Part 21 - Perlahan Terbongkar

11.5K 1.4K 65
                                    

Daddy menatap datar Mauri yang memijat betisnya, anak bungsunya itu cengar-cengir menatapnya. Tau kelakuan Mauri yang tiba-tiba manis, tentunya ada maunya. Usai memijat betisnya, beralih pada kedua kakinya. Daddy membiarkan, tidak bicara sama sekali, menunggu Mauri mengutarakan keinginannya.

Setelah itu Mauri berdiri di belakangnya, mulai memijat kepalanya membuat Daddy memejamkan mata.

"Pasti ada maunya tuh anak." Mauri langsung mendelik malas pada Mommy yang duduk di sofa. Berhadapan dengan posisinya dan Daddy yang duduk di kursi pijat.

"Bilang aja Mommy mau dipijat," sahut Daddy tanpa membuka mata.

"Enggak perlu."

"Kalau Daddy yang pijitin?"

"Kalau aja Daddy nawarinnya dengan nada yang manis, bukan datar, Mommy pasti terima."

Mauri menggeleng pelan melihat Daddy dan Mommy yang adu mulut. Setelah Daddy menyuruh ia berhenti, ia pun berhenti. Daddy menyetel kursi pijat tersebut dan semakin memejamkan mata.

"Dad..."

"Kamu anterin Pretty nanti sore ke kliniknya Dayyan."

Mauri melongo menatap Daddy yang menyelanya. "Dad..."

"Kalau enggak. Daddy gak akan kabulin keinginan kamu." Mauri sudah memikirkan untuk mengubah keinginannya karena perkataan Daddy. Sebenarnya Mauri ingin minta izin untuk keluar, tapi ia ingin mengubahnya agar Daddy mendatangani surat perjanjian yang telah ia buat. Apakah Mauri harus menambahkan dalam surat perjanjian tersebut agar Daddy menyetujuinya menikah dengan Sagara?

Baru saja Mauri ingin bicara, tapi Daddy mendahului, "Keinginan kamu yang gak aneh-aneh tentunya." Daddy membuka mata.

Mauri cemberut dan menghentakkan kakinya kesal seraya berjalan meninggalkan Daddy. Masuk ke kamarnya. Mauri pun kembali ke surat perjanjian tersebut. Dan menambahkan apa yang tadi ia pikirkan. Memotretnya dan mengirimnya pada Sagara. Mauri tertawa sendiri. Tapi, kemudian diam sesaat mengingat jika hubungannya telah diketahu Zisel dan Sephora. Dua wanita itu tidak ember bocor, tapi tidak menjamin jika mereka akan keceplosan, bukan?

Saat sore hari seperti yang Daddy suruhkan, Mauri mengantar Pretty ke klinik hewan milik Dayyan. Kucing centil itu ingin melakukan perawatan rutin setiap bulannya.

Masuk ke klinik tersebut, Pretty langsung mengeong. Mauri mengangkat pandangannya pada Mateen yang langsung tersenyum. Pria itu sedanf menggendong Mittens yang juga mengeong.

"Dasar centil," desis Mauri pada Pretty yang seakan menayap Mittens. Pretty menatapnya galak, tapi kemudian menatap Mittens lagi dan mengeong manja. Mauri hanya berdecak pelan dan menghampiri Mateen. Menyapa pria itu dan juga Mittens.

"Mittens kenapa, Dok?"

"Enggak pa-pa kok. Tadi pagi saya titip di sini, saya jemput dia." Mauri mengamati pakaian Mateen yang sepertinya baru pulang dari rumah sakit.

"Oh Dokter Mateen baru pulang dari rumah sakit?"

"Iya." Pria itu tersenyum.

"Bukannya Mittens punya pengasuh?"

"Iya. Tapi, sedang pulang ke rumahnya. Dia sedang berduka, makanya saya kasih cuti selama dua minggu." Mauri manggut-manggut, ia menahan kepala Pretty yang sedari tadi mengeong dan badannya menggeliat ingin turun. Sepertinya ingin bermain dengan Mittens yang tetap anteng dalam gendongan Mateen. "Pretty sendiri kenapa?"

"Oh ini perawatan bulanan."

Pretty semakin meronta, apalagi saat Mittens pun memberi respon ingin mengajak Pretty bermain.

MleyotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang