Mauri meledakkan konfeti di udara sehingga kertas warna-warna tersebut berjatuhan ke arahnya yang berputar-putar. Raut wajah Mauri sumringah menatap orang tuanya yang diam dengan tangan yang memegang sendok menggantung di udara, mengurungkan niat menyuap karena Mauri yang datang tiba-tiba meledakkan confetti.
Mauri masih cengengesan menunggu reaksi Daddy dan Mommy.
"Paket!" Seruan tersebut memecah keheningan. Mommy berteriak agar ART mengambil paketnya. Meneguk air lebih dulu dan menyusul keluar.
Ekspresi Mauri langsung masam, apalagi Daddy yang lanjut makan.
"Aku ulang tahun lho, Dad," ujar Mauri tertahan, kesal sekaligus gemas menatap Daddy.
"Happy birthday," ujar Daddy datar.
Seharusnya Mauri sudah biasa, tapi ia tetap saja kesal. Memilih duduk di kursi. Bersiap menumpahkan kekesalannya, tapi ada yang mendahuluinya.
"Happy birthday!!" seruan tersebut membuat Mauri menoleh, refleks berdiri melihat orang-orang.
"Aaaaa!" Mauri berteriak senang. Rasa kesalnya tergantikan dengan perasaan gembira. Melihat Mommy membawa kue. Ada juga kue yang Regan bawa. Beralih menatap Zian.
"Mas Abang kok gak bawa kue?"
"Nih udah ada dua," jawab kakaknya itu menunjuk kue yang Mommy dan Regan bawa.
"Dasar pelit!" ujar Mauri sinis, lalu menatap Kalea.
"Nih, gak usah ngatain gue pelit." Mata Mauri berbinar menerima paper bag dari Kalea.
"Aaa sayang Kak Lea!" Memeluk kakak iparnya itu, tidak lupa mengecup pipi Kalea membuat Kalea berdesis kesal. Mauri hanya terkikik, lalu membungkuk untuk mencium keponakannya di dalam perut.
Lalu beralih ke lainnya. Memeluk dan mengecup pipi mereka secara bergantian. Terakhir menatap Daddy yang kini berdiri.
Ekspresi Mauri kesal, tapi kemudian bahagia dan masuk ke dalam pelukan Daddy. "Sayang Daddy."
"Daddy juga sayang sama anak nakalnya Daddy ini." Daddy balas memeluknya seraya menepuk pelan punggung.
"Aku gak nakal!"
"Nakal itu, Dad. Waktu acara tujuh bulanan tempo hari, dia mojok ama Saga," sahut Zian membuat Mauri menoleh dan menghunuskan tatapan tajam padanya.
"Mau ngapain lo?" tegur Regan saat Zian hendak memotong kue yang ia bawa.
"Makan kue."
"Kan bukan lo yang bawa kue. Siapa suruh lo gak beli?" sahut Sharma sinis membuat Zian mendelik kesal.
"Ini semua kueku, Mas Abang gak boleh makan!"
"Nyenye!" ejek Zian. Terjadi adu mulut di antara mereka membuat suasana mulai gaduh.
"Kuenya enak Opa!" Perkataan Remy membuat Mauri menoleh. Mata sipitnya melotot menatap Remy yang memakan kuenya. Bahkan ia belum sempat mengambil foto maupun tiup lilin.
"Mimi juga mau?" Tawar Daddy pada Shamira yang berdiri di hadapannya.
"Mamauu." Shamira membuka mulut kecilnya, minta disuapi.
"Kueku!" seru Mauri. Apalagi saat kue lainnya yang masih utuh kini menjadi sasaran Zian. "Ngapain ngasih aku kue kalau ujung-ujungnya kayak gini?! Aku belum make a wish dan belum foto! Huaaa!!!"
"Huaaa!" Shamira meniru Mauri yang membuat orang-orang tertawa.
"Tuh diledekin ponakanmu, gak malu kamu?" ujar Daddy membuat Mauri cemberut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mleyot
Romance'Mleyot bermakna menyukai sesuatu dengan sangat dan sampai-sampai membuatnya lemas hingga tidak bisa berkata-kata lagi.' Ini ceritanya Mauri, anak gadisnya Malvin dan Auri. Mauri yang kebelet nikah karena iri dengan dua kakak serta teman-temannya. T...