Beberapa saat yang lalu, Mauri mendengar percakapan antara Zian dan Kalea. Daddy mengajak Zian pergi memancing, yang artinya Daddy tak ada di rumah.
Keinginan kabur dari rumah langsung terlintas di benak Mauri. Apalagi saat mengetahui Mommy dan Kalea pergi ke rumah Regan. Alhasil Mauri berada di situasi tepat untuk kabur.
Mengendap-endap keluar dari rumah, lalu berlari hingga ia kelelahan padahal belum sampai di gerbang perumahan.
Memegang perutnya yang terasa sakit karena berlari, ia pun memutuskan untuk berjalan saja. Tidak menghiraukan hujan gerimis yang menerpanya. Gerbang perumahan telah nampak di matanya membuat matanya berbinar.
Sebuah mobil melewatinya membuat Mauri berhenti melangkah karena mengenal pemilik kendaraan tersebut. Mobil itu juga berhenti lalu mundur hingga berada di sebelahnya. Kaca jendelanya turun dan menampakkan sosok Mateen. "Mauri?" Pasti pria itu heran dengan dirinya yang hanya berada di luar saat hujan gerimis tanpa memegang payung.
"Dokter Mateen, aku bisa minta tolong?" Mateen tersentak saat Mauri tiba-tiba maju dan memegang bingkai jendela mobilnya. Tatapan wanita itu penuh harap.
"Ayo masuk." Mateen membuka kunci mobil, Mauri pun berlari memutar dan kini duduk di dalam mobil, tepat di sebelah Mateen.
"Kamu kenapa?" tanya Mateen.
"Aku kabur dari rumah." Mata Mateen membulat, hendak bicara, tapi Mauri mendahului. "Please, aku mohon bantuin aku!" Mauri menggenggam tangan Mateen, menatap penuh harap pria itu.
"Mauri, nanti..."
"Dokter Mateen tenang aja. Dokter gak bakal terkena masalah."
Melihat ekspresi Mauri yang nyaris menangis membuat Mateen pun mengangguk. Memutar haluan dan keluar dari area perumahan tersebut.
"Kamu mau ke mana?" tanya Mateen pada Mauri.
Mauri menggosok hidungnya yang gatal lalu bersin, bahkan beberapa kali. Mateen pun memberikan tisu padanya. Lalu Mauri menjawab pertanyaan Mateen. Menyebut alamat rumah yang akan ia tuju.
Terjadi keheningan di dalam mobil tersebut. Beberapa kali Mateen melirik Mauri yang memandang ke arah jendela mobil.
Karena lagu yang diputar di audio terdengar sedih, maka Mateen memindahkan lagu tersebut.
"Dokter Mateen!"
Mateen tersentak saat Mauri berseru tertahan dan menoleh tiba-tiba. "Y-ya?"
"Aku lagi galau."
Mateen mengerjap bingung. "Em... ya?" Tak tau harus merespon bagaimana.
"Tolong, putar lagu sebelumnya biar suasana galauku makin mendukung," ujar Mauri lalu menyeka pipinya seakan-akan ada air matanya yang jatuh.
"O-oh oke." Mateen pun mengembalikan lagu sebelumnya. Mauri kembali menatap ke arah jendela, terhanyut dalam mendengarkan lagu tersebut.
Setelah lagu itu habis, Mateen bersuara. "Mau saya carikan lagu galau lainnya?"
Mauri kembali menoleh menatap Mateen. "Enggak usah, Dok. Nanti saya makin galau."
Mateen hanya mengangguk. Suasana di antara mereka kembali hening. Mateen fokus menyetir.
"Kalau boleh tau, kenapa kamu galau?" tanya Mateen hati-hati setelah mobil terbebas dari kemacetan.
"Hubunganku dengan Mas Saga gak direstuin?"
"Lho kenapa?"
"Daddy-ku emang gitu. Dia gak suka kalau aku pacaran." Mauri mendengus kesal.
"Oh makanya kamu kabur dari rumah?" Mauri mengangguk mantap merespon pertanyaan Mauri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mleyot
Romance'Mleyot bermakna menyukai sesuatu dengan sangat dan sampai-sampai membuatnya lemas hingga tidak bisa berkata-kata lagi.' Ini ceritanya Mauri, anak gadisnya Malvin dan Auri. Mauri yang kebelet nikah karena iri dengan dua kakak serta teman-temannya. T...