Part 43 - Simulasi Jadi Ortu

10.6K 1.2K 24
                                    

Acara lamaran telah diadakan seminggu yang lalu. Penetapan pernikahan mereka diadakan tanggal dua belas, bulan dua belas tahun ini. Yang paling heboh mempersiapkan segalanya bukan sang calon pengantin, tapi ibu-ibu mereka.

Auri dan Veya yang dari dulu sangat ingin berbesan, akhirnya keinginan mereka tercapai. Padahal dulunya mereka hanya sering bercanda. Tapi, siapa yang tau masa depan. Anak mereka akan menikah.

Segala persiapan pernikahan kedua wanita itu yang langsung turun tangan, mulai dari dekorasi, lokasi, dan lain-lain. Sang calon pengantin tak melakukan apapun, mereka membiarkan ibu mereka.

Mauri hampir lupa.

Tadinya ingin membahas perubahan yang terjadi setelah lamaran, yaitu sikap Daddy. Daddy yang overprotektif agak melonggar jika ia ingin berduaan dengan Sagara. Tak lagi mengawasi, bahkan ia dan Sagara sudah bisa pergi berduaan, tanpa adanya Daddy ikut atau kakaknya.

Benar-benar perubahan yang sangat Mauri sukai. 

Perasaan berbunga setiap harinya Mauri rasakan. Setiap harinya juga senantiasa melihat kalender, meski masih ada dua bulan lagi hari pernikahannya dengan Sagara.

Mauri menoleh menatap Shamira yang berjalan ke sana kemari di dalam kamarnya tersebut. Tak peduli jika Shamira membuat kamarnya berantakan.

"Mimi oh Mimi!"

"Titi!" Shamira tertawa riang seraya menghampirinya.

"Mimi mau mimik susu?" tanyanya seraya mengusap kepala Shamira.

"Maumau!"

Mauri pun membuatkan Shamira susu. Terhitung dua hari yang lalu, Shamira bersamanya, ia menjaga keponakannya itu karena Sharma berada di rumah sakit melahirkan. Katanya, baru besok kakak iparnya itu keluar dari rumah sakit. Keponakannya lahir kemarin. Sherica tak kalah menggemaskan dari Shamira yang membuatnya tak sabar menguyel-uyel pipi merah keponakannya tersebut.

Posisi Mauri rebah di atas ranjang bersama Shamira yang minum susu. Miring menghadap Shamira dan menggunakan tangannya menopang kepala. Tangan lainnya memegang ponsel, menunggu panggilan videonya terjawab. "Om Aga," ujar Shamira menunjuk layar ponsel saat menampakkan wajah Sagara yang langsung tersenyum cerah.

"Hai Mimi." Shamira balas melambaikan tangan kemudian lanjut menyedot susunya. Mauri pun merebahkan kepalanya di bantal lalu tangannya menepuk pelan bokong Shamira.

"Udah cocok gak aku jadi ibu?" tanya Mauri.

"Cocok banget Sayang."

"Aaa kamu bisa aja deh." Mauri cekikikan membuat Sagara di seberang sana tersenyum.

"Shamira gak rewel?"

"Enggak. Dia rewel kemarin karena Mad Koko video call, lihat Daddy sama Mommy-nya, makanya dia ngamuk. Pasti dia mikir, ini orang tuaku ke mana sih? Masa aku gak ikut?" Mauri mengubah suaranya layaknya anak kecil saat mengatakan kalimat terakhir.

"Kamu gak mau ke rumah sakit?" tanya Sagara setelah tertawa pelan.

"Nanti setelah Daddy sama Mommy balik. Soalnya gak ada yang jagain Mimi."

"Mau dijemput?" 

"Gak usah. Biar aku nyusul ke sana. Jadwal prakteknya Mas selesai jam empat, kan?"

"Iya."

"Mas udah makan?"

"Belum." Sagara menyengir saat Mauri berdecak pelan.

"Ck! Kenapa gak makan? Mas pesen makanan gih."

"Iya, iya Sayang. Kamu jangan marah dong."

"Ya udah, kamu makan aja dulu. Nanti kita ketemu kok."

MleyotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang