Mauri hanya diam menatap makanan di hadapannya meski semua makanan tersebut adalah makanan favoritnya. Sebenarnya ia lapar, tapi ia menahan diri. Bahkan air liurnya hampir saja menetes.
Tatapannya tertuju pada Kalea yang makan rujak dengan lahap bersama Sharma. Dua ibu hamil itu benar-benar menikmati makanan tersebut. Melihat rujak tersebut membuat Mauri semakin lapar.
Oke.
Sepertinya Mauri akan mogok makan besok saja! Hari ini ia akan mengisi perutnya dulu sebelum mogok makan.
Tangannya terulur ingin mencocol mangga ke bumbu rujak, tapi tangannya ditepis.
"Kalau lo mau makan rujak ini, mending lo makan dulu. Lo gak sarapan bahkan gak makan siang," ujar Kalea, merampas potongan mangga dari tangan Mauri lalu mencocolnya di bumbu rujak. Mauri yang melihat itu makin ngiler.
"Satu kali aja!" ujar Mauri memelas.
"Lo kenapa sih kayak orang ngidam?" ujar Sharma mendelik.
Mauri menegakkan punggungnya. Dari tadi orang-orang menyinggung tentang hamil, bahkan ngidam.
Apakah harus ...
Pikiran Mauri buyar karena kepalanya ditoyor. Pelakunya Sharma yang menatapnya dengan pandangan memicing. "Lo pasti mikir yang enggak-enggak, kan?"
"Gue tebak nih anak pasti mikir, 'mending gue ngaku hamil biar Daddy restuin gue dengan Mas Saga?'," ujar Kalea, tidak lupa mengikuti cara bicara Mauri yang dilebih-lebihkan.
"Lo jangan berbuat yang aneh-aneh. Mending lo makan. Jangan bikin Mommy makin stres karena mikirin lo!"
Mauri pun mengambil makanan. Diingatkan tentang Mommy, ia merasa bersalah. Mommy pingsan karena syok, Daddy makin marah, bahkan melarangnya masuk ke kamar orang tuanya itu saat ia ingin melihat Mommy.
"Mommy gak pa-pa kan?"
"Cuma syok aja. Tensinya juga udah turun," sahut Kalea. "Makan yang banyak!" titahnya galak saat melihat piring Mauri hanya berisi sedikit makanan.
Sharma pun menambahkan nasi serta lauk ke atas piring Mauri.
"Tapi, kalau aku beneran hamil gimana?" Kalea dan Sharma menatap datar Mauri yang menyengir.
"Kalau lo hamil. Daddy dan Mas Re bakal kebiri si Saga."
"Ih! Kak Sharma kok ngomongnya sadis banget?!" pekik Mauri menatap Sharma kesal.
"Makanya lo gak usah mikir yang aneh-aneh!"
Mauri mencebikkan bibirnya, mulai makan.
"Eh gue kira nih anak gak mau makan?" Zian bergabung, entah dari mana kakaknya itu. Mauri mendelik kesal pada kakaknya itu yang menyengir menyebalkan.
"Yan, jangan mulai!" tegur Kalea galak.
Zian mendekat ke istrinya itu. Membungkuk dan mengecup pipi Kalea seraya mengusap perut Kalea. "Si bumil galak banget. Jangan galak-galak, nanti Lung syok di dalem sana karena denger emaknya galak."
"Lung, Lung, Lung! Nanti lo kebiasaan manggil anak gue, 'Lung'!" desis Kalea kesal. Sejak ia hamil, Zian langsung menyematkan panggilang, 'Sulung', pada anak mereka. Tapi, kerap kali menyingkatnya menjadi, 'Lung'.
"Anak kita Kalea, Sayang." Lagi-lagi Zian mengecup pipi Kalea.
"Gak usah lo berdua mesra-mesraan! Bikin mata gue sakit!" ujar Sharma ketus.
Bukannya berhenti, Zian malah memeluk Kalea dan memberikan kecupan bertubi-tubi di pipi Kalea. Kembali lagi mengusap perut Kalea. "Lung, cepet tumbuh di dalem sana biar kita bisa babymoon ke Hawaii."
KAMU SEDANG MEMBACA
Mleyot
Romance'Mleyot bermakna menyukai sesuatu dengan sangat dan sampai-sampai membuatnya lemas hingga tidak bisa berkata-kata lagi.' Ini ceritanya Mauri, anak gadisnya Malvin dan Auri. Mauri yang kebelet nikah karena iri dengan dua kakak serta teman-temannya. T...