabung kaca tersebut tak pernah lagi layu dan tersimpan rapi di kamar pria itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mleyot
Romance'Mleyot bermakna menyukai sesuatu dengan sangat dan sampai-sampai membuatnya lemas hingga tidak bisa berkata-kata lagi.' Ini ceritanya Mauri, anak gadisnya Malvin dan Auri. Mauri yang kebelet nikah karena iri dengan dua kakak serta teman-temannya. T...